Oleh: Achmad Abidan H.A., S. Pd.
1. Mengolah Kata
Tidak sedikit orang yang mengeluh kesulitan untuk membaca bahkan membuat geguritan. Secara sederhana, mencipta puisi Jawa atau geguritan hanya menumpuk-numpuk kata. Bagaikan menumpuk batu bata, seperti orang membuat taman, perlu artistik. Unsur yang paling harus diperhatikan, adalah masalah estetika. Yakni, bagaimana kecermatan dan kelihaian mencari, memilih, dan menyusun kata indah adalah pores penciptaan puisi Jawa atau geguritan.
Menggurit, mencipta, memang tidak salah jika dikatakan "bermain kata". Karena itu, dalam menggurit, misalkan kita akan mencipta: kumpulkan dahulu kata-kata yang berhubungan dengan manuk. Jika sudah, baru diseleksi, mana kata yang bernilai rasa, mana kata yang ada tastenya, dan mana yang sekedar kata-kata biasa. Yang digunakan dalam geguritan, kata yang bemilai rasa itu. Misalkan, kita jajarkan kata-kata yang terkait dengan (ciri-ciri) manuk di bawah ini.
- duwe cucuk
- duwe cakar
- duwe swiwi
- yen mabur sok mencok ing pang
- asring nucuk woh-wohan
- asring cucuk-cucukan karo kancane
- ana sing dikurung
- anake jeneng cindhil
- anak manuk beo, ababil, cangak awu, prenjak, garuda
Kata-kata tersebut masih sangat dangkal. Belum memiliki daya dan kekuatan. Kata itu masih telanjang, berdiri sendiri, belum tertata, bahkan juga belum bemilai rasa. Untuk lebih menajamkan lagi, di bawah ini disajikan kata-kata yang bersentuhan dengan manuk.