Menak Kanin

Milik Dep. P dan K Tidak diperdagangkan
oleh
R.NG. YASADIPURA I
Alih Bahasa dan Alih Aksara
SUMARSANA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
PROYEK PENERBITAN BUKU SASTRA
INDONESIA DAN DAERAH
Jakart 1983Diterbitkan oleh Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Hak pengarang dilidungi undang-undang
BP.No. 1128Bahagialah kita, bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama, yang pada hakikatnya adalah cagar budaya nasional kita. Kesemuanya itu merupakan tuangan pengalaman jiwa bangsa yang dapat dijadikan sumber penelitian bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan dan ilmu di segala bidang.
Karya sastra lama akan dapat memberikan khazanah ilmu pengetahuan yang beraneka macam ragamnya. Penggalian karya sastra lama yang tersebar di daerah-daerah ini, akan menghasilkan ciri-ciri khas kebudayaan daerah, yang meliputi pula pandangan hidup serta landasan falsafah yang mulia dan tinggi nilainya. Modal semacam itu, yang tersimpan dalam karya-karya sastra daerah, akhirnya akan dapat juga menunjang kekayaan sastra Indonesia pada umumnya.
Pemeliharaan, pembinaan, dan penggalian sastra daerah jelas akan besar sekali bantuannya dalam usaha kita untuk membina kebudayaan nasional pada umumnya, dan pengarahan pendidikan pada khususnya.
Saling pengertian antardaerah, yang sangat besar artinya bagi pemeliharaan kerukunan hidup antarsuku dan agama, akan dapat tercipta pula, bila sastra-sastra daerah yang termuat dalam karya-karya sastra lama itu, diterjemahkan atau diungkapkan dalam bahasa Indonesia. Dalam taraf pembangunan bangsa dewasa ini manusia-manusia Indonesia sungguh memerlukan sekali warisan rohaniah yang terkandung dalam sastra-sastra daerah itu. Kita yakin bahwa segala sesuatunya yang dapat tergali dari dalamnya tidak hanya akan berguna bagi daerah yang bersangkutan saja, melainkan juga akan dapat bermanfaat bagi seluruh bangsa Indonesia, bahkan lebih dari itu, ia akan dapat menjelma menjadi sumbangan yang khas sifatnya bagi pengembangan sastra dunia.
Sejalan dan seirama dengan pertimbangan tersebut di atas, kami sajikan pada kesempatan ini suatu karya sastra daerah Jawa, yang berasal dari Balai Pustaka dengan harapan semoga dapat menjadi pengisi dan pelengkap dalam usaha menciptakan minat baca dan apresiasi masyarakat kita terhadap karya sastra, yang masih dirasa sangat terbatas.
Jakarta, 1983
Proyek Penerbitan Buku Sastra
Indonesia dan Daerah
Indonesia
Kata Pendahuluan |
7 |
1. | Raja Sarkab Dikalahkan Wong Agung |
9 |
2. | Raja Bardian Mati oleh Wong Agung |
14 |
3. | Perang Amuk-amukan |
19 |
4. | Wong Agung Terluka |
23 |
5. | Wong Agung Dipelihara oleh Sahriar |
26 |
6. | Umarmaya Mencari Wong Agung |
31 |
7. | Wong Agung Pulang ke Kaos |
35 |
8. | Kalisahak Gugur dalam Peperangan |
42 |
9. | Dewi Ismaya Menghadap Wong Agung |
48 |
10. | Wadya Arab Ingin Melihat Jin |
52 |
11. | Wadya Jin Dielu-elu |
57 |
12. | Raden Maryunani Tergoda Keledai |
64 |
13. | Raden Maryunani Bertemu Dewi Kalajohar |
69 |
14. | Raden Maryunani Mati Dikhianati |
74 |
Jawa
1. | Raja Sarkab Kajodi dening Wong Agung |
83 |
2. | Raja Bardiyan Pejah dening Wong Agung |
91 |
3. | Prang Gebyah |
100 |
4. | Wong Agung Kebranan |
107 |
5. | Wong Agung Dipunupakara dening Sahriar |
111 |
6. | Umarmaya Madosi Wong Agung |
119 |
7. | Wong Agung Kondur Dhateng Kaos |
125 |
8. | Kalisahak Pejah Wonten ing Paprangan |
137 |
9. | Dewi Ismaya Sowan Wong Agung |
146 |
10. | Wadya Arab Kepingin Sumerep Jin |
152 |
11. | Wadya Jin Dipunsuba-suba |
160 |
12. | Raden Maryunani Kagodha ing Kuldi |
172 |
13. | Raden Maryunani Kepanggih Dewi Kalajohar |
180 |
14. | Raden Maryunani Pejah Cinidra |
188 |
Seri cerita menak terdiri tidak kurang dari 46 jilid, mulai Menak Sarehas, Menak Lare, Menak Serandil, Menak Sulub, Menak Ngajrak, Menak Demis, Menak Kaos, Menak Kuristam, Menak Biraji, Menak Kanin, Menak Gandrung, Menak Kanjun, Menak Kandhabumi, Menak Kuwari, Menak Cina, Menak Malebari, Menak Purwakandha, Menak Kustup, Menak Kodrat, Menak Sorangan, Menak Jamintoran, Menak Jaminambar, Menak Talsamat hingga Menak Lakat.
Sumber cerita berasal dari Arab, mengutarakan tentang berbagai kisah penyebaran agama Islam yang terjadi sekitar negeri Arab, pada masa-masa permulaannya.
Seri serat menak sebelumnya diterbitkan oleh Balai Pustaka dalam bahasa Jawa berbentuk tembang, dengan tulisan huruf Jawa. Digubah oleh almarhum R. Ng. Yasadipura I.
Atas kerja sama yang baik dengan PN Balai Pustaka kini dapat disajikan cerita-cerita menak dalam bahasa Indonesia dengan tulisan huruf Latin.
Jakarta, 1983
Penyunting
- Dikisahkan Sang Raja Jobin yang sedang di tempat tinggalnya. Malam harinya beliau pergi ke pesanggrahan untuk menghadap Sri Batara Raja Agung Hirman. Berkatalah Sang Jobin, ”Mohon paduka,
- menunjuk duta ke Parangakik. Seingat hamba, raja Perid itu mempunyai putra yang masih muda dan sakti, pemberani dalam peperangan, bernama Raden Kanjun.
- Agar diberi tahu bahwa gugur ayahnya dalam peperangan, yang dihina pada waktu meninggal oleh orang-orang Arab. Di anggap seperti burung, pernah di rampas.
- Menjadi buah penghinaan dalam peperangan yang sebenarnya tidak layak. Harap paduka mengizinkan dan merestui penobatannya Raden Kanjun sebagai raja di Parangakik menggantikan almarhum ayahnya.”
- Sri Raja Prabu Anom Hirman menyetujui, lalu menunjuk seorang punggawa bernama Raden Baktiar, yang diutus ke Parangakik, disertai sepertiga tentara Parangakik.
- Demikianlah utusan ke Parangakik, sekarang ganti yang diceritakan. Di dalam kota tentara Arab ramai berpesta pora bersama para raja, makan minum semalam suntuk.
- Paginya terus keluar maju perang. Tanda gendang dan gong dipukul, tentara Arab menyiapkan barisannya lengkap dengan
- persenjataannya. Orang Kapir pun telah keluar. Barisan-barisan bertemu.
- Semua para dipati dan para raja telah siap rapi, lawan dan kawan gemuruh suaranya. Berkatalah Sang Umaryunani kepada semua perjurit dan para raja.
- "Beristirahatlah hari ini, jangan ada yang keluar berperang. Bersabarlah, kalau tidak ditantang maju, berdiamlah semua, jangan keluar.
- Mungkin ayahanda datang hari ini.” Bala tentara Arab diam semuanya, dan lawan pun tidak ada yang maju. Tidak diceritakan tingkah lakunya.
- Pada waktu Sang Jayengpalugon telah berpesan kepada utusan bernama Sangidpingsen, lajulah kuda si Sekarduwi, Marmaya tidak ketinggalan ikut di atas kuda.
- Perjalanan dua bulan di jalani dalam dua hari oleh Sang Jayengpalugon. Pada pagi hari beliau tiba di negara Kaos yang sedang berperang. Semboyan perang terdengar sayup-sayup bersamaan dengan suara gendang dan gong.
- Debu menggebu sukar di tembus, samar-samar kelihatan (tampak) ada seekor kuda datang. Pandangan para raja satriya dan bupati diarahkan ke situ. Lama-lama mendekat dan semua berwaspada.
- Seluruh para raja turun dan berlari-lari. Senanglah hati mereka. Kobat Sarehas dan Umaryunani tunduk berbakti mendekap kaki.
- Dibelai kepala kedua orang putra itu, dan mereka segera memegang tali kendali sebelah kanan dan kiri, sehingga ayahanda lekas turun dari kudanya.
- Sayid Ibnu Ngumar segera menyembah, dibelai oleh eyangnda. Berebut para raja mendekat berganti-ganti maju semua bergiliran dirangkul.
- Setelah para raja dan para dipati selesai meyambut, maka kedua putra tadi menyusup ke ayahanda. Para satriya ganti memegang kendali kuda dan Sang Amir berjalan perlahan-lahan.
- Kedatangan Wong Agung disongsong oleh para dipati. Wong Agung telah duduk di singgasana. Para perjurit melaporkan segala tingkah lakunya dari awal sampai akhir.
- Tentara kapir dengan waspada memperhatikan dan yakin bahwa yang datang itu adalah Wong Agung, mereka takut dalam hati, hanya raja-raja baru saja yang senang hatinya.
- Raja Bahman menundukkan kepala, sangat prihatin dan pelan-pelan berkata, "Aduh Sang Prabu Hirman, hamba sekarang tak kuat melihat si Jayengmurti tetapi Raja Sarkab dari Turki berkata kasar,
- "Biarlah saya saja yang maju berperang melawan raja Arab, dan segera ia menaiki kudanya lengkap dengan peralatan perang yang sudah tersedia di atas kuda.
- Menggerakkan kudanya dan sudah sampai di tengah medan laga. Memanggil-manggil dan lantang sesumbarnya, "Hai, Raja Arab ketahuilah, saya ini Kaja Sarkab dan tak punya lawan di Turki.
- Selama saya ditakdirkan di bumi, dalam peperangan belum pernah kalah, sungguh seorang raja hebat. Banyak sudah para raja yang berperang sama saya, semua kuikat.
- Saya sengaja merantau dalam peperangan mencari tandingan. Engkau yang selalu aku inginkan, sangat kebetulan engkau yang kutunggu. Kau sekarang datang, rasa hati saya
- seperti mendapatkan zamrut sebesar gunung, puas kehendak hatiku." Wong Agung segera mengambil kuda karena sudah jelas apa yang didengarnya. Wong Agung sudah maju berkuda.
- Tentara Arab bersorak-sorai sambil memukul gendang dan gong Setelah berhadapan maka berkatalah Wong Agung, "Hai, ini baru datang yang kunantikan, agar dapat bertempur sepuas-puasnya.
- Mudah-mudahan kau tidak kecewa. Ayo Sarkab lekas pukulkanlah apa yang ada padamu, mari kutahan pukulanmu." Raja Sarkab berkata,
- "Hati-hatilah kau menadahi pukulanku, tidak urung hanya tinggal sehari ini saja kau melihat sinar sang matahari." Segera ia menggertak kudanya sambil memainkan gadanya.
- Wong Agung telah waspada dan menangkis pukulan gada yang besar, seperti geledek suaranya. Kerasnya pukulan dan kuatnya tangkisan menyebabkan perisai mengeluarkan api, menyala-nyala.
- Sekardiyu terangkat kakinya sambil meringkik. Raja Sarkab
pelahan-lahan berkata, "Hai, kamu itu masih hidup ya, saya kira sudah rata dengan tanah." Wong Agung menjawab, "Pukullah sekali lagi.
- Rasanya masih kuat kalau dapat perlindungan dari Tuhanku." Tentara Arab bersorak gemuruh bersama musuhnya seperti menggoyangkan bumi. Berkatalah Raja Sarkab, "Balaslah memukul."
- Wong Agung menggertak kudanya mendekat sambil memukul dengan dasyatnya. Raja Sarkab kuat menangkisnya. Dahsyatnya pemukulan mengakibatkan kuda meringik keras, bergemetaranlah Sang Prabu Sarkab sambil muntah air.
- Wong Agung memukul untuk kedua kalinya. Karena sangat keras memukulnya dan kuatnya yang menangkis jatuh terduduklah Sang Prabu. Kerasnya pemukulan mengakibatkan punggung kuda patah jadi dua.
- Sarkab meloncat dan bergopoh-gopoh menarik pedangnya, maju membabat kaki kuda. Wong Agung segera turun.
- la berdiri di depan kudanya. Sarkab terperangkap. Babatan pedangnya ditangkis perisai, pedang patah jatuh, marahlah Sarkab segera menerjang mengangkat.
- Mengandalkan kekuatannya dulu. Banyak para raja yang terbanting mati olehnya dalam peperangan. Tergopoh-gopoh memegang pinggang Amir lalu diangkat-diungkit, tetapi tak terangkat.
- Berkali-kali usaha mengangkatnya sampai darahnya keluar dari ibu jari. Sarkab menghabiskan tenaganya, malah kakinya tertanam di tanah, walaupun demikian tak bergeming sedikitpun. Kaki tetap tegak.
- Kedua matanya mengeluarkan darah, lidahnya menjulur keluar kedua telingannya seperti muara sungai. Ikat pinggangnya putus berantakan. Baju bagian depan robek, kancingnya berhamburan.
- Memaksa diri menarik dan mengangkat tetapi tetap tak terangkat dari tempatnya malah semakin rapat kakinya, tak mampu melepaskannya. Sarkab kembang-kempis nafasnya serta muntah cacing.
- Sudah dipegang pinggang Sang Prabu oleh Sang Jayengmurti, segera diangkat seperti bulu bandingannya, diputar-putar seperti burung. Setelah cukup lama lalu dibanting. Sarkab terkapar tak berdaya.
- Dengan cekatan dipati Tasikwaja mengikat tangan dan kaki sang prabu dengan rantai, bersoraklah gemuruh orang Arab. Malam tiba, semua diperintah mundur.
- Bubar barisan Islam dan barisan kapir semua beristirahat. Prajurit Arab semua masuk kota mengiring Sang Jayengmurti. Semua perjurit kapir mundur.
- zamrut nila biduri merata menempel pada gelas. Gemuruhlah para raja melihat Raja Sarkab yang dibelenggu dibawa ke hadapan. Wong Agung lembut berkata, "Hai, Sarkab bagaimana maumu.
- Apa kamu ingin mati. Kalau memilih hidup anutlah agama saya." Menjawablah raja Sarkab, "Wong Menak selama hidup saya di alam dunia.
- saya sesungguhnya mencoba mencari orang lelaki sejati yang telah mengatasi kesukaran, yang dapat menandingi sesama lelaki, itulah yang namanya lelaki, yang dapat mengalahkan ratu, itulah orang yang akan hamba sembah.
- Selama itu belum menemukan, baru sekarang ini ada orang lelaki sejati, yang mengalahkan hamba dalam peperangan." Segenap para raja yang mendengar bersungut-sungut.
- Sebagian ada yang menyelutuk, "Banyak mulut Raja Sarkab ini memang dasar, raja gelatak, pakai banyak tingkah. Tadi ketika menantang banyak mengoceh akan tetapi tidak seberapa dalam medan laga.
- Sekarang sudah kalah, ditanya mau tidaknya, malah banyak alasan. Menutup-nutupi kekalahannya, banyak yang dikemukakan memakai laki-lakian. Laki-laki kakekmu, orang yang tidak layak ditolong.
- Begitu pula Kanjeng Gusti, raja begitu saja ditanggapi, biar dikepruk saja." Konon sang Raja Sarkab, setelah mengucapkan sahadat dilepaskan dari belenggunya, disuruh berkumpul dengan para raja.
- Wong Agung tersenyum sambil lembut bertanya, "Hei, Pothet apa kerjamu, akan kau apakan Raja Sarkab itu?" Marmaya menjawab, "Saya mempunyai nadar, kalau Sarkab sudah jadi kawan,
- hendaklah semua menyaksikan, nadar saya kemarin akan mengambil badungnya. Riuhlah segenap para raja karena mereka tahu bahwa itu hanya suatu akal-akalan saja. Raja Sarkab percaya "ini terimalah Umarmaya.
- Sayalah yang melepaskan nadarmu semua. Dan badung saya harganya saja sejuta, intanya seratus lima puluh, jemerut dua puluh tujuh, mirah nilanya enam puluh."
- Raja Sarkab berkata lagi, "Kalau anda tidak bernadar, tentu tidak akan kuberikan, lebih baik kau minta reyal, empat ratus ribu kurelakan. Sebab wajib pula dapat melepaskan orang bernadar."
- Marmaya latah juga jawabnya, "Ya terima kasih, banyak mulut saya ini, sering tidak keruan." Lebih gemuruhlah gelak ketawa segenap para raja, karena mereka tahu Raja Sarkab dapat dikibuli yang dalam anggapannya sungguh-sungguh.
- Lalu mereka bersenang-senang, makan sepuas-puasnya, jam dua pagi baru bubaran. Wong Agung kembali ke istana dijemput oleh Retna Muninggar dan Sekar Kedaton yang menunduk dan menyembah,
- yang menimbulkan kerinduan. Maka diceritakan paginya. Tanda gendang gong berbunyi, gemuruhlah para perjurit dan para raja yang menggerakkan, dan menyiagakan barisannya.
- Begitu pula musuh pun sudah siap siaga, barisan telah membentuk lingkaran. Wong Agung Jayengpalugon sudah di atas kuda si Sekarduwijan, maju ke medan laga, bersesumbar memanggil musuh yang berani melawannya.
- Ketahuilah, saya Amir, anak dipati Mekah, tangguh dalam peperangan di seluruh bumi, termashur dan para raja seribu negara bersujud padaku.
- Yang ditakdirkan Hyang Widdhi untuk menggempur para raksasa di Jabalkab. Tumpas sudah semua raksasa. Yang sudah disebut lelaki. Ayo, mana para ratu yang gagah berani.
- Bahman menunduk berprihatin. Majulah Sang Kaja Bardian dengan menunggang gajah yang diselubungi ke bawah seperti bulu sayap burung merak. Setibanya di medan perang kelihatan seperti gajah hijau.
- Berpelengkapan perang sebuah salukun dan sudah berhadap-hadapan dengan Sang Amir. Sang Jayengmurti sabar bertanya, "Siapa namamu Sang Raja, dan di mana negrimu." Sang raja menjawab, "saya ini Raja Bardian.
- Negri saya di Kudari, saya raja lelaki dunia. Kedatangan saya di sini berpetualang perang. Anda yang saya tuju. Sebab apakah anda menaklukkan para raja.
- Apakah kau ini tukang tenung. Padahal kau ini tidak berbadan besar tetapi dapat menaklukkan para raja besar dan perkasa, tetapi raja yang bodoh, sampai kau ikat.
- Engkau belum dapat tandingan, seorang raja yang sakti seperti aku ini. Hayo lekas kau mulai apa yang ada padamu. Saya ingin mencicipi gadamu, saya ingin merasakan."
- Berkatalah Sang Jayengmurti, "Hai Bardian, ketahuilah, bukan caraku dalam peperangan mendahului menggada. Sebaiknya kaulah yang mukul aku dulu. Kalau sudah lengkap tiga kali baru saya membalas menggada."
- Tertawalah raja Kudari, "Kalau kau sudah kupukul jadi sayatak akan merasakan pukulanmu. Engkau tak mungkin dapat bertahan mendapat pukulanku, tentu rata dengan tanah."
- Wong Agung Menak menjawab, "Ayo lekaslah pukul saya. Kalau memang harus mati berkalang tanah itulah sudah takdir Hyang Widi. Kau jangan kawatir." Bardian latah menjawab, Terpaksa aku ingatkan engkau.
- Bahwasanya gada saya seberat seribu kati emas. Engaku pendek lagi kecil dan tungganganmu kuda. Tentu tak ada artinya, saya besar dan agung sedang tunggangan saya gajah."
- Wong Agung berkata manis, "Tak usah banyak lagak, laksanakan saja segera." Raja Bardian membentak, "Baik waspadalah," sambil memainkan gadanya dan dengan kuat-kuat menggada.
- Ditangkis oleh Wong Agung Jayengpalugon, tangannya pun tak tergetar. Ia membalas dengan perisainya, ditusuk dari depan ditendang Bardian terpelanting.
- Sudah jatuh dari gajahnya. Gajah digada hancur lebur campur tanah. Raja Bardian bangun hendak menggada, tetapi gada direbut oleh Wong Agung sambil pelan-pelan berkata,
- "Bertudunglah perisai besimu Bardian. Kau akan kugada dengan gadamu sendiri."
Bardian segera bertudung perisai besi. Wong Agung segera memukul kuat-kuat dengan gadanya.
- Hancur berkeping-keping perisainya mengenai kepala Raja Bardian yang juga hancur berserakan. Matilah Raja Bardian dan prajurit Arab bersorak gemuruh. Raja Dinawar dan Raja Parisdan menyaksikannya.
- Raja Puldrian berkata, "Hai sang Batara Hirman tak dapat di tandingi perang raja Arab ini kalau dilawan satu lawan satu, sangat berbahaya. Sebaiknya dikeroyok saja. Karena kalau perang tanding tak seorang pun dapat melawannya
- Prajurit Sarkab, Kudari, Kulsum dan Dinawar berjumlah sangat banyak. Tentunya semua mau mengeroyok membela rajanya yang telah gugur atau diikat (di borgol).
- Sentana para raja itu, tentu mau membela kalau ada perintah. Batara Hirman berkata, "Ya baiklah." Segera Sang Raja Puldrian Raja Sulbi, dan Raja Parisdan,
- memberi perintah kepada para dipati, yang rajanya telah di kalahkan, untuk mengamuk bersama mereka. Semua sepakat. Maka Sang Kakungingrat memanggil meminta musuh, sebab sudah lama tidak ada yang maju.
- Gerakan musuh tampak, barisan golongan satria dan punggawa sibuk menunggang kuda. Wong Agung melambai memanggil prajurit supaya serentak maju menumpas musuh.
- Si Laknat tak mau perang bertanding, tetapi mau perang amukan. Seluruh prajurit Arab, satria dan para raja segera menaiki tunggangan mereka, tak seorang pun mau ketinggalan.
- Seluruh para raja, satria dan punggawa yang bertunggangan kuda, gajah tapir, bihal (:kuda keledai), kuda nil dan keledai serentak beranjak. Serentak sorak dan serentak maju bagaikan langit akan roboh.
- Seperti gunung tumbang, hutannya digenangi air pasang lautan, bumi gempa, kacau balaulah medan peperangan. Karena barisan prajurit sama besarnya maka kedahsyatan pertempuran seolah-olah langit akan rapat dengan bumi.
- Gempa bercampur dengan perjurit yang diatas gajah perwira tujuh ratus ribu, kuda tujuh juta, perjurit darat tujuh bara. Kalau perwira penunggang gajah ada tujuh juta, kudanya tujuh bara.
- Kalau perwira penunggang gajah sepuluh juta, kudanya seratus juta, pasukan darat satu milyar, memang tak terhitung jumlahnya hanya Tuhanlah yang mengetahui.
- Mengetahui jumlah perjurit Islam dan Kapir yang berperang dan lamanya peperangan pada perang Bakdiatar dulu, maka kini segala-galanya berlipat ganda.
- Yang menjadi andalan perjurit Arab dan yang bertahta adalah Batara Muda Prabu Kobat Sarehas. Pendampingnya seratus kethi (:sépuluh juta). Berlaku sebagai pamong perang adalah Raden Maryunani.
- Yang menjadi pemimpin Sang Kakungingrat, banyak raja merupakan banjir lautan. Andalan musuh yalah raja besar Sang Prabu Hirman dan yang berbahaya yalah,
- Raja Puldrian dan Parisdan, raja Bahman jadi pemimpin. Dalam pertempuran, gajah bergumulan, kuda bertempur sambil meringkik, banyak sekali yang menemui ajalnya.
- Terlepasnya anak panah seperti hujan saja layaknya, bertempurnya pedang, bergemerincingnya cacap, beradunya alugora (: tombak pendek besar), suara sobeknya bendera, bertepuk-nya perisai, campur aduk menakutkan.
- Dahsyatnya pertempuran seperti akan kiamat, rebahnya gunung pasir gemuruh seperti membelah bumi, gunung-gunung seperti diguncang-guncang.
- Suramlah sinar matahari, debu mengepul-epul memenuhi bumi mengalirlah darah seperti tertiup angin bercampurlah debu dan darah dihembus angin lesus.
- Para raja semua ikut berperang. Lam dahur segera mengamuk bersama dengan para dipati dari Selan. Seratus ribu bertirai besi dan menunggang gajah berhias.
- Para raja Selan berkuda tujuh ratus ribu ekor. Kuda berperang sama kuda. Lamdahur mengamuk seperti gajah, entah berapa orang yang terbunuh olehnya, memedangnya seperti membabat ilalang saja.
- Seperti mengiris mentimun, dan yang dipedang seperti memotong pohon pisang di kebon pisang. Kaja Tamtanus dengan perajuritnya menjaga Maryunani dengan kuda berhias empat lakca perajurit.
- Berbaju baru berlapis bajalah para mantri Yunani bersenjatakan lembing tajam dan panah berseliweran. Mereka sangat mahir dalam peperangan mencacap kian kemari, memanah, menokok menguasai lawan,
- cara berperang prajurit Yunani seperti mencacap ikan tawar menginjak-injak cacing senggulung menyapu rayap. Sri Sayid Ibnu Ngumar dikelilingi ketujuh raja yang masing-masing berlaskar sejuta prajurit.
- Amukan Andan Bilis, Anjan Bilis, Ganji Manda, Ambilan Gaji Gaji Among Gora dan Gora Uktur Taruna memporak porandakan buas bergerombolan seluruh prajurit.
- Prajurit Raden Ibnujara putra Parangteja berjumlah empat laksa, dan Umar Yaman, putra raja kohkarib Banarungsid dan Pirngadi putra raja Serandil mempunyai banyak perwira.
- Tak dapat diceritakan jumlah prajurit Ambyah beserta seluruh para raja Puldrian, Parisdan dan Sulbi tak terbilang jumlahnya, para prajurit memenuhi medan laga.
- Mengamuk dalam perang tak takut menghadapi maut, hiruk-pikuknya peperangan huru-hara prahara. Gajah berserakan kuda mati dengan tiba-tiba.
- Banyak sekali bangkai kuda dan gajah, bihal (kuda keledai), tapir, keledai memreng, kuda nil, unta, adal-adal, banteng beratus-ratus ribu, jutaan seperti samudra darah yang sedang pasang.
- Sang Kakungirat mengamuk serabutan. Seperti banteng Karena kelincahan kuda si Sekarduwijan, maka sabetan pedangnya menguak-uak dan memenggal kepala para dipati.
- Banyak kematian bertimbun bertambah oleh Sang Jayengmuti. Satu hari penuh peperangan berlangsung, masih berebut tempat, bergelut berdesakan, malah sampai jauh malam.
- Semakin seru amukan lawan dan kawan, kematian merayap-rayap. Prajurit yang diterjang menjadi kebingungan. Demikialah yang diceritakan, Panji-panji Hirman, sebuah pusaka dari Medayin.
- Ia menerima dari Prabu Sarehas yang dahulu bertapa di laut dalam Kong Gedah. Setelah keluar ia lalu membuat panji-panji bertuah berprabawa, kalau malam bersinar seperti terang bulan.
- Selamanya kalau siang hari dislongsongi digalas dan dipayungi diikut sertakan upacara, kalau tidak ada kegiatan siang tidak ditutup rapat dalam selongsongnya, panji-panji itu sangat di sayang.
- Yang lainnya ketika Raden Kobat Sarehas dinobatkan menjadi raja. Eyangnya mendengar lantas mengirimkan sebuah panji-panji pustaka. Kobat Sarehas sudah diberi warisan.
- oleh Sang Kakek Batara Nasirwan, dan satu lagi di Medayin diberikan kepada Kaden Hirman. Sebuah pusaka dikibarkan panji-panjinya segera oleh Prabu Hirman, menjadi terang sepperti terang bulan.
- Sinarnya dapat menerangi empat ratus cengkal jauhnya, gembiralah para kapir oleh panji-panji Prabu Hirman. Sudah sama dengan terang bulan. Terperanjatlah orang Arab. Sang Prabu obat Sarehas.
- diberi tahu oleh mentri bawaan dari ibunda, orang dedongkot medayin yang bernama Seder, "Duhai, Gusti Sang Prabu Pekik raja jejaka abdi paduka memberi tahu.
- Prabu Hirman mengibarkan panji-panji wasiat oleh karena itu terang seperti ini. Harap paduka memasang juga panji-panji wasiat untuk menolong para hamba, sama seperti paman paduka prabu Hirman.
- Sebab pasangannya adalah milik paduka, harap segera dikibarkan." Segera diperintahkan untuk mengibarkan panji-panji wasiat, bercahaya matahari, terang benderang seperti bulan purnama. Gembiralah akhirnya orang-orang Arab.
- Prajurit yang tergilas dalam perang pergi mengungsi ke sinar panji-panji, berjejal-jejal para pengungsi yang masih sadar yang mengungsi ke tempat yang terang. Yang sudah lupa (tak sadar) mengamuk seperti orang mabuk, tak mempedulikan gelap dan terang, karena semangat berperang.
- Makin ngawur mengamuknya, karena Wong Agung mabuk dalam peperangan. Muntah-muntah baju bercampur darah, pegal tak berdaya tangannya saking banyaknya musuh yang dibunuhnya, hidungnya mekar dan air liur keluar dari bibirnya.
- Mahkotanya tergelingsir, kepala terkulai, ngantuk tidur di atas kuda, baju basah karena darah, membasahi pelana. Jayengmurti sangat mabuk, tidak ingat permulaan sampai akhir tak tahu utara, selatan dan timur.
- Tersorot oleh sinar terang Raja Bahman melihat Sang Jayengmurti bahwasanya ia sedang mabuk darah. Umarmaya sudah dipisahkan. Raja Bahman turun dari kudanya, sambil mengambil pedangnya, keluar ia di belakang Amir.
- Setelah dekat segera ia memedang dari belakang mengenai tepat di atas telinga, kagetlah Wong Agung sambil melonjak. Bahman telah berlari sambil menghapus kepalanya yang berlumuran darah, Wong Agung melongok-longok yang memedangnya namun tidak kelihatan.
- Bahman cepat larinya, jatuh bangun kemudian jatuh tersangkut gada, terbentur gajah terkena bangkai gading luka parahlah
- dia. Selanjutnya bersembunyi di belakang bangkai gajah sambil mengamat-amati tingkah laku Jayengmurti yang luka.
- Sang Jayengmurti membetulkan mahkotanya, mengokohkan dengan diikat, kemudian berkata kepada kudanya Si Sekar Diyu agar ia dibawa kabur keluar barisan. Kemudian ia pingsan terjungkal di atas kudanya.
- Sekar Diyu segera melesat, menerobos keluar barisan. Sang Raja Bahman melihat tingkah laku Wong Agung ketika terjungkal di atas kudanya, dikira sudah mati. Maka ia berangkat teratih-tatih sambil berteriak bahwa Ambyah mati.
- Riuhlah seluruh wadya bala mengetahui kabar bahwa Jayengnurti mati. Umarmaya kaget mendengarnya, beringas ia ketengah medan mencari Wong Agung tetapi tak dapat menemukannya. Lama mencari di antara mayat-mayat, tetapi tidak dapat menemukannya.
- Lama-lama mendapat bekas kaki Sekardiyu, ditelitinya ternyata sudah keluar dari barisan besar. Sampai pagi yang berperang telah bubar dan berkumpul dengan kelompok masing-masing, tidak ada barisan yang campur aduk.
- Orang Arab tidak masuk kota karena junjungannya belum diketemukan. Semua sangat susah dan semua bulu ekor kuda diguntingi yang menandakan bahwa bala Arab sedang sangat prihatin.
- Mereka mengerumuni Umarmaya dan menangisinya. Umarmaya berkata lantang, "Hal itu belum tentu. Itu hanya teriakan musuh yang mengira bahwa Jayengmurti telah terbunuh. Saya telah mencari di antara mayat-mayat itu, mayatnya tak kutemukan.
- Terganggu kedatangan bala Arab yang di belakang yang dipimoleh Wong Agung Parangteja. Pagi itu barisan bersama Umarmadi langsung menemui Umarmaya dan segenap para raja yang seluruhnya berbela prihatin.
- Bulu ekor kuda wadya Parangteja telah diguntingi. Orang bersuka hati karena kedatangan Raden Maktal dan bersusah hati karena Wong Agung Jayengmurti belum ketemu. Adipati Tasikwaja (: Umarmaya) manis berkata.
- "Hai Adinda Parangteja, Tinggallah di sini dan jagalah barisan ini. Layani musuh berperang dan sementara itu aku akan mencari kakakmu. Jejak Sekarduwijan akan saya ikuti dan akan saya teliti."
- Segenap para raja telah menghormat Umarmaya yang segera pergi. Tiap hari orang Arab dipimpin oleh Wong Agung Parangteja. Syahdan gantilah yang diceritakan."
- Jalannya kuda Amir setelah keluar dari medan perang melantur jauh sekali. Masuk hutan lebat di jalan tembus kecil, bingunglah Sekarduwijan. Jalan tembus diikuti sampai pada bukit Surukan. Sebuah bukit kecil yang bermata air. Jernih sekali aliran airnya.
- Jalan tembus melewati (menyeberang) parit, Sekarduwijan melihat air, berhenti minum. Wong Agung masih kokoh pingsan di atas punggung kuda. Setelah kenyang Sekarduwijan mau meneruskan perjalanan, menyeberang parit ke jalan mananjak bukit kecil, merosotlah Jayengmurti jatuh melintang ke parit.
- Seperti di bendung air tidak dapat mengalir. Air bendungan bercampur darah mengalir melalui badan Jayengmurti. Kudanya tetap berjaga di sebelah kakinya. Maka terceritalah bahwa di bawah bukit kecil itu ada sebuah desa yang namanya Mendang Surukan.
- Ada rumah hanya sebuah didiami oleh seorang janda miskin bernama Ni Umi Sahsiar. Ia mempunyai seorang anak lelaki yang pekerjaannya menggembala biri-biri. Biri-birinya hanya tujuh ekor. Sahdan si jaka Sahsiar waktu tengah hari sedang menggembala biri-birinya.
- Sampai di parit terkejutlah ia melihat bahwa parit mengalir darah. Sahsiar heran sekali dalam hatinya. Biri-biri di pinggirkan dan Sahsiar ingin mengetahui apa yang menyebabkan parit mengalir darah. Ia naik ke atas kagetlah ia melihat orang
- telentang melintang di parit, kelihatannya seperti orang terluka karena habis perang di tunggui kudanya.
- Sahsiar segera mendekat, mengamat-amati muka orang yang telentang di parit. Ternyata mukanya masih bercahaya. Sahsiar berkata dalam hatinya, "Kiranya seorang raja orang yang terluka ini. Baru habis berperang terluka dan pingsan, raja dari mana kiranya, apa berperang melawan wadya bala Jayengmurti." Setelah itu ia berpikir dalam hati.
- "Biar kubawa pulang ke rumah, kuobati kalau sembuh barangkali ada gunanya nanti, membalas budi kepada saya tentunya pada akhirnya. Dan kalau terlanjur mati tidak urung miliknya sekarang,menjadi milikku. Dan akan kukubur dan kubersihkan. Busananya banyak.
- Niat Ki Sahsiar akan berbuat kebajikan. Dalam hati tekadnya sudah bulat, maka ia segera mendekat memegang pinggang orang terluka bermaksud akan digendong. Tiba-tiba Sekarduwijan datang dan mendekam sambil meringkik. Sahsiar berhenti dan menoleh memperhatikan kuda.
- Kata hati Sahsiar, "Kuda ini tahu maksud orang, maka demikian tingkah lakunya hendak membantu mengangkat. Yang terluka diangkat lagi dengan menambah kekuatan. Kuda mendekam sampai tanah, Sahsiar dengan susah payah segera mengangkatnya dan dinaikkan ke punggung kuda.
- Kuda dibawa pulang ke rumahnya. Sampai di rumah terus ditempatkan di tempat tidur di bale-bale luar. Emaknya berkata,
"Nak siapa yang kau bawa ini?"
Sahsiar menjawab, "Ini orang terluka, jatuh melintang di parit. Saya kira ia seorang raja atau satria. - Baru saja berperang dan kini terluka, sampainya di sini dibawa kudanya. Sungguh sangat kasihan, oleh karenanya ingin kuo-bati. Sukur kalau dapat sembuh mudah-mudahan ada balas budinya. "Ya nak terserah engkau. Jadi saya saja yang menggembala kambing, engkau kan sedang menjaga."
- Kudanya menunggui di sebelah barat. Ki Sahsiar pergi mengambil obat, satu genggam. Segera obat dibungkuskan dengan kain, lalu busananya dilepaskan dan yang bekas darah dicuci terus dijemur. Perlengkapan prajurit disandingkan, demikianlah ulah Ki Sahsiar.
- Sekardiyu mau digiring, "Kau pergilah ke sana, ke tempat yang banyak rumputnya." Tetapi kuda tidak mau ditakut-takuti dengan tongkat maka Sekardiyu membuka matanya yang ada di dada. Sorot matanya seperti sorot mata raksasa, terbelalak lebar-lebar.
- Ki Sahsiar gemetaran melihatnya. Hebat sekali ini, kuda apa gerangan, kok demikian tingkah lakunya. Kalau demikian terserah kau sendirilah, kalau harus menjaga gustimu. Demikian sampai lengkap tujuh malam. Di kala sore hari emaknya datang dan pagi sekali ia sudah pergi menggembala kambing.
- Siumanlah Sang Jayengmurti setelah tujuh hari. Ki Sahsiar kebetulan ada di kebun. Wong Agung membuka matanya seperti orang bangun tidur, kaget mengusap mukanya dan kemudian bangun terus duduk. Ia heran karena seingatnya ia berada dalam medan perang, tetapi kini ia duduk di tempat tidur dan lagi di rumah desa kecil.
- Sekardiyu melihat junjungannya duduk meringkik menggaruk-garuk tanah memberi isyarat seperti suara memanggil. Ketika Sahsiar mendengar bunyi kuda segera pulang, karena sudah tujuh hari tidak terdengar apa-apa, namun kini kuda bersuara. Tiba di tempat ia mendapatkan Wong Agung duduk, ia mendekat dan menyembah.
- Sambil menundukkan kepalanya. Sang Jayengmurti pelan-pelan berkata, "Hai orang muda apa maksud tingkah lakumu kepadaku, serta siapa namamu." Sahsiar menjawab sambil menyembah, "Nama hamba Sahsiar, hamba seorang penggembala kambing dan desa ini bernama Bukit Surukan. Hamba orang hina dina."
- Diceritakan semua solah tingkahnya, dari awal sampai akhir, ketika mengangkatnya dari parit. Maka tersenyumlah Sang Jayengmurti, katanya, "Tetaplah engkau pada pekerjaanmu. Perbuatanmu terhadapku pasti ada pembalasan dari Yang Maha Kuasa karena engkau berbuat kebajikan.
- Tidak ada orang yang berbuat kebajikan dibalas dengan semena-mena, sebab sudah ada pepatahnya, kebajikan dibalas dengan kebajikan. Hai Sahsiar saya berhutang hidup, jangan kawatir, bersabarlah dulu, saya belum begitu sembuh. Kalau ada kambingmu seekor, buatkanlah bubur daging untukku.
- Biar segar badan saya." Sahsiar lalu menangkap seekor kambing dan disembelihnya. Segera dimasak menjadi bubur daging Setelah siap lalu disuguhkan kepada Sang Amir. Segera disantapnya, habis tujuh sendok Wong Agung lalu tidur. Sisa bubur sudah diambil daging kambing didendeng.
- Paginya Wong Agung berkata manis, "Sahsiar, kalau masih ada kambingmu, masaklah bubur lagi untukku. "Sahsiar menyembah menjawab, "Milik hamba hanya seekor. Kalau Emak masih punya enam ekor jumlahnya. "Wong Agung kaget lalu berkata, "Jika demikian panggillah emakmu agar bertemu dengan saya.
- Ki Sahsiar segera menjemput emaknya. Setelah tiba terus dibawa menghadap Wong Agung. Wong Agung berkata, "Hai Sang Umi Sahsiar, saya minta maaf, saya ingin kau jadi bibi angkatku untuk merawatku." Jawab Umi Sahsiar, "Baik anakku, semoga terkabullah,
- permintaanmu untuk dijadikan bibi angkat karena hamba orang hina dina, tak, pantas bergaul dengan orang banyak, tetapi terserah kehendak tuan."
Wong Agung pelan berkata, "Berapa jumlah kambingmu bibi?"
Dijawab enam ekor. - "Karenanya bibi berikan padaku dan masakkanlah bubur daging. Tiap hari seekor. nanti akan kuganti seekor dengan sepuluh ekor. Tujuh ekor kambing akan kuganti dengan tujuh
- luh ekor." Nyai janda berkata, "Jika demikian bibi ingin tahu nama tuan,
- agar enam ekor kambing ini saya serahkan kepada tuan." Wong Agung tersenyum dan berkata, "Baik bibi, nama saya Sayid Sami, masih saudara dengan Wong Agung Jayengrana yang bertahta di negara Kaos, satria bawaan dari Arab."
- Lapanglah hati sang janda mendengarnya. Kata hatinya, "Ini adalah santana Wong Agung yang memerintah ini, Sang Kalana Jayengsatru, patuh dan sayang pada anak buah, suka memberi ampun." Sang Janda segera pergi mengambil keenam ekor kambingnya dan diserahkan kepada Wong Agung.
- "Anakku Sayid Sami, terimalah enam ekor kambing ini, terserah kehendakmu saja." Wong Agung pelan berkata, "Baik bibi, Sahsiar masaklah bubur daging bagiku, tiap hari seekor, biar segar badanku Sahsiar." Sahsiar mengerjakannya dengan cinta kasih.
- Sahsiar setiap pagi menyembelih seekor kambing dimasak bubur daging yang disantap oleh Wong Menak. Begitulah berulang sampai empat malam dan kemudian sang janda manis berkata,
- ”Anakku Sayid Sami, makanlah juga sayuran. Biar esok saya masakkan sayuran buat menyelingi makan kambing, sebab anda baru sembuh dari sakit, nanti dapat kaget badanmu nak, sebaiknya dikurangi sedikit demi sedikit.”
- Berkatalah Raden Sayid Sami, ”Baik Bibi, terserah bibi agar cepat enteng badan saya.” Karena badannya diberi param dan setiap matahari terbenam dihirup-hirup.
- Luka-luka sudah pada menutup, badan hampir pulih kekuatannya. Nyai Janda pelan berkata, "Sayid Sami anakku, sebaiknya kau bermain-main di luar bangunan, lihatlah angkasa bebas.
- Ya, Raden Sayid Sami jangan kecil hatimu. Itu membantu mengentengkan badanmu, asal kena sinar.” Wong Agung tersenyum menurut, keluar ke halaman untuk mencari hawa segar.
- "Hai anakku Sayid Sami, kalau sudah dapat ke halaman tingkatkan lagi pergi ke kebun, tentu akan mempercepat kesehatan badanmu.Wong Agung menjawab. ”Ya, Bibi Bibi demi sedikit badanku masih baru sembuh.”
- Anakku Sayid Sami, suruhlah kudamu, makan rumput di ke-bun dan di luar desa yang banyak rumputnya. Selama anakku sakit dia belum mau makan.
- Selalu menjaga anda, amboi kuda apa itu. Beri tahu saya sebab belum ada di dalam negara ada kuda yang mirip dengan dia. Saya belum pernah mendengar ada kuda yang dapat mengerti seperti manusia.”
- Berkatalah Raden Sayid Sami, Bibi itu kuda tunggangan Ja-yengpalugon. Kuda itu anak raksasa dari gunung Jabalkab, ibu-nya peri.” Manggut-manggutlah Nyai janda.
- Semakin mantaplah hatinya untuk mengaku anak Sayid Sami. Ketika ia berdua dengan anaknya, berbisiklah ia, "Nak, tamu-mu itu sungguh-sungguh seorang santana dari Wong Agung Ka-kungingrat.
- Dan mengenai kudanya ini, menurut keterangannya, suatu pin-jaman dari Jayengpalugon, dan sesungguhnya kuda itu anak raksasa dari Jabalkab. Teruskanlah pengabdianmu, karena nyatanya dia masih seorang bangsawan.”
- Ketawalah Raden Sayid Sami. Konon Ki Umarmaya. Melantur-lantur langkahnya, masuk ke dalam hutan lebat. Melihat ke u-tara selatan dan timur, tampak pada Umarmaya sebuah jalan lurus.
- Diikuti jalan itu, tetapi lagi-lagi buntu. Berkesimak Ki Umar-maya sambil berpegangan tangan di belakang. Ia berjalan sam-bil mengantuk. Tekad hatinya Ki Umarmaya sukur hidup atau mati. Ia lama berjalan,
- Terbentur kayu bangun berjingkraklah Ki Umarmaya, berhen-tilah ia, melihat ke utara dan barat terlihatlah ada jalan tem-busan bersih bekas dilewati. Selanjutnya ia melihat air dalam parit yang bersih berasal dari sendang.
- Diikuti jalan itu sampailah ia ke bukit. Ada jalan berkelok-kelok menuju ke bukit itu. Maka Sang Tasikwaja ingin tahu selanjutnya tentang bukit itu.
- Sampai di tepi bukit itu tampaklah sebuah rumah. Pohon kelapa masih kecil belum ada buahnya. Di luar kebun ada seekor kuda sedang merumput.
- Umarmaya segera mendekat. Ia berharap-harap, dan menduga-duga, sebab kuda itu seperti Sekar Duwijan. Sekar Duwijan melihat kedatangan Umarmaya lalu menyongsongnya.
- Berhentilah Sekarduwijan merumput. Ia mengetahui bahwa orang yang datang itu sesungguhnya Umarmaya. Maka meringkiklah Sekar Duwijan menyambut Umarmaya sambil membantingkan kepalanya di tanah.
- Lega hati Umarmaya karena kuda itu benar-benar Sekarduwijan yang berjalan pulang, sambil menoleh dan mencibiri Umarmaya. Umarmaya mengikuti Sekarduwijan dari belakang.
- Sampai di rumah Sekarduwijan meringkik-ringkik, suaranya seperti memberi isyarat bahwa Umarmaya yang datang. Keduanya sama-sama terperanjat. Umarmaya cepat lari mendekat dan merangkul kaki Wong Agung sambil menangis.
- Wong Agung segera turun dan merangkul Umarmaya. Lama mereka berpelukan dan sesudahnya mereka mengatur duduknya. Dipati Tasikwaja mengeluarkan makanan yang lezat-lezat dari kantung guni.
- Mereka lalu makan bersama. Senanglah Sang Kakungingrat, seperti pesta hari raya, karena di gunung tidak ada makanan yang enak, baru setelah Umarmaya tiba, berjumpalah Wong Agung dengan makanan negara.
- Umarmaya berdatang sembah "Marilah segera pulang, sebab seluruh para raja sangat bersedih, mereka tidak makan dan minum seharian mereka menangis.
- Dan pula Sang Permaisuri, kedua-duanya hanya menangis. Muninggar dan Sekar Kedaton tidak makan dan tidak tidur.” Berkatalah Wong Agung,” Kakang, saya masih lemah engkau sajalah yang mendahului.
- Bagaimana kabar para raja-taja apa masih ramai berperang.” Sang Tasikwaja menjawab, ”Ya masih tetap, setiap hari mereka ramai berperang, belum reda-reda, bantuan musuh banyak datang.
- Tetapi adik tuan, adinda dari Parangteja datang lengkap dengan tentaranya, bala bantuan dari para raja di Mekah pun datang maka agak dinginlah, musuh pun tahu diri.”
- Wong Agung berkata lagi, "Sudahlah Kakang, lekaslah kau pulang dan laporkanlah kepada Yayi Muninggar dan Sekar kedaton.” Berpamitlah Umarmaya, terus menepis betisnya, lepaslah Sang Umarmaya.
- Di perjalanan tidak di ceritakan. Umarmaya sudah sampai dipertemuan bala tentara yang lagi berhadap-hadapan dalam peperangan. Umarmaya menari-nari, terperanjatlah para raja. Segera Umarmaya dikerumuni para raja yang menanyakan kabar. Umarmaya mengabarkan bahwa Wong Agung masih hidup.
- Beliau ada di bukit di Mendang Surukan. Lukanya sudah sembuh hanya masih lemah badannya. Maka para raja-raja menyuruh para juru kendang semua untuk memukul tetabuhan yang memberi isyarat bahwa usailah keprihatinan mereka.
- Sudah lega mendengar berita, maka Umarmaya berkata lembut ”Hai para raja satria dan para bupati, siapa yang ingin menjenguk Wong Agung, saya silakan. Saya yang akan menunggu barisan.” Segera Raden Maryunani naik kuda.
- Berangkat dengan pasukan berkudanya. Lamdahur sudah naik gajah, dan seluruh para raja berdesak berebut dulu. Konon Ki Umarmaya sudah masuk ke istana bertemu dengan kedua raja putri, melaporkan bahwa Sang suami berada di Surukan.
- Riuhlah di dalam istana. Yang menahan prihatin kini suka membuka pintu lebar-lebar. Retna Muninggar lembut tuturnya, "Hai adinda putri Mesir, marilah kita segera menyusul ke bukit Surukan, jangan ada yang naik gajah. Saya naik gajah biar cepat.”
- Sibuk siap sedia berangkat, ratu Muninggar dan Sekar Kedaton sudah naik gajah mempercepat jalannya. Para hamba dan pe-
- ngasuh istana semua berkuda. Anak buah Muninggar sejumlah empat ribu orang semua naik kuda.
- Konon di ceritakan bahwa semua yang sudah mendahului, yalah para putri dan para raja sudah sampai di batas hutan. Tetapi di sebelah selatan bukit di tempat dukuh gemuruhlah suara kuda dan gajah. Ki Sahsiar dan ibunya takut hatinya.
- Ketika Umarmaya datang, Sahsiar kebetulan tidak ada dan ibunya sedang menyiapkan sayuran untuk dihidangkan kepada Sayid Sami.Sekarang mereka tergopoh-gopoh datang di hadapan Sayid Sami sambil berkata, *Duhai anakku Sayid Sami, ada pasukan kemari banyak sekali jumlahnya.
- Mungkin itu musuh.” Berkatalah Raden Sayid Sami,”Bibi, rasanya bukan musuh. Mustahil mereka tahu di sini, tapi walaupun demikian, ya nasib kalau memang benar-benar musuh. Ke mana harus mengungsi, sakit dan mati tak dapat kita tolak.”
- Nyai Janda perlahan-lahan ujarnya, ’’Hai Sahsiar, anakku, jagalah kakakmu.” Sahsiar berjaga tidak jauh. Konon yang datang dahulu ialah Maryunani dan Lamdahur, beserta Sang raja Yunan dan Prabu Umarmadi dengan kerabatnya.
- Masuk ke dalam terus menyembah sambil menangis merangkul kaki. Gemuruhlah para raja dan Raden Maryunani. Sesudah berbakti mereka duduk menjauh dengan sikap sangat hormat. Tak lama kemudian gemuruhlah suara kedatangan Muninggar dan Sekar Kedaton.
- Kedua ratu telah turun dari gajah dan bergopoh-gopoh masuk ke rumah terus merangkul kaki sambil menjerit. Banyak keluhan Sang Ratu Medayin dan sesambatnya Ratu Putri Mesir. Nyai Janda sangat menyesal.
- Bahwasanya ia tidak menyangka sama sekali bahwa itu adalah Jayengmurti. Pengakuannya ia seorang ksatria dari Jayengmurti dan bernama Sayid Sami: Sebenarnya semua itu tidak benar. Wong Agung Kakungingrat pandai sekali melindungi. Nyai jan-
- da sangat ketakutan dan tak berani mendekat.
- Dan juga Sahsiar tertegun dan tak dapat mengucap, hanya tercengang-cengang tingkah lakunya. Kian banyak raja-raja yang datang, bergantian berbakti. Sahsiar dan ibunya ingin menjauh tetapi tak diperkenankan, harus tetap dekat di hadapan Sang Kakungingrat,
- dan membelakangi para raja Wong Agung berkata lembut, ”Hai segenap para raja, kami ini berhutang hidup kepada Sahsiar ini yang kami aku sebagai saudara. Ibu Sahsiar kami aku sebagai bibi, berilah apa-apa pada mereka sekuat dan seikhlas kalian.
- Dan ini juga berlaku bagi kedua permaisuri kami. Demikianlah perintah kami. Retna Muninggar berkata, Bibi teruskanlah juga kau berbuat kebajikan, saya juga mengaku engkau bibiku.” Duduk rungkuhlah Nyai Janda. Berkata pula Sang Ratu Putri Mesir, Aku juga mengaku engkau sebagai bibiku.”
- Kedua ratu dan para raja menunjuk utusan untuk mengambil harta benda. Utusan kedua ratu ini yang datang lebih dahulu, membawa tujuh ratus pikul dinar. Pemberian Muninggar tujuh puluh juta dan dari putri Mesir empat puluh juta.
- Selain kain untuk pakaian, pemberian Sang putri terdiri dari intan dan pakaja, mutiara, nila dan biduri. Utusan para raja ada yang sudah datang dan ada yang belum. Pemberian yang sudah datang pemberian para ketua raja masing-masing seratus wanita dan pria.
- Pasukan bersenjata di luar harta benda kuda onta dan keledai beserta penggembalanya. Sesudah tujuh hari maka pemberian para raja mencapai laskar empat puluh empat ribu orang.
- Wong Agung berkata lembut, ”Sahsiar kami angkat menjadi Mantri seperti mantri-mantri semua.” Syahdan tidak henti-hentinya para raja yang datang belakangan tiap hari, bahkan yang tidak diundang pun berdatangan seperti berkaul terhadap Gustinya.
- Ada yang memberi laskar pria maupun wanita, masing-masing dua puluh limaan atau sepuluhan, dan lagi berupa harta benda tidak ada putusnya tiap harinya. Disongsong oleh para raja segala mas intan dan pakaian indah-indah, serta perlengkapan perang dan alat perkakas negara. Seperti mimpilah Sahsiar dan ibunya.
- Setelah tujuh hari lagi pada waktu dihitung maka Sahsiar sudah mempunyai seratus ribu orang bawahan, baik laki-laki maupun wanita. Harta benda mengalir ditumpuk menggunung. Wong Agung bersabda kepada semua raja, "Laskar Sahsiar semakin bertambah bertumpuk-tumpuk bahkan para dipati dan satria semua ikut bernadar.
- Dan sekarang Sahsiar kami angkat menjadi Bupati di bukit Surukan. Laskarnya sekarang sudah mencapai seratus ribu.” Dalam tujuh hari lagi pemberian para raja semakin bertambah bertumpuk-tumpuk, bahkan para dipati dan satria semua ikut bernadar.
- Setelah sepuluh kari dan dua kali tujuh hari dihitung lagi Laskar yang datang yang mencapai jumlah empat ratus delapan puluh delapan ribu delapan ratus. Harta benda tambah menggunung, demikian alat perkakas negara. Ki Sahsiar sudah diangkat menjadi raja.
- Kalau semisal dibandingkan, yang diutarakan oleh si ahli cerita, Bukit Surukan sekarang dengan negara Tarkis, dibandingkan kesejahteraannya, Surukan menang harta bendanya, karena Sahsiar sudah menjadi raja.
- Karena besarnya anugrah dari Sang Surayengbumi, ibu Sahsiar diberi nama Umi Sultani yang berarti Ibu Ratu. Ramailah dalam satu bulan, Mendang Surukan menjadi negara lengkap dengan peralatan perangnya.
- Kalau dibandingkan kekayaan Prabu Sahsiar dengan kekayaan empat puluh raja pedagang yang berdagang selama empat puluh tahun masih juga unggul kekayaan Prabu Sahsiar yang beristana sedang-sedang saja.
- Tidak jauh ketinggalan dan tidak pula jauh kelebihannya kalau dibandingkan dengan para raja kebanyakan berbala tentara empat ratus ribu orang dan yang delapan puluh delapan ribu merupakan perjurit. Sudah kesohor di penjuru jagat raya kalau seorang gembala kambing di angkat menjadi raja oleh Sang Kakungingrat,
- bernegara di Bukit Surukan. Konon Sang Jayengmurti, upeti dari para raja sudah semakin jarang. Wong Agung Jayengmurti menghadiahkan kambing tujuh puluh ekor lengkap dengan gembala dan uang tujuh juta sebagai ongkos membuat kota.
- Menjadi raja sahabat Wong Agung Jayengmurti. Kedudukan Prabu Sahsiar tidak perlu menghadap kalau tidak dipanggil. Ia dijadikan saudara dan dimanjakan, singgasana dengan segala perlengkapannya dihadiahkan. Setelah itu pamitlah Sang Kakungingrat.
- pulang ke negara Kaos diiringi seluruh perjurit. Tidak diceritakan perjalanannya. Sampailah di tempat barisan, maka kedua istrinya disuruh terus ke istana, sedang Wong Agung ke medan perang dan sudah bertemu dengan para raja yang ditugaskan menjaga barisan.
- Para raja berbakti merangkul kaki. Konon Sang Jayengmurti bersinggasana di bangunan teratak, dihadap oleh para raja. Salah seorang perjurit menyembah berkata, Gusti, bantuan musuh yang datang atas undangan Jobin dan Raja Bahman belum berhenti.
- Juga adik paduka Prabu Batara Hirman, membawa banyak bantuan. Wong Agung berkata pelahan, "Menurut pendapatku sekarang semua para raja harus berganti muslihat perang. Gunakan siasat perang Sulupi Yatin. Bagaimana pendapat adinda Parangteja, Kakak Tasikwaja, anakku Maryunani dan semua para raja pemuka.
- Semua ditawari siasat perang Sulupi Yatin. Barisan dibagi tiga. Kalau menyerang bersiasatlah Arbangupi Yatin, kalau tidak suruhlah para perjurit beristirahat.
- Bersiasatlah Asnapiat, kalau menyerang Sulupi Yatin. Dan yang memimpin barisan itu yalah Adinda Parangteja. Kakak Umarmaya dan Umaryunani. Kalau menjadi tiga orang tiga itu yang berkuasa.
- Kalau jadi Arbangupiat, masuklah Prabu Serandil. Kalau jadi Kamsatupiat, masuklah Prabu Marmadi. Kalau jadi Sabtahupu Yatin, masuklah Adinda Tamtanus, Maka ingat-ingatlah semua, Sulupiat itu awalnya dan Maktal, Maryunani dan ketiga Marmaya yang berkuasa.
- Kalau menjadi imam barisan maka Sang Prabu Yunanlah yang berkuasa mengatur barisan. Semua sudah mupakat seluruh para raja Sulupiat didahulukan, para raja di bagi tiga. Maktal dan Maryunani masing masing mendapat dua ribu orang raja.
- Yang bersama Ki Umarmaya yalah raja-raja Kohkarib. Yang bersama Raden Maktal Prabu Lamdahur dari Serandil. Yang bersama Maryunani yalah Sang Prabu Tamtanus. Kalau sama-sama menyerang tiga bagianlah bersama-sama, membawa dua ribu orang raja masing-masing.
- Bendera yang rusak semua sudah diganti, keenam raja itu yang berkuasa dalam peperangan. Para raja yang dibagi enam itu, yang ke enam adalah Maryunani. Semua sudah diberi tandha mengenai maju mundurnya barisan yang terdiri dari satria dan punggawa.
- Tanda dari Umarmaya, kalau ia membuang topongnya, barisan segera memecah. Tanda dari Maryunani, kalau ia membuang panah barisan akan memecah. Tanda dari Wong Agung Parangteja, kalau bendera di plintir maka barisan memecah.
- Dan musuh yang dituju sudah pula di bagi-bagi. Raden Maktal mendapat musuh Prabu Hirman, Umarmaya-Prabu Jobin, dan Raden Maryunani mendapat musuh Raja Bahman. Semua pemikiran sudah menjadi keputusan, maka Wong Agung lalu bersenang-senang sampai jauh malam.
- Sekarang yang diceritakan Raja Bahman, Raja Jobin, Pularian, Sulbi, Parisan serta seluruh para raja telah mendengar kedatangan Sang Jayengmurti dari Bukit Suruhan. Berkatalah Sang Raja Jobin "Kalau besok keluar, hendaknya diserang beramai-ramai.
- Dari dulu mula orang Arab tak dapat di lawan kalau tidak dengan tipu muslihat. Biasanya berhasil seperti perang Bakdiatar dahulu. Kalahnya dengan cara dikroyok. Begitu pula perang Pademis. Sebaiknya dengan tipu muslihat. Begitu pula pendapat Raja Bahman dan prabu Hirman.
- Malam harinya tidak di ceritakan, maka yang di ceritakan pagi harinya. Tanda perang berbunyi, gendang, gong, gumang, dan beri dipukul bertalu-talu tak berhenti-henti. Barisan Arab keluar seperti laut banjir, mengalir ke mana-mana, merah seperti gunung kebakar.
- Wong Agung sudah menduduki singgasana. Batara Kobat Sarehas duduk di amparan emas, berderet para raja duduk berkeliling. Konon Sang Prabu Hirman Raja Bahman Raja Jobin, Raja Sulbi, dan Raja Pularian terus berkibas-kibas.
- Sudah lengkaplah perlengkapan perang di tempat dan sudah siap sedia. Orang kapir tanpa hitungan jumlahnya. Tengara berbunyi ramai sekali seperti bumi ini terbelah, riuh gemuruh guntur-mengguntur, musuh dan kawan, perkasa dan penuh keberanian, masing-masing tak mau mundur selangkah pun.
- Sudah siap muslihat perang barisan Arab, yalah Sulupi Yatin. Sudah memecah menjadi tiga barisan, Umarmaya, Raden Maktal dan ketiga Raden Maryunani. Sedang Wong Agung Jayengmurti bertempat.
- di belakang Satria Parangteja. Semua putra raja duduk menghadap Sri Batara Prabu Kobat Sarehas, yang bertempat di belakang ayahnda. Ketika musuh menyaksikan
- semua kaget karena orang Arab membuat muslihat perang Sulupi Yatin, hingga waktunya sangat mepet kalau ingin mengimbanginya. Wong Agung segera memberi perintah agar segera menyerang menerjang dulu.
- Tidak akan berdosa dan mengurangi kejantanan kalau mendahului menyerang orang yang curang. Segera tentara Arab menaiki kuda gajah dan semua kendaraan.
- Umarmaya, Maryunani dan Raden Maktal bersamaan memberi aba-aba untuk segera menyerang. Semua menyambuk kudanya. Para raja punggawa satria dan para mantri semua maju perang.
- Sangat gemuruhlah sorak-sorai yang dibarengi dengan penerjangan ke dalam barisan tentara Kapir untuk bertempur. Setelah perang berkecamuk Raden Maktal segera memilin bendera sebagai tanda barisan memecah.
- Sudah menyerbu Lamdahur dengan bala tentaranya. Raden Maryunani telah membuang panah. Tamtanus segera memecah, membawa barisannya ke kiri. Raden Umarmaya sudah melempar topong ke atas.
- Umarmadi sudah memecah barisannya. Barisan orang Arab sudah meluas dan melebar, menembus merebut tempat. Sangat ramailah pertempuran, seperti angin topan yang meniup ganas.
- Campur dengan gempa bumi yang membuat orang porak-poranda berebut tempat, yang lari jauh kembali. Demikianlah ulah para raja dan para punggawa, menumpas menyerang ke kanan-kiri, berpijak dan menginjak mayat bertumpang tindih.
- Gemuruhlah berseliweran segala yang melayang. Lepasnya a anak panah, mengkilatnya pedang, bersinarnya matahari bertebaran tanpa belas kasihan di dalam peperangan, berhamburan kian-kemari, sangat menggelisahkan.
- Dahsyatnya perang seperti memecah angkasa, bumi bergerak-gerak gunung bergoyang-goyang, seperti akan roboh karena dahsatnya orang berperang, bertempur dekap-mendekap, ramai berganti mengalahkan.
- Lupa saudara, gusti lupa abdi, abdi lupa gusti, anak lupa bapak bapak lupa anak, di mana-mana suara tangis, banyak kuda dan gajah mati terpelekuh.
- Amukan tentara Arab seperti amukan sejuta raksasa yang marah, yang bergerak mencari umpan, haus akan lautan darah. Raja Puldrian gugur dipukul bindi oleh Raja Selan.
- Raden Maktal berperang dengan Raja Parisdan, ramai pedang memedang, mungkin sudah menjadi kehendak Hyang Widi bahwa jalan peperangan sudah rusuh.
- Campur baur, tetapi tidak ada yang berperang desak-mendesak antara orang desa melawan punggawa, mantri melawan para raja, mereka berperang seperti diatur, raja melawan raja, mantri melawan mantri.
- Walau tidak disengaja, tetapi para satria bertemu dengan para satria, para raja bertemu dengan para raja. Diceritakan yang sedang perang tanding, Raja Parisdan memedang bertubi-tubi
tetapi ditangkis dan tidak mengenai sasaran.
- Bertanyalah Wong Agung Parangteja, "Orang apakah kamu itu, demikian rusuh caramu berperang, raja atau satria." Raja Parisdan menjawab, "Saya adalah seorang raja, Kalsum istana saya.
- Kamu itu seorang raja atau seorang satria." Raden Maktal menjawab, "Katakanlah raja, memang saya seorang raja. Kau mengira saya satria, ya memang saya seorang satria.
- Negara saya Ngalabani." Sang Parisdan dengan suara keras berkata, "Mari balaslah." Segera Raden Maktal memedang Raja Parisdan. Perisai Parisdan terbelah dua, begitu pula kepalanya,
- juga dada dan perutnya, sampai kepelana kuda dan kudanya ikut terbelah dua. Raja Parisdan terbelah dua. Umarmaya kaget melihat Raja Dinawar menghilang, tidak kelihatan.
- Banyak perjurit Arab mati, terbunuh oleh raja negara Sulbi, ialah Raja Dinawar. Umarmaya, segera memakai topong dari Ngajerat, maka sesaat kemudian ia tak kelihatan.
- Ia menghunus kanjar (senjata tajam) dan Raja Dinawar putus lehernya. Segera Marmaya mengamuk dengan kanjarnya. Karena orang Kapir yang memulai perang bauran, maka Marmaya yang membalas, katanya,
- "Rasakan kalian yang memberi pinjaman kepadaku." Marmaya mengamuk dengan kanjarnya. Karena ia tidak terlihat maka banyak raja dan dipati yang terbunuh oleh Umarmaya.
- Tak dapat dielakkan jumlah kematian, tak dapat kalau diusahakan, hanya Walla hualam. Tuhan yang mengetahui jumlah kematian. Musuh lari kecuali yang sudah terbunuh.
- Raja Hirman dan Sang Jobin lari lebih dahulu, disusul oleh Bahman. Raden Maryunani melihat segera menggertak kudanya mengejar Raja Bahman yang segera menyemeti kudanya.
- Dengan gesitnya Raden Maryunani mengejar Bahman, tetapi menginjak Patih Bestak sampai lemas, tetapi Raden Maryunani tidak ingin membunuh Patih Bestak, hanya Bahman yang dituju.
- Raja Bahman ke mana pun pergi, ia selalu diikutinya. Kadang-kadang kelihatan kadang-kadang tidak. Kalau ada yang melindungi Raja Bahman dibabatlah oleh Maryunani. Tetapi kalau rakyat biasa dibiarkan.
- Di sepanjang perjalanan, Raden Maryunani banyak menangkap anak buah Bahman. Para satria yang menyerah diberi ampun. Para satria pengikut Maryunani di sepanjang jalan selalu membunuh.
- Yang menyerah dan minta hidup selalu diberi ampun. Di sepanjang jalan orang-orang Arab menjarah rayah. Hirman dan Jobin sudah jauh di depan berkumpul dengan rakyat kecil.
- Hanya Raja Bahman yang dikehendaki oleh Raden Maryunani. Begitu dari kejauhan Bahman tampak, walaupun samar-samar Kalisahak kudanya, disabet dan Bahman sudah didekati.
- Setelah tersusul Raja Bahman diteriaki, "Hai, Bahman, kamu itu raja atau anjing. Kok selalu bikin gara-gara, tidak teguh dalam peperangan. Ayo berhentilah." Maryunani berkata demikian sambil melewati Bahman.
- Raja Bahman berhenti sambil menghunus pedangnya. Pengawal yang berjumlah dua puluh orang dan yang selalu mengikuti, sekarang memisahkan diri jauh-jauh. Bahman segera menebaskan pedangnya yang telah ditahan dengan perisai besi.
- Ditangkislah tebasan pedang Bahman dan segera dibalas. Perisainya terbelah, rantaslah leher kuda dan matilah kuda itu. Raja Bahman jatuh terbalik.
- Dengan susah payah bangun kembali dan menerjang dengan pedangnya. Rantaslah Kalisahak dan matilah kuda itu. Raden Maryunani meloncat menyusul Bahman yang ditebasnya dari belakang.
- Wadya Maryunani banyak yang datang, dan Raden Maryunani tetap menangisi kudanya. Ia ingat lalu pergi ke tempat Bahman dan betis yang kiri pun dipedang putus, "Matilah Raja Bahman".
- Betis kanannya putus dipedang dan Bahman menjatuhkan diri menangis. Ia tidak dapat berjalan karena putus betisnya. Raden Maryunani kembali ke tempat Kalisahak (kudanya) sambil menangis.
- Begitulah nasib si Bahman yang tidak tahu budi baik dari orang tua Maryunani. Dipenggallah kepala Bahman untuk dipersembahkan kepada orang tua Maryunani.
- Ketika wadya yang membawa kepala Bahman, mau berangkat datanglah Sang Amir, menyusul putranya. Terlihat banyak raja ada di situ, maka turunlah Sang Amir dari kudanya diikuti oleh barisan pengiring yang berkuda.
- Kemudian kepala Bahman diperiksa. Wong Agung berkata "Sangat sayang raja ini, dia gagah perkasa, tetapi mempunyai cacad kurang budi.
- Tidak ada kepercayaan, dan kurang dapat bicara. Dan kuda ini si Kalisahak, seribu sayang. Karena ini warisan dari leluhur saya, Nabi. Ishak. Di mana saya mendapatkan penggantinya?"
- Wong Agung menangisi kudanya, dan ia sudah memerintahkan kepada para prajurit untuk membawa mayat kuda ke negara Kaos dan menguburnya di sana serta diberi nisan sekali.
- Maka seluruh prajurit Arab, baik satria maupun para dipati, yang dalam peperangan mengejar-ngejar musuh selama satu setengah hari, memperoleh kemenangan.
- Dan banyak pula yang mendapat jarahan boyongan dan penggalan kepala raja ataupun kepala satria, yang kesemuanya akan di serahkan kepada Wong Agung.
- Maka sang Amiril Mukminin telah bertemu dengan para raja yang mengejar musuh. Raja Hirman dan Raja Jobin sudah ketahuan mengungsi ke Kaswiri pada Raja Sangjahur.
- Sang Jayengmurti bersama seluruh wadya pulang ke negara Kaos Berpesta pora dengan seluruh wadya. Selama berperang baru kali ini mengalami banyak prajurit terbunuh, dan jauhnya pengejaran.
- Negara Kaos sudah tentram kembali aman dan damai. Musuhnya yaitu Raja Hirman dan Jobin sudah mengungsi jauh ke negara Kaswiri, maka perkara lain yang diceritakan.
- Bercerita kembali pada waktu Wong Agung masih terluka di bukit Surukan. Ia dijaga oleh para jin dari Ngajrah yang bertugur siang malam.
- Tetapi tak seorang pun dapat melihatnya. Ada salah seorang jin pulang ke negaranya, memberi tahu kepada rajanya, Sang Prabu Sapiri, bahwa putra Sang Prabu,
- mengalami cidera dalam peperangan, yaitu terluka dan terpisah dengan bala tentaranya. Ketika Dewi Ismaya dan Kuraisin mendengarnya, sangat susahlah hati mereka.
- Dewi Kuraisin mohon pamit sang kakek dan ibu karena ingin pergi mengunjungi ayahnda mengikuti ibunda. Dan segera memerintahkan para wadya jin yang akan ikut serta.
- Sadatsatir dan Patih Sanasil membawa para raja dan barang-barang lain serta bermacam-macam buah-buahan, yang lezat-lezat yang dimasukkan dalam pikulan.
- Pada pagi harinya kira-kira dua juta jin dengan para rajanya, yang diserahi membawa buah-buahan, harus sudah siap. Dewi Kuraisin segera membunyikan tanda berangkat.
- Lengkap peralatan perang seperti orang mau berperang saja, itulah solah tingkah wadya perjurit Dewi Kuraisin ditambah dengan perjurit dari ibunda.
- Perjurit Dewi Kuraisin berjumlah satu juta dipimpin oleh Sang Paman Sadatsatir. Dan wadya ibunda dipimpin Patih Sanasil, tak terhitung jumlahnya.
- Dewi Ismaya mendekat ramanda untuk berbakti dan begitu pula Dewi Kuraisin. Raja Ngajrak pelan berkata, ”Ismaya anakku baik sekali,
- kalau kau mengunjungi suamimu bersama anakmu, Karena itu sudah wajibmu dan lagi suamimu Amir itu adalah orang tersohor di dunia.
- Setelah anak dan cucu bersembah bakti, serta para perjurit sudah berangkat, maka duduklah kedua putri di singgasana, yang diterbangkan oleh para putri jin peri dan perayangan.
- Banyaklah para putri jin pembawa itu, penuh mengelilingi singgasana, didahului dan diikuti oleh barisan yang lengkap persenjataannya.
- Perjurit jin putri berjumlah dua puluh lima juta dan tek boleh berjarak jauh satu sama lain, sehingga-merupakan awan yang membawa keteduhan. Surukanlah yang menjadi tujuannya.
- Ada prajurit yang melapor kepada Dewi Kuraisan, bahwa ayahnda sudah pulang ke negeri Kaos yang sedang ramai ada
- peperangan. Yang merawat ayahnda waktu masih sehat adalah anak seorang janda miskin, tetapi sudah diangkat menjadi Raja.
- Bukit Surukan, yang dirajai oleh Prabu Sahsiar sekarang menjadi kerajaan besar. Sang Dyah Ismawati memanggil Patih Sanasil. Setelah tiba Sang Dyah berkata,
- "Bapak Patih, pergilah dahulu ke negri Kaos, memberi tahu bahwa saya dan anak saya akan datang menghadap.
- Apakah saya tunggu sampai dipanggil, atau bagaimana saja kehendak Wong Agung." Patih Sanasil berbakti-sembah, dan melesatlah ia pergi.
- Paginya Ki Patih Sanasil sudah sampai di negeri Kaos. Ketika itu Wong Agung sedang dihadap oleh para raja dan para wadya semua, para perwira perajurit dan para penggawa besar.
- Datanglah tiba-tiba Ki Patih Sanasil di sebelah kiri, di bawah singgasana emas, terus duduk tak seorang pun melihatnya. Segera ia membuka surat rahasia terus menyembah menjamah kaki.
- Kagetlah Wong Agung, tersenyum terus menoleh, menghormat dan turun dari singgasana, dan seketika itu dari tempatnya Ki Patih dengan tergopoh-gopoh berkata, "Jangan Gusti.
- Hamba diutus istri paduka, Sang Dewi Ismayawati, dan putra Paduka, Rajaputri Kuraisin untuk memberitahukan bahwa beliau ingin menghadap, sekarang masih dalam perjalanan. Bagaimana kehendak Paduka, beliau menanti perintah."
- Berkatalah Wong Agung dengan manisnya, "Menurut kemauan saya yayi dewi saya undang ke mari bersama putraku, akan tètapi saya ingin mencarikan tempatnya.
- Bersabarlah barang empat hari, saya buatkan pesanggrahan dahulu. Di tempat ini baru saja jadi medan laga, banyaklah mayat yang mulai membusuk. Biarlah saya suruh membersihkan dulu dan membuat tarub yang besar.
- Jin itu tak boleh membau amis, nanti mereka akan mabok. Di luar kota banyak terdapat tempat yang luas. Katakan itu kepada yayi dewi." Ki Patih Sanasil terus mohon pamit.
- Sudah pergilah Patih Sanasil. Sang Jayengmurti berkata kepada para raja semua,"Hai para raja, ketahuilah bahwa akan ada jin datang. Istriku yayi Dewi Ismaya dan putra saya,
- Nini Retna Kuraisin mau meninjau. Prajuritnya tak terhitung banyaknya. Para raja jin Ngajrak mengiringi yayi dewi Ismaya. Hai para raja, buatlah pesanggrahan
- di tempat bekas pesanggrahan orang kapir di luar kota, tempatnya luas. Bersihkan segala sampah, mayat-mayat hanyutkan ke bengawan, dan teratag besar itu hiaslah seindah-indahnya,
- dengan sangkelat taluki (nama-namabunga), dengan sutra kuning dadu hijau dan merah dan lagi para raja semua masing-masing memindahkan tanaman hias.
- Tanamlah urut sepanjang jalan. Di dalam tarub hendaknya tiang-tiang dihias dengan bunga warna-warni. Kesukaan jin parayangan itu wangi-wangian." Sangguplah para raja semua dan mereka mohon doa restu.
- Selanjutnya mereka mohon kepada Sang Amir, agar diperkenankan walau sekejap, melihat para jin. Wong Agung tersenyum menyetujui.
- "Akan tetapi saya minta izin Yayi Dewi, mudah-mudahan dikabulkan," gemuruhlah swara wadya bala yang membuat teratag bangunan.
- Konon Sang Jayengmurti sudah kembali ke istana dan memberi tahu para istrinya kalau bakal ada tamu putri jin dari Ngajrak. Para istri semua bersedia akan menyiapkan jamuan.
- Konon para raja yang bekerja. Dalam tiga hari semua sudah siap sedia tanaman hias dan tanaman bunga dengan indahnya disusun rapi di dalam tarub. Tiap tiang telah dihias dengan bunga.
- Demikian pula pepohonan di luar, air di tempatkan di bejana permata merah, kaca putih, kaca hijau, kaca dadu dan ungu, di taruh mengelilingi tempat berkumpul. Singgasana dengan seribu tiang bergemerlapan dengan kain renda.
- Ratusan ribu dengan indahnya berkibar bertaburkan intan, di belit sutera kuning, hijau berujung merah, sangat indah dan serasi dengan bangunannya sungguh indah tak terkatakan hiasan pesanggrahan itu.
- Diceritakan Patih Sanasil yang diutus telah kembali dan melaporkan segala sesuatunya, bahwasanya Sang Amir sangat berkenan di hatinya terbukti dari sorot matanya. Sang Dewi di beri tempat di pesanggrahan luar kota yang dihias indah sekali.
- Senang hati Sang Rajaputri. Pada hari yang ditetapkan Sang Rajaputri berangkat langsung menuju bangunan taratak. Para wadya jin senang melihat tempat peristirahatan di hias dengan bunga-bunga.
- Sudah rapi teratur semua wadya jin. Wong Agung mengumpulkan seluruh wadya bala dan para raja berserta prajuritnya di perintahkan memakai pakaian kebesaran dan menggunakan wewangian, dan sudah siap sedia berangkat.
- Di atur jalannya barisan seluruh para raja, digolong-golongkan, tidak boleh bercampur, seperti langit intan, bumi berbunga. Wadya jin semua melihat berjalannya para raja.
- Seperti rumput laut, tercenganglah para wadya jin menyaksikan banyaknya para raja serta indahnya pakaian. Sementara jin
- ada yang berkata, "Pantas Wong Agung tidak betah tinggal di Jabalkap.
- Sebegini besarnya wadya raja, kasih sayangnya kepada para wadya dan para raja. Sementara itu barisan telah menduduki tempat di kanan kiri tempat upacara, dan di tempat ini pun barisan telah meluap seperti gunung api.
- Wong Agung di atas kuda, dipayungi Tunggul Naga. Gegap gempita swaranya. Wadya jin yang ada di angkasa sudah disilakan turun dan sudah dekat Sang Kakungingrat.
- Wong Agung segera turun dari kuda dan terus masuk ke dalam teratak. Konon kedua putri, Dewi Ismayawati maju menyembah dan Nata Dewi membungkuk memegang kaki Ayahanda.
- Dirangkullah istri dan putra berganti-ganti. Semua bersenang hati memperoleh seribu kebahagiaan. Sadatsatir menyembah terus dirangkul pundaknya dan Dewi Ismaya disuruh duduk.
- Dewi Ismaya mengatakan bahwa ia dipesan Ayahanda Prabu di Ngajrak supaya mengucapkan bela sungkawa tatkala Sang Amir berdiam terluka di Bukit Surukan, dan terdengar oleh Rama Prabu.
- Sang Amir menjawab, "Ya, Yayi. Saya mengucapkan terima kasih atas rasa kasih sayang Sang Nata. Tetapi sekarang duduklah Yayi di singgasana ratna ini." Sang Putri menyembah lalu duduk di singgasana, sedang sang putri Dewi Kuraisin, duduk di sebelah kirinya. Segera masuklah Sang Umarmaya.
- Ki Umarmaya sudah berbusana serba kuning, merendah, mendekat memohon, "Segenap para raja mohon belas kasih." Tersenyumlah Sang Kakungingrat kepada istrinya, "Hai Yayi, saudara-saudaramu segenap para raja,
- memohon kepadaku agar dapat melihat walaupun sekejap, wadya perjuritmu semua, begitu itu kalau ada kerelaan Yayi De
- wi." Sang istri menyembah sambil menjawab, "Dapat, tetapi ada syaratnya, kalau benar mau melihat.
- Jangan menjamah atau menjawil. Sebab kalau dijamah dan dijawil lalu tidak kelihatan lagi. Karena itu sudilah mengumumkannya kepada segenap wadya manusia." Wong Agung tersenyum, dan manis katanya, kepada Raden Arya Tasikwaja.
- "Kakang, umumkanlah kepada para raja pesan dari Yayi Ismaya, yaitu jangan menjamah atau menjawil wadya jin Hanya boleh melihat saja, kalau demikian Yayi Dewi rela."
- Siap menjalankan tugas dan Raden Arya Tasikwaja' mundur terus mengumumkan kepada para raja, larangan sang Retna Ismayawati. Hanya diperkenankan melihat saja.
- Segenap para raja bersedia mematuhi larangan itu. Mereka mohon restu hanya melihat sekejap mata saja. Wong Agung berkata, "Yayi, saudara-saudaramu bersedia memenuhi
- Sang Dyah Retna Ismayawati memberi perintah kepada segenap wadya jin, untuk menyingkap pintu jalal manusia yang bertempat di bawah mata. Para raja dibuka oleh raja.
- Punggawa oleh para bupati, satria oleh satria, mantri oleh mantri. Segera segenap bala wadya Ngajrak mengusap kelopak mata segenap bala wadya manusia.
- Selanjutnya segenap raja, satria, penggawa dan mantri seperti bangun dari tidurnya melihat wadya jin telah berkelompokkelompok, terbagi-bagi menurut jenisnya.
- Suatu pemandangan upacara indah, tak ada bedanya dengan manusia, berbedaannya meraka bersinar. Sinarnya gemerlapan seperti kunang-kunang dalam satu lapangan. Besar kecilnya mempunyai cahaya, memang sudah kehendak Yang Maha suci.
- Badan rokhani mahluk jin diberi bercahaya, berbeda-beda antara besar kecil lelaki dan perempuan, semua bercahaya me-
- nyala. Diceritakan bahwa wadya bala jin dan peri Nata Dewi
dan Ibunda berjumlah sepuluh ribu.
- Segenap para raja manusia semua heran melihatnya, bahwa cahaya jin bergemerlapan ditambah indahnya busana. Berbeda sekali dengan manusia. Wong Agung memanggil putra dan cucu untuk segera menghadap.
- Rahaden Umaryunani dan Prabu Kobat Sarehas beserta raja dari Kaos, bertiga sudah tiba di hadapan Wong Agung. Mereka tampan-tampan dan bercahaya. Manislah Wong Agung berkata agar mereka bertiga bersembah bakti kepada Dewi Ismayawati.
- "Berbaktilah kepada Ibumu, Yayi Dewi Ismayawati, dan mohonlah doa restunya. Anakku Maryunani, kaulah yang tertua yang harus bersembah lebih dulu." Kata Wong Agung. Maryunani segera maju dan menyembah bakti. Wong Agung memperkenalkan, "Inilah Yayi, anakmu yang sulung.
- Anak hasil impian dari Yayi Dewi Putri Mesir." Mundur sudah Sang Maryunani dan Dewi Ismayawati berkata, "Hai ini Kuraisin, Maryunani ini kakakmu, berbaktilah kepadanya." Majulah berbakti Retna Kuraisin kepada kakanda Rahaden Yunan.
- Sang Prabu Kobat Sarehas maju berbakti kepada ibu dan kepada kakaknya, Retna Dewi Kuraisin, Raja Kaos berbakti kepada Eyangnda, Sang Murtiningrum. Setelah itu terus berbakti kepada Sang Bibi. Semua tercengang melihat hamba jin putri.
- Segenap jin dan hamba istana peri berbisik-bisik satu sama lain, "Para putra Arab itu melebihi putra jin, tampan-tampan bercahaya seperti sinar bulan." Dewi Ismaya segera menyediakan pakaian indah, bawaan dari negri Ngajarak.
- Ketiga putra dan cucu diberinya masing-masing seperangkat pakaian indah-indah, hasil tenunan para jin. Putra dan cucu telah menerima dengan hati senang dan berbakti sebagai tanda terimakasih. Pakaian untuk Sang Amir berbeda dengan yang untuk para permaisuri. Berkatalah sang Surayeng jagad.
- "Yayi, saya berterimakasih terhadap pemberianmu ini, Yang untuk Yayi Muninggar dan Yayi putri Mesir sebaiknya nanti
- kau serahkan sendiri kalau bertemu." "Ya benar pendapat Paduka." Konon segenap para raja.
- semua mengerumuni Patih Sanasil. Mereka semua bernadar mau membikin senang hatinya Ki Patih. Bingunglah hati Ki Patih menerima penghormatan besar itu. Mereka menjelaskan bahwa Ki Patih besar jasanya dalam menolong Gusti Amir pada waktu mendapatkan kesukaran di Gunung Jabalkap.
- Ki Patih Sanasil berkata, "Saudara-saudara para raja, semua yang bernadar, semua saya terima. Saya yang melepaskan ikatan nadar itu, Insya Allah saya telah menerima."
- Kagetlah Sang Kusuma Ismaya, melihat Ki Patih Sanasil dikerumuni para raja. Wong Agung pelan berkata, "Patih Sanasil mendapat nadar dari para raja." Tersenyumlah Retna Ismaya serta Nata Dewi. Kemudian mereka berangkat ke dalam kota.
- Setiba di istana disongsong oleh kedua rajaputri, Dewi Muninggar dan Dewi Sekar Kedaton. Sangat hangatlah sambutan mereka. Mereka disilakan duduk di singgasana keemasan yang bertahtakan mutu manikam, jamrut nila biduri. Kuraisin berbakti kepada kedua ibunya,
- Dewi Muninggar dan Sekar Kedaton. Dewi Ismaya kagum melihat Dewi Muninggar, lebih tertarik hatinya kepada Putri Medayin ketika ia (Muninggar)-melihat dan memandang Nata Dewi Kuraisin sambil tersenyum.
- Kelihatan sederetan gigi yang ramping rapi, seperti tetesan gula, kagum tertegun menyaksikan, tertarik hati para hamba istana jin. Retna Ismaya terharu hatinya ketika melihat, dan seketika itu ia berdendang di hadapan suaminya Sang Jayengmurti.
- Begini senandungnya, Nangak asun putri Medayin, aslalubnipul kujinan." Arti senandung itu, paras putri ini melebihi semua isi jagad. Semua putri para ratu jin, kalah keluwesannya melawan Retna Muninggar.
- Putri Raja Medayin ini sangat mengherankan karena paras mukanya terlalu cantik, walau para bidadari pun terpaksa mengabdi kepadanya. Ratna bumi dan pantas menjadi mestika bumi. Amat senang hati Kusuma Dewa Ismayawati.
- Semua bawaan busana raja putri jin diberikan pada Retna Muninggar. Satu perangkat diberikan kepada putri Mesir. Retna Muninggar dengan tersenyum-senyum menerima pemberian itu, maka tertariklah hati Retna Ismaya.
- Retna Muninggar memberi isyarat, maka keluarlah hidangan jamuan yang beraneka ragam, dikembang-kembang secara jin. Marmaya dipanggil. Setelah tiba Wong Agung minta, agar bersama adik dan pamanya melayani bersantap bersama-sama semua para raja yang berada di luar.
- Sang Dipati segera keluar melayani para tamu. Ki Patih Sanasil dan Raden Sadatsatir asyik minum anggur bordo yang paling keras, jenever, tuak dan anggur manis dan adas, ketahuan kesukaan jin. Hanya minuman yang mereka gemari makanan mereka tidak begitu gemar.
- Berlangsung ramai pesta pora di luar dan di dalam istana. Mengalirlah makanan beraneka ragam, isi dunia lengkap. Semua hatinya gembira. Tentara jin dari Ngajrak suka melihat pada para raja Arab dan begitu pula sebaliknya, sehingga berkenan di hati masing-masing.
- Dan di dalam para putri bersuka ria pesta makan. Senang hati Retna Muninggar mengeluarkan hidangan. Tak ada yang makan nasi hanya minuman yang mengalir serta hidangan kecil yang diberi kasturi semerbak harum baunya. Demikian menurut para ahli cerita.
- Setelah selesai beristirahatlah seluruh tentara jin. Empat malam lima hari, tak terputus siang malam mereka bersenang-senang di dalam istana. Makan minum sepuas-puasnya. Sangat baik perlengkapanya, di dalam dan di luar habis-habisan suguhan isi dunia.
- Buah-buahan dari Jabalkab datang setiap hari. Tatkala Retna Ismaya ada di negri Kaos, para tentara jin bergilir membawa buah-buahan yang lezat dan berguna. Para raja memuji buah-buahan sari Jabalkap yang lezat.
- Demikian seluruh perlengkapan, suguhan (hidangan) sang putri Retna Dewi Muninggar dan rajaputri Mesir beserta seluruh para raja semua berusaha mengadakan apa yang tidak ada di seberang isi dunia di datangkan ke negara Kaos.
- Seluruh yang dimasak harus diberi wewangian yang semerbak harum. Buah-buahan diberi wewangian agar prajurit jin menyukainya dan betahlah mereka bertamu. Pun Dewi Ismayawati bersenang-senang siang dan malam dengan Retna Muninggar dan Sekarkedaton.
- Dan seluruh para putra, tak ada hari yang lowong, memberi. salam bakti kepada ibu mereka, Dewi Ismayawati. Sang Dewi teramat senang hatinya, memandang para putra yang tampan-tampan kesemuanya serta bersinar tanda keturunan Nabi, melebihi para satria jin semua.
- Bahkan terlontar ucapan Kusuma Ismayawati bahwa cahaya putra Arab, saudara Kuraisin, melebihi putra jin, karena seperti Baginda Yusuf yang memiliki ketampanan separo dunia, sedang yang separo lagi dibagi pada manusia sedunia.
- Dan menurut cerita setampan-tampan manusia tak dapat menyamai ketampanan jin, tetapi cahaya putra Arab melebihi cahaya putra jin. Demikian diceritakan bahwa Dewi Ismayawati tujuh hari bertemu di negri Kaos.
- Para punggawa jin tiap hari menghadap Sang Jayengmurti mengiringi putra raja, yaitu Raden Sadatsatir bersama Patih Sanasil. Mereka semua bergurau rukun dengan para raja Arab bersenang-senang siang malam, lebih senang hati para prajurit.
- Pakaian dari Ngajrak, selain yang untuk para putra-putri di bagi-bagikan kepada para raja. Mereka sangat bersenang
- hati. Setelah itu, pada malam ketujuh, mohon dirilah Sang Dewi Ismayawati kepada suaminya, ingin pulang ke negri Ngajrak.
- Serta pula putrinya Ratu Dewi Kuraisin menyembah kepada sang ayah, mohon diri pulang. Tak lupa mohon diri kepada kedua ibunda, serta kepada kakaknya. Demikian pula putra raja sang Sadatsatir menyembah mohon pamit dan begitu pula sang Patih Sanasil.
- Keluar dari dalam istana, segeralah terbang ke angkasa dan telah lenyap dari pemandangan. Seluruh perajurit jin yang seratus juta jumlahnya, sudah tidak kelihatan, sudah bercampur dalam langit biru. Heranlah Sang Kakangingrat serta seluruh para raja, semuanya keheranan dan para tamu seolah-olah masih di pelupuk mata mereka.
- Yang keheranan menengadah, tidak habis-habisnya bila diucapkan. Berkatalah kemudian Wong Agung; "Di manakah Raja Jobin dan adinda raja Batara Hirman, apa sudah pulang ke negara Medayin?" Segeralah Dipati Tasikwaja menjawab.
- "Saya mendengar kabar bahwa mereka berada di negeri Kaswiri mengungsi kepada Raja Sanjahur yang membelanya. Raden Maryunani segera menghadap ayahandanya menyembah, Kalau berkenan di hati, hamba akan segera menyusul." Jawab ramanda, "Jika demikian kehendakmu,
- siapakah yang akan kau bawa serta, pilihlah para raja., selain pamanmu dari Yunan yang jangan sekali-kali berpisah denganmu. Menjawablah Umaryunani, "Hamba hanya mohon dua puluh orang selain paman dari Yunan raja Kobar dan Umarmadi dan kedua paman raja Rum.
- Dan abdi tuan di Buldan Andanbilis Anjanbilis dengan tujuh saudara semua dan putra tuan si adi rajaputra Serandil yang hamba minta. Lamdahur berkata menyambungi, "Angger ja ngan dua kali kerja, adi tuan mana dapat pisah dengan anda."
- Hai Pirngadi pilihlah perajurit para raja, yaitu Raja Alam dari Gedhah, Suratisdaham, Surati, dari Minangkabau Prabu Diwangkara dan itu orang orang tua dari Spanyol dan raja Inggris dan Perancis saja sudah cukup.
- Semua sudah dikumpulkan, bersiaplah seluruh perajurit. Pagi harinya lalu berangkat pergi berperang ke Kaswiri. Persenjataan seperti gunung berapi, yang memimpin adalah putra Serandil yalah Raden Pirngadi yang muda, gagah perkasa dan yang sudah menaklukkan para raja.
- Sudah diakui kemahirannya oleh Sang Surayengbumi, pilihan keperwiraan dan Sang kakak Banarungsid, yang keperwiraannya melebihi Pirngadi, karenanya dipungut anak oleh Sang Surayengbumi. Ia teliti, tegas dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
- Tidak diceritakan perjalanannya, mereka telah tiba di negeri Kaswiri. Kacau balaulah orang senegara mendengar bahwa barisan menyusul di mana rajaputra Pirngadi sebagai manggala perang dan rajaputra Maryunani sebagai senapatinya. Kalang, kabutlah orang memenuhi kota.
- Pagar bambu runcing diperkuat, parit parit diperdalam dan diperlebar tujuh kali dan telah diisi dengan air, karena datangnya prajurit bersenjata dari Arab mengepung rapat. Kota Kaswiri penuh dengan pengungsi yang tak dapat lari ke mana-mana.
- Dikitari perajurit Arab, maka Sang Maryunani mengirimkan surat penantang kepada Sang Raja Kaswiri untuk keluar berperang kalau ia benar-benar membela yang mengungsi padanya. Tetapi kalau tidak berani berperang diminta menyerahkan Raja Jobin dan Raja Hirman.
- Tibanya surat penantang kepada Sang Prabu Kaswiri menimbulkan seribu satu kesedihan, gelap mata hatinya. Mau keluar perang tidak berani, menyerahkan Jobin dan Hirman pun tidak mau, karena kebanjiran prajurit, untuk mengusir yang mengungsi pun tidak sampai hati.
- Jadinya terkurung, berdiam di dalam kota, hanya dapat mengunci pintu kota dan penjaganya ditambah. Demikianlah mereka lama terkepung oleh prajurit Arab. Datanglah takdir Hyang Widi ada keledai hitam masuk dalam barisan (pengepung).
- Sang keledai hitam masuk dalam barisan orang Arab. Ketika dihalau malah menendang dan menyepak, tidak dapat dihalang-halangi menggigit dan mengejar orang. Orang bergerombol banyak didekati keledai hitam menjadi riuh hiruk pikuk, semua pada ketawa girang ada binatang yang bikin ulah. Sang keledai mengamuk ke tengah.
- Digitik luput menghindar, gesit loncatannya sambil menggigit menubruk dan menendang, menoleh sambil bergidig, menjulurkan lidahnya sambil melotot. Pelan-pelan berloncatan kecil, dikejar tak kena, kembali berputar-putar di tengah, yang menghalau semua ketawa terkekeh-kekeh.
- Lama kalamaan banyak kecelakaan diterjang oleh keledai hitam disepak dan digigit. Semua dilaporkan kepada para raja bahwa ulah keledai hitam ini tidak sewajarnya. Laporan diteruskan ke Senapati Raden Arya Maryunani. Segera beliau mengambil kuda kerajaan.
- Raden sudah naik kuda, memutar lembing, kuda dicambuk, cepat kuda terbang sampai di tempat orang banyak. Maryunani memberi perintah kepada para perajurit supaya bersorak-sorak saja, keledai akan ia layani semanja-manjanya.
- Para prajurit bersorak-sorai, segera Raden Maryunani maju menyerang. Keledai_disambar ditusuk keledai melompat menghindar dan terbang ke kiri. Datang dari, sebelah kanan si keledai menubruk, ditangkis perisainya mental, dilepasi tombak luput.
- Keledai disambar dikepung, diterjang segera melompat menghindar ke kanan. Datang dari samping kiri menubruk, ditahan kakinya diringkus akan dibanting terlepas. Dikejar mau dipegang melompat menghindar keluar dari lingkungan prajurit kecil.
- Raden bertambah marah, usaha diperhebat tetapi Sang keledai bersembunyi masuk hutan belukar. Raden Maryunani ragu-ragu mengejarnya. Sebentar saja sudah tak kelihatan. Lama-lama tampak lagi si keledai hitam, menyengir meloncat-loncat, segera disambar lagi.
- Terbang kuda Raden, keledai gesit lari seperti kilat. Kalau pelan-pelan mengejarnya, keledai pun pelan jalannya. Kalau disambar dengan cepat, kilat maka larinya. Demikianlah selama itu, ke mana pun perginya dikejar.
- Raden Maryunani tak mau pulang kalau keledai belum kepegang. Sekarang ke mana pun jalan si keledai, Raden Maryunani tetap mengikuti. Kalau disambar selalu menghindar, kalau pengejaran dihentikan keledai juga berhenti. Raden Maryunani sangat murka, sungguh memang takdir Yang Maha Kuasa.
- Sudah satu sore mengejarnya, tetapi keledai belum juga terpegang. Malah setelah matahari terbenam si keledai sudah tak tampak. Bermalamlah Sang Raden di hutan, memburu kijang dapat seekor lalu dibakar dan dimakan bersama kudanya.
- Kebanyakan makan daging kijang semalam suntuk tak dapat memejamkan mata, di bawah pohon beringin yang rindang. Paginya naik kuda bermaksud kembali.ke tempat para perjurit yang tak beberapa jauh letaknya. Tiba-tiba keledai yang kemarin tampak lagi.
- bertengger di tengah jalan. Raden Maryunani segera menyambarnya tetapi keledai itu dengan gesitnya melesat ke gunung. Raden Maryunani menyusul keledai itu sampai di puncak gunung. Keledai hilang tidak kelihatan.
- Raden Maryunani merasa heran sekali dalam hatinya, keledai hilang di atas gunung. Turun dari kudanya ia menjelajahi lereng gunung sambil menuntun kudanya. Dia melihat pagar kota dengan deretan pohon kelapa yang kelihatan indah sekali.
- Kota itu terletak sebelah baratlaut gunung itu. Raden Maryunani berpikir, ”Ini sebuah negara indah tentu mempunyai raja. Kira-kira masuk wilayah manakah kerajaan ini. Kakau masuk wilayah Kaswiri tentu akan kugempur, tetapi sayang saya terpisah dari perjurit saya.
- Tetapi bagaimanapun juga, saya ingin mengetahui siapa yang menjadi raja di situ.” Raden Maryunani segera turun dari bukit ke dataran yang rata. Setiba di dataran ia memeriksa kudanya, sebab ingin mendekati kota, tertarik keindahan deretan pohon kelapa.
- Hanya dua puluh lima orang yang mengiringi di panggung. Raden Maryunani berjalan ke drah utara. Konon Sang Retna Prabu, yang sepagian di atas panggung, melihat mengkilatnya kuda berjalan, sangat heran, maka berkatalah ia kepada patihnya,
- "Yayi patih, saya seperti melihat seorang. satria seorang diri. Dari manakah yang sendirian itu?” Lama-lama kelihatan, maka kaget dan senang dalam hati karena tak samar lagi, bahwa yang datang itu yalah Raden Maryunani, maka katanya, ”Hai Yayi Patih, satria itu tentu Raden Maryunani.
- Kelihatannya ia kesasar. Jemput dan silakanlah ia masuk istana. Retna Kasidah menyembah dan segera turun. Ia membenahi pakaiannya, hatinya berdebaran, herannya sebesar gunung.
- Sang Rajaputri sudah turun dari panggung dan pergi ke pintu kota. Konon Sang Retna Patih yang diutus bersama dengan tujuh orang hamba istana, sudah tiba di depan Sang Raden. Heranlah Raden Maryunani melihat ada wanita mendekati dirinya.
- Tiba di depan kuda membungkuk dan menyembahlah Sang Retna Patih, Gusti, hamba diutus ibu paduka, gusti di harap singgah.”” Waswaslah rasa hati Raden Maryunani, sambil bertanya, ’’Ini kerajaan mana?”’
- Retna Patih menyembah menjawab, ”Ya Gusti, ini negeri Pirkari, dan yang menjadi ratu masih berhubungan kekeluargaan dengan paduka, paduka masih mengibu padanya. Adapun namanya yalah Prabu Dewi Kalajohar, bibi istri paduka, adik Prabu Jobin.”
- Raden turun tari kuda sambil berkata, "Inilah kota Kanjeng Bibi. Saya pernah sekali bertemu di Negara Kaos.” Raden Maryunani berjalan diiringi oleh Sang Retna Patih. Tiba di depan pintu kota, Sang Rajaputri tergopoh-gopoh menjemput.
- Raden Maryunani membungkuk merendah ingin menyembah. Tangannya dipegang oleh Ratu Dewi, ”Aduh Wong Agung jangan menyembah, menghilangkan nilai buana, dan melenyapkan inti bumi.”
- Raden Maryunani menjawab, "Tetapi sesungguhnya paduka bibi hamba, hamba wajib menyembah mertua.” Raja Dewi berkata, "Ah tidak." Sambil menarik tangan Raden Maryunani dipaksa dibawa ke istana. Raden Maryunani terpaksa turut.
- Tibalah yang membawa usungan, dan Nata Dewi sudah naik ke jempana. Raden Maryunani sudah dipaksa,. tetapi hatinya dingin menerima kasih sayang sebagai menantu. Ia tidak mengira sama sekali bahwa Sang Bibi ada maksud-maksud tertentu terhadapnya.
- Prabu Dewi berkeringat dan berdebar-debar hatinya. Tibalah mereka di istana dan sudah turun dari usungan. Mereka masuk dan duduk di balai mas yang beralasan babut. Sang Wiraputra disongsong hesar-besaran.
- Raja Dewi Kalajohar memberi isyarat, dan apa yang diminta segera keluar. Retna Patih berada di depan menghidangkan hidangan di atas piring panjang mas yang dihiasi mutu manikam sekelilingnya. Prabu sangat sibuk tingkah lakunya.
- Sibuklah para hamba istana. Setelah siap mereka terus bersantap, nikmat sekali rasanya. Dan Sang Wiratama makan tanpa ada yang dipikir. Sang Rajaputri tidak enak karena menahan rindu yang sangat.
- Timbul birahinya melihat Sang Rajaputra, demikian pula para hamba istana. Mereka belum pernah melihat orang setampan Raden Maryunani, sudah seperti Nabi Yusuf saja. Di dunia tak ada yang mirip Raden Maryunani.
- Sudah puas mereka bersantap, makanan diundurkan dan diganti dengan minuman anggur merah dan biru, tak lupa anggur dari Bordeaux. Semua minum dari gelas terbuat dari selaka yang dibungkus dengan intan putih dan intan halilintar.
- Sarbat, kilang, maya reka ditaruh dalam tempat hijau. Maryunani senang hatinya, lelah mendapat obat. Hatinya tidak khawatir karena Sang Putri raja adalah bibi istrinya.
- Raja Dewi pelan bertanya, "Bagaimana yang ditinggal di Negara, apa baik-baik saja, yaitu istri paduka. Ki Sayid Ibnu Ngumar, apa dalam keselamatan."
- Dan bagaimana khabarnya perang. Ayah paduka, yalah kakak saya Prabu Jobin di mana ia berada. Dan pula Ayah paduka, Baginda Amir, apa sudah datang yang membangun kota Kuparman, sudah lama benar."
- Wira putra Maryunani menjawab, "Ya, memang lama datangnya. Mengenai permusuhan dengan Panembahan Jobin, Panembahan Jobin dan Sang Bathara Hirman sudah mengungsi ke kota Kaswiri. Maka hamba datang ke Kaswiri bersama dua puluh orang raja dan wadya perjurit tujuh juta. Kota Kaswiri telah kami kepung. Ke sini ini hamba ķesasar, karena mengejar kėledai kemarin,
- yang menghilang di gunung ini, maka susahlah hati hamba." Tersenyumlah Prabu Dewi, dan hijaulah mata Sang Dewi mengharapkan gerak lirik kedip mata putra raja,. Akan tetapi Raden Maryunani
- sama sekali tidak memikirkan dalam hati tentang solah tingkah Bibinya. Waktu menjelang petang hari. Prabu Kenya sementara menyiapkan tempat tidur. Hidangan dihentikan agar Raden Maryunani masuk peraduan.
- Putra raja telah disilakan ke peraduan tetapi ia tak mau tidur, maka hidangan diajukan lagi dalam jumlah yang banyak. Para abdi telah dikedipi untuk menyingkir. Prabu Dewi dapat leluasa berduaan dengan Raden Maryunani.
- Retna Prabu tersenyum sambil bertanya, "O, Sang Perwira Muda, hamba tanya sungguh-sungguh, apakah ibu paduka Putri Medayin belum memberi tahu kepada paduka."
- Menjawablah Raden Maryunani, "Belum, Bibi, tentang hal apakah pesanan itu. Ibu Putri Medayin belum memberi tahu."
- Berpikirlah Retna Prabu dalam hatinya, katanya sabar, "Oh Wong Agung, apa perlunya ditutup-tutupi, kalau memang sudah dikehendaki, lebih baik terus terang saja.
- Ketika saya memberi bantuan dalam peperangan kepada Negara Kaos, yaitu di waktu wadya Arab dikhianati oleh Bahman dan Jobin yang berbalik.
- Seusai perang saya masuk istana di Kaos dan membuat hati Ibu paduka puas, maka saya berpesan kepada Ibu paduka, Dewi Muninggar.
- Bahwa saya sebenarnya ingin dipersunting oleh paduka, Bagaimana pun itu sudah menjadi niat saya, tidak mengapa memadu bibi, yang tetap tidak diperkenankan itu memadu saudara.
- Boleh kalau sudah mati, itu namanya ngarang wulu, tidak diperkenankan kalau masih hidup. Tetapi kalau memadu bibi itu boleh saja.
- Malah kaya akan anak laki-laki maupun perempuan, berakar dan berdaun rindang, sampai kakek-kakek dan nenek-nenek. Anak banyak tak ada seorang pun yang meninggal.
- Yang laki-laki tampan, semua menjadi raja. Yang wanita semua elok parasnya dan menajdi permaisuri raja, bercucu raja berpiut raja.
- Demikianlah ramalan yang saya tanyakan pada para nujum, mereka meramalkan duapuluh lima anak. Semua menjadi raja sampai cucu dan piut.
- Semua mempunyai kerajaan. Jelas anak saya berjumlah dua puluh tujuh, delapan belas pria dan sembilan wanita, tak seorang pun meninggal. Semua sehat-sehat."
- Tatkala Raden Maryunani mendengar itu, telinganya terasa tersedot, hatinya serasa kejatuhan penggilas dari batu, katanya, "Ah Bibi itu tidak baik, tidak tahu malu, jelek kelihatannya."
- Tetapi Rajaputri mendesak, katanya, "Siapa bilang jelek, itu namanya orang yang bodoh, yang biasa akan mengatakan baik. Orang mengawini bibinya, terhindar penyakit bubul.
- Terhindar dari penyakit kabur, dari penyakit bengek, ayan dan encok, liny, bongkok dan bengkok. Tidak terserang sakit demam. Jangan khawatir pasti selamat.
- Sebenarnya saya sudah lama menahan rindu. Sudah tujuh tahun lamanya sampai sekarang, semenjak saya dahulu mengunjungi Negara Kaos, pada waktu penobatan.
- Prabu Said Ibnu Ngumar. Terkena panah asmara kepada paduka rasanya seperti mati tanpa luka, sedih sampai sekarang terkena hebatnya rindu.
- Sekarang paduka datang sendiri ke negara saya, tentu karena pertolongan Tuhan. Kok sekarang mau menolak seenaknya saja.
- Sudah datang di sini tentu menjadi ’temu pek” artinya bertemu menjadi milik, tentu tidak boleh enggan. Di mana ada orang menolak kasih, sudah selayaknya obat datang ke yang sakit. Aniaya sekali kalau seorang dukun tidak mau mengobati orang sakit, menyembuhkan orang mengaca, alangkah besar dosanya.” Raja Dewi tak sabar terus tiduran di pangkuan Raden Maryunani.
- "Kasihani saya Wong Agung, nanti saya keterusan mengacau, tidak urung, mati benar-benar saya ini.” Dengan sangat enggan Raden Maryunani berkata, "Sabarlah Bili, jangan tergesa-gesa.
- Harap ingat bahwa paduka adalah bibi saya. Lihatlah diri saya, saya adalah putra Bibi sendiri. Bersabarlah dahulu. Harap segera utusan.
- Saya mohon pendapat orang tua dulu, tetapijauh di negeri Kaos. Saya rasa cukup yang dekat saja, yang ada di Kaswiri-Harap kirim utusan untuk mendatangkan Paman Tamtanus kemari.
- Dan pula Sang Raja Kohkarib, akan saya minta pendapatnya, kalau ‘sudah sependapat mudahlah masalah itu. Sebab saya hanya menjalani apa yang sudah direstui orang tua.
- Datangkalah mereka kemari beserta seperdua wadya perjurit yang seperdua lagi biar tunggu barisan: Adimas Raja Serandil yang selanjutnya memimpin barisan,
- yang masih tertinggal dan terus mengepung Kaswiri.”’ Segera Raja Dewi mengutus Retna Patih untuk melaksanakan tugas menjemput Raja KohKarib dan Prabu Tamtanus.
- Retna Kasidah mengumpulkan anak buah membawa perlengkapan, tetapi wadya yang biasa saja, seratus perjurit putri berkuda dan lagi tujuh ratus perjurit laki-laki berkuda.
- Demikianlah wadya yang berangkat ke Kaswiri. Di ceritakan Sang Rajaputri, sudah tujuh malam lamanya semenjak
- kedatangan Raden Maryunani, Sang Rajaputri siang malam hanya bertengkar saja.
- Sang Rajaputri selalu berusaha menundukkan Raden Maryunanani, mencoba menyerang, mendesak, tetapi pertahanan Raden Maryunani sangat kokoh.
- Tiap malam Sang Retna merayu tetapi tidak dilayani, kalau siang hari mereka bersikap biasa. Konon di ceritakan di dalam kota Pirkari,
- ada seorang perjurit yang menonjol. Tangguh dalam peperangan, sudah mempunyai jajahan yang luas. Beberapa raja telah dikalahkan, nama perjurit itu adalah Sarsaban.
- Masih seorang paman dari Rajaputri dan dengan Raja Negeri Kaos masih kemenakan. Karena itu Kaos sangat dihormati dan disembah oleh para raja, sebab mendapat lindungan Sang paman.
- Meluaskan jajahan para raja, kesaktiannya tidak disangsikan. Gada Raja Sarsaban berumur empat ratus tahun dan terbuat dari teras pohon asam, sangat berat, baru terangkat oleh dua ratus orang.
- Dibalut besi dan emas, diberi permata gemerlapan. Tidak ada yang kuat menahan pukulan gada itu. Pada waktu Raja Sarsaban dari Pirkari mendengar kabar, bahwa kemenakannya,
- menurut warta yang tersiar sudah berkumpul sebagai suami istri dengan Raden Maryunani, tidak tahu bahwa sebenarnya tidak demikian. Sarsaban memanggil kedua putranya.
- Yang tua bernama Raden Danayah, dan yang muda Raden Danamah, Keduanya sudah menghadap. Sang Ayah, yang memerintahkan untuk menangkap satria yang membuat kerusuhan
- Si Maryunani berbuat tak tahu malu berlaku sewenang-wenang. Sudah bosan dengan anaknya, sekarang bibinya diperkosa. Tidak ada yang ditakuti dan berwatak sangat sombong.
- Bunuhlah sampai mati. Kalau dia minta bantuan bapaknya biar saya yang melawannya. Membunuh orang yang berbuat tak tahu malu adalah tidak berdosa.
- Walaupun dia keturunan orang yang sangat sakti, tetapi kalau perbuatannya rusuh, dia akan lenyap tak berarti. Kedua putra menyembah sanggup akan membinasakan Raden Maryunani.
- Diceritakan Sang Raja Putri Kalajohar sedang duduk di balai yang bertatahkan jamrut sambil makan dan minum dengan Sang Wira Putra, dihadap sederetan hamba istana. Sang Raja-putri terlalu menahan kesedihan, karena kehendak hatinya tak tercapai. Jiwanya melayang bagaikan hendak jatuh pingsan.
- Semua menjadi redup mengharapkan hujan turun, sebab mustahil dapat lama menahan luapan. Ia tidak mampu menghilangkan kesedihannya, untuk hal ini ia harus belajar bersabar. Langit menjadi terang benderang, segala keresahan hati ditiup oleh angin. Petir menyambar berulang-ulang meredakan kesedihan seperti dininabubukkan seorang penari. Tidurlah Sang Putra Jayengprang.
- Seperti terhalang oleh tiupan angin, gelaplah hari diselimuti kabut, tertutup kumpulan mendung. Bianglala melengkung berwarna merah muda rata memenuhi, hati orang dalam marabahaya. Mereka membubung, memutuskan tambatan hati, bingung menyusupi kesedihan, kesedihan yang menguasai diri- nya.
- Sedang enak-enak bercakap-cakap Sang Rajaputri dan Sang Wiraputra, terganggu kedatangan kedua Raden dengan tiba-tiba; Kagetlah Sang Raja Dewi terus berkata, "Kedua Adimas ada apa tampaknya tergesa lakumu.” Raden Danayal menjawab, "Ya, kakak, saya disuruh membunuh Raden Wiraputra itu.
- Berdosa dengan tak tahu malu memperkosa.” Sang Raja Putri galak menjawabnya, ”Begitu kehendak Paman. Soal itu berasal dari saya, bukan dari Sang Maryunani. Sebenarnya sayalah yang harus kalian bunuh.”? Maryunani berkata sambil tersenyum, ”Nanti dulu Bibi, bersabarlah sebentar, biarlah mereka meneruskan maksudnya.”
- Segera kedua Raden mendekat dan memegang tangan kanan kiri Raden Maryunani. Dengan serentak mereka menyeret Raden Maryunani maksudnya, tetapi Maryunani yang duduk tetap tak bergeming. Berulang-ulang mereka menariknya, tetapi seperti menarik gunung saja. Mau mendekap tidak mampu. Kemudian kedua Raden dikipatkan jatuh terpelanting dan disusul dengan tinju.
- Ditinju dengan tangan kanan dan kiri kedua Raden itu terguling pingsan di tanah. Lama tak siuman, Serenta ingat mereka bangun, terus lari tergopoh-gopoh menemui ayah mereka. Segala tingkah lakunya dilaporkan. Ketawalah Sang Prabu dan berkata bahwa anak muda itu kurang perhitungan dan pertimbangan.
- Kalau anak Ambyah itu dihadapi dengan lemah lembut, pastilah ia dapat di belenggu. Kalau saya sendiri yang menangkap rasanya kurang pada tempatnya. Biar nanti saja kalau ayahnya datang, dialah yang akan saya tantang perang. Kalau berperang sama anaknya kurang pantas, lebih baik tua sama tua.
- Sesudah itu Raja Sarsaban dari Pirkari sangat kacau hatinya memikirkan solah tingkah kemenakannya. Sekarang lain yang diceritakan. Dewi Patih sudah tiba di negara Kaswiri, gegerlah barisan penjaga, melihat perjurit bersenjata lengkap berkuda datang dari belakang, sebanyak tujuh ratus.
- Retna Dewi Kasidah sudah bertemu dengan Raja dari Kohkarib dan Raja Tamtanus dan sudah merfyampaikan amanat Raden Maryunani di Pirkari. Separo barisan diperintahkan ke Pirkari sedang separo lagi tetap di tempat dipimpin oleh Raden Pirngadi.
- Para Raja heran mendengarnya. Mereka mau berangkat mencari Raden Maryunani yang hilang. Ternyata demikian beritanya. Raja Yunan dan Raja Kohkarib segera membunyikan tanda berangkat. Semua sudah diiringkan oleh Retna Kasidah. Tak diceritakan di jalan, mereka sudah tiba di Pirkari, beristirahat di paseban.
- Wadya bala tumpah ruah memenuhi paseban, para raja terus masuk istana bertemu dengan junjungannya. Raja Yunan segera merangkul, begitu pula Raja Umarmadi. Raja Dewi mengacarai dan mempersilakan. Para raja diberi pesalin semua.
- Hidangan mentah matang mengalir, wadya bala pun diberi hidangan. Kenyang dan enak, para raja senang melihat Raja Dewi. Para raja kemudian diharapkan beristirahat di Sitibentar bersama Raja Ngerum. Yunan dan Kohkarib.
- Di alun-alun sebelah kanan dan kiri penuh dengan para perjurit tetapi Sang Maryunani tidak diperkenankan berkumpul dengan mereka. Ia dipingit di dalam istana oleh Sang Raja Dewi. Mereka selalu bertengkar karena belum tercapai keinginan Sang Dewi. Karena itu Sang Dewi terus menerus menempel Prabu Tamtanus supaya mau mengusahakan agar Sang Maryunani,
- mau melayani kehendak Sang Putri dan berbelas kasihan pada yang menanggung berahi. Agar di terima dan benar mengabdi. Sangat menyesal kalau sampai ia ditolak, ia kawin membawa kerajaan dan perjurit-perjurit pilihan. Karena itulah maka Umarmadi setuju hatinya akan membujuk Maryunani agar mau melayani Sang Putri.
- Pada suatu hari di waktu itu Umarmadi bertemu dengan Sang Maryunani. Dibujuknya agar melunakkan hatinya. Apa jeleknya memadu bibi, sebab hukum menibenarkan, Kalau andai kata istri paduka tidak suka, maka dapat dijatuhi talak rejang, sayang kalau yang ini gagal.
- Sangat cantik Raja Putri ini dan seorang perjurit, murah hati dan dermawan pada para wadya, di tambah lagi mempunyai
- kerajaan sendiri. Ketangguhan dalam perang menonjol. Maryunani menjawab sambil mencerca, ”Kalau saya tak mau berlaku demikian, pendek budi dan ngawur, apa guna memadu anak dengan bibinya, bukan keturunan seorang perwira.
- Mana kekurangan saya dalam hidup ini, ayah seorang Arab dan ibu dari Mesir, tidak sedikit tanah jajahan. Apa sebab berbuat tak tahu malu, seperti orang tidak tahu hina mengambil bibi sendiri. Kalau kamu, raja yang tak tahu malu.” Umarmadi ketawa mendengar Raden Maryunani marah, terus menghiburnya dengan cara yang kocak.
- Ya sudah kalau Raden tidak berkenan, ya disanding saja, sangat kasihan, orang jatuh cinta tidak dilayani.” Maryunani berkata, ’Kalau kamu tentu demikian, karena kamu tak takut Tuhan. Tetapi Paman dari Yunan kok diam saja, tidak mendesak seperti kamu.”
- Kamu itu sudah banyak mendapat apa-apa dari Bibi tentunya, sampai-sampai orang mau dijerumuskan. Ada yang meniru kamu yang itu Kangjeng Uwa dari Pulangwesi, senang sekali menerima persembahan.” Mereka tertawa gelak-gelak dan pembicaraan gagal. Maryunani dipanggil Sang Bibi masuk istana un- tuk bersantap.
- Sampai di istana mereka bersantap. Keinginan Sang Raja Dewi hanya supaya kehendaknya dilayani. Tetapi Sang Maryunani teguh kokoh dalam pendiriannya, tak dapat digoyahkan. Kehendak Sarg Bibi juga tak dapat diubah. Konon pada waktu itu di suatu hari Sang Maryunani,
- sedang tidur ketika para hamba istana sudah beristirahat. Sang Raja Dewi sudah berpakaian rapi, berhias habis-habisan. Ketika melihat Sang Maryunani enak tidur, Raja Dewi tak dapat menahan hatinya, terus ikut tidur mendekap Sang Maryunani sambil merangkul lehermnya.
- Di kala itu Raden Maryunani sangat keheranan ketika bangun dari tidurnya, hatinya berdebar, sebab sama sekali tak
- mendengar kalau Sang Bibi akan mendatangi. Rupanya dorongan asmaranya sudah tak dapat dibendung lagi. Bingung hati Sang Rajaputra, maka bujuknya, "Bibi saya mau
- ke belakang buang air kecil. Kalau sudah silakan nanti, saya bersedia melayani." Dalam hati Sang Maryunani berpura-pura mengenakkan hati Sang Bibi. Senang hati Sang Bibi mendengar itu tanpa menaruh curiga, dikendorkanlah dekapannya. Lepas dari dekapan Sang Maryunani masih terengah-engah nafasnya.
- Serenta sudah teratur pernafasannya Maryunani pergi ke kamar kecil. Sampai di kamar kecil Sang Maryunani berjalan kian-kemari. Raja Dewi berkata, "Lama benar Raden." Sang Maryunani menjawab, ’*Sebentar Bibi belum selesai, saya sedang bersiap-siap.”
- Raja Dewi segera mendatangi sambil membawa jenewer yang terakhir sebab sudah. dihidangkan sampai tujuh kali. Raden Maryunani merasa lelah sekali terus tidur, sedang Sang Retna Prabu Kalajohar masih menunggu di sebelah kanan. Ia berkata dalam hati, "Orang ini bikin panas hati orang, tidak mau mengikuti kehendak saya.
- Kalau demikian biarlah tak usah kebagian sama sekali." Sang Dyah sangat tersinggung hatinya, karena kehendaknya tak dilayani. Raja Dewi berteriak dalam hati, ’Biar saya sirnakan Maryunani dari dunia ini.”” Raja Dewi segera menarik senjatanya. Hatinya gelap.
- Diembatkan ke leher Sang Maryunani, putus sekali babat, Sang Putri sangat menyesal, terus berteriak ada maling. Gegerlah isi istana dan yang ada di paseban. Ketika orang Arab mendengar segera mereka masuk ke istana termasuk Raja Yunan dan Raja Kohkarib orang ramai berteriak Di dalam istana
- bahwa Maryunani dikhianati, sekali penggal kepalanya putus. Tamtanus mendekap mayat putranya, ’’Sungguh kasihan,” jeritnya. Umarmadi awas, dia melirik dan melihat bahwa kain Sang Putri berlumuran darah. Segera ia menubruk dan menangkap Raja Dewi.
- Sudah dibelenggu dengan selendang pelangi hijau. Wadya Arab sudah membunyikan isyarat huruhara, barisan sudah siaga dan mengepung rapat kota itu. Para dipati sudah semua menyerah dan akan setia dan menyerahkan mati hidupnya. Kepada wadya Arab sudah diumumkan untuk memotong ekor kuda dan binatang tunggangan lainnya,
- sebagai tanda kesusahan dan prihatin. Hiruk pikuklah wadya Arab, gemuruh tangisnya. Prabu Tamtanus seperti pingsan tak dapat bangun, hatinya seperti disayat, merasakan seperti kehilangan anak kandung sendiri. Syahdan yang sedang dalam kepedihan. Sekarang ganti yang diceritakan, yalah yang ada di Pirkari.
Bersambung: Menak Gandrung.
- MIJIL
1. Yata wau Sang Narpati Jobin
kang aneng pakuwon
dalu marek ing pasanggrahane
Hirman Sri Bathara Nyakrawati
umatur Sang Jobin
suwawi pukulun.
2. Utusana dhateng Parangakik
jeng paduka katong
Raja Perid pan wonten putrane
jalu maksih anom tur sinekti
wirutameng jurit
nama Raden Kanjun.
3. Aparinga tupiksa tiwasing
bapa neng palugon
pan kaesi-esi duk patine
mring wong Arab pan pinindha paksi
tau den rampasi
kalih andalujur.
4. Dadya pangewan-ewaning jurit
apan boten linyok
Tuwan ngidinana ing adege
narapati nagri Parangakik
gumantyeng rama ji
sira Raden Kanjun.
5. Mangayu bagya Sri Narapati
Hirman Prabu Anom
wus anuduh marang punggawane
Raden Baktiyar ingkang tinuding
wadyeng Parangakik
sapratigan tumut.
6. Kuneng duta marang Parangakik
gantya winiraos
ing jro kitha kasukan arame
wadya Ngarab kang para narpati
bojana angenting
sawengi anutug.
7. Enjing lajeng miyosi ngajurit
tengara kendhang gong
wadya Ngarab wus metu barise
aglar munggeng ing papan miranti
wong kapir wus mijil
barisira tepung.
8. Wus satata sagung pra dipati
miwah para katong
mungsuh lan rowang umung swarane
angandika Sang Umaryunani
mring sagung prajurit
para ratu-ratu.
9. Den arereh ing sadina iki
aywa na kang miyos
ing paprangan ngantiya titahe
lamun ora tinantang metoni
padha meneng ugi
aywa wiwit metu.
10. Bokmanawa kangjeng rama prapti
ing sadina mengko
dadya kendel wadya Ngarab kabeh
miwah mengsah tan ana metoni
kuneng tan winarni
ing sasolahipun.
11. Rikalanira sampun memeling
Sang Jayengpalugon
marang caraka pun Sangidpingsen
mesat kudanya pun Sekarduwi
Marmaya tan kari
neng kuda am buntut.
12. Kalih wulan prapta kalih wengi
Sang Jayengpalugon
amarengi enjing ing praptane
nagri Kaos yun-ayunan jurit
tengara ngrarangin
kendhang gong angrantun.
13. Lebu maletuk julek kawingkis
lamat-lamat katon
kuda prapta samya matakapen
para ratu satriya bupati
sangsaya mrepeki
waspadeng pandulu.
14. Samya tedhak sagunging para ji
sami papalayon
ragan-ragan dennya enggar tyase
Kobat Sarehas Umaryunani
tundhuk angabekti
ngraup padeng suku.
15. Mustakanira kinempit-kempit
risang putra karo
samya nyikut marang kendhaline
putra kalih nyekel nganan ngering
kang rama nulya glis
wau tedhakipun.
16. Sayid Ibnu Ngumar gya wot sari
panyandhakira lon
wus ingampil kang eyang tembunge
kumarubut kang para narpati
mangsah ganti-ganti
pra samya rinangkul.
17. Wusnya paraji kang pradipati
myang satriya gupoh
pan sumusul ing pada kalihe
para satriya gantya nyekeli
turangganira Mir
alon unduripun
18. Ginarebeg ing para dipati
wong Agung wus lunggoh
ing wijoan tata prajurite
samya matur solahireng wuri
miwiti mekasi
salir tingkahipun.
19. Wadya kapir waspada ningali
ing Jayengpalugon
estu lamun puniku praptane
samya kekes amung kang para ji
kang anyar pra sami
tyas suka kalangkung.
20. Raja Bahman tumungkul prihatin
pamuwusira lon
heh sang Prabu Hirman amba mangke
tan kawawa miyat Jayengmurti
Raja Sarkab Turki
sugal wuwusipun.
21. Lah ta mengko ingsun kang metoni
waniya rerempon
anggayoni raja Rab yudane
sigra denira nitih turanggi
kapraboning jurit
kawot ing kuda wus.
22. Molahaken turangga wus prapti
madyaning palugon
nguwuh-uwuh asru sesumbare
heh raja Rab wruhanta sireki
Raja Sarkab mami
ing Turkiyah wudhu.
23. Sajeng ingsun tinitah neng bumi
ing prang durung kasor
tuhu ratu jendhul tiba dhewe
pira-pira ratu kang prajurit
umangut nadhahi
katalen deningsun.
24. Ingsun nedya bebara ing jurit
anyilih pepangkon
sira kang sun sedya salawase
destun temen mung sira sun anti
mengko sira prapti
rasane tyasingsun.
25. Lir amanggih jumerut sawukir
tutug karsaningong
sigra Wong Agung mundhut kudane
wus tetela denira miyarsi
Wong Agung miyosi
munggeng kuda sampun.
26. Surak gumerah wadya Rab sami
anitir kendhang gong
yun-ayunan Wong Agung delinge
lah ta iki iya lagi prapti
kang sira anteni
amrih aprang tutug.
27. Kaya nora kepalang sireki
amrih aprang tanggon
payo Sarkab anggadaa age
iya apa kang aneng.sireki
mene sun tadhahi
Raja Sarkab muwus.
28. Den prayitna sira anadhahi
ing pepukulingong
nora wurung mung sadina kiye
mulat soroting praptangga pati
angetap turanggi
ngundha gadhanipun.
29. Wong Agung wus prayitna ing tangkis
gada geng tumempoh
kadya gelap jumebret swarane
sruning pukul kuwate panangkis
parise metyagni
kantar-kantar murub.
30. Sekardiyu jinjang sukunya njrit
Raja Sarkab alon
eh ta maksih urip sira kiye
ingsun nyana wus rata lan bumi
Wong Agung nahuri
mindhonana mupuh.
31. Kaya kuwat yen rinaksa dening
ing Pangeraningong
wadya Ngarab gumuruh surake
miwah mungsuh lir ngontragna bumi
Raja Sarkab angling
amalesa mupuh.
32. Wong Agung ngetap kuda mrepeki
sarwi asru mupoh
Raja Sarkab kuwat panangkise
sruning panggada kuda sru anjrit
gumeter sang Aji
Sarkab mutah banyu.
33. Kuwayanen rekasa nadhahi
Wong Agung amindho
nenggih saking pamukul rosane
kuwat betahken ingkang atangkis
kapadal palinggih
sangeting pamupuh.
34. Gigiring kuda tugel apalih
Sarkab gya mancolot
dharakalan anarik pedhange
mangsah medhang sikiling turanggi
Wong Agung nulya glis
denira tumurun.
35. Ngadeg munggeng ngarsaning turanggi
Sarkab pan kapengkok
pamedhange tinangkis parise
pedhangira tikel katelampik
krura Sarkab aglis
narajang anjunjung.
36. Ngandelaken kuwate ing nguni
akeh para katong
kang binanting neng rana patine
gupuh nyandhak wangkinganira Mir
ingangkat ingungkih
nanging tan kajunjung.
37. Wanti-wanti pangangkatireki
rah metu nang jempol
ingentekken Sarkab ing kuwate
malah sukune tumanem bumi
prandene tan osik
suku waket dekung.
38. Netrane kalih marebel getih
ilate metoto
lir sawangan talingan kalihe
satrepene pedhot rontang-ranting
bajo ngajeng sebit
kancinge sumawur.
39. Meksa ngungkih-ungkih datan kongkih
tan kengser saking nggon
malah saya ngrapeti padane
tan kawawa inguculken nuli
gumoh mutah cacing
Sarkab kempus-kempus.
40. Wus cinandhak mring Sang Jayengmurti
wangkingan sang katong
dyang ingangkat kadya lar pamane
lan ingundha-undha kadi paksi
wus dangu binanting
Sarkab anglempuruk.
41. Sigra Dipati Tasikwaja glis
ambanda sang katong
bau suku rinangkus ing rante
surak wong Ngarab gumuruh atri
kasaput ing wengi
tinetegan mundur.
42. Bubar barise Islam lan Kapir
samya amakuwon
manjing kitha wadya Ngarab kabeh
ngiring marang Gusti Jayengmurti
wau bala Kapir
mundur asmarengkung.
Asmaradana
1. Wus prapta ing pancaniti
Wong Agung lajeng bojana
lawan sagung para katong
suluh lilin amberanang
sawentis-wentis gengnya
mayeng ingkang para ratu
gelas mas taritis retna.
2. Jumerut nila widuri
lumrang tetirahing gelas
gumer ingkang para katong
miyat bandan Raja Sarkab
binekta mring ngayunan
Wong Agung ngandika arum
heh Sarkab paran karsanta.
3. Apa sira kudu mati
yen sira amilih gesang
anuta agamaningong
umatur sang Raja Sarkab
Wong Menak pan kawula
salamanira tumuwuh
inggih wonten ngalam donya.
4. Destun amrih angulati
dhateng kang lanang sampurna
kang sampun utameng kewoh
kang anyikep padha lanang
iku kang aran lanang
kang bisa ngasorken ratu
iku kang arsa sun sembah.
5. Salamine dereng manggih
amung si tembe punika
wonten lanang sayektine
dene ngasorken kawula
neng rana pabaratan
sagunging kang para ratu
kang myarsa garundel samya.
6. Kang saweneh ana angling
loma lambe Raja Sarkab
iku destun ratu juweh
dadak kakehan wangsulan
mau duk asemumbar
kakehan cocot wong iku
tarunge nora piraa.
7. Iku wus kalah tinari
dadak kakehan wangsulan
ngaling-alingi keyoke
akeh-akeh kang den ucap
nganggo lanang-lanangan
lanang-lanang kakekamu
wong jemotos nora layak.
8. Padha dene Kangjeng Gusti
ratu mengkono tinanggap
bok uwis kinepruk bae
wau ta sang Raja Sarkab
sawusnya maca sadat
inguculan rantenipun
kinen nunggil para raja.
9. Apan sampun pinisalin
lajeng tumut akasukan
nanging pinaringan bobok
saking kebeke tyasira
kedah tumut kasukan
Umarmaya mundhuk-mundhuk
marang gene Raja Sarkab.
10. Wong Agung mesem tanya ris
Pothet apa karyanira
arep sira kapakake
tambane si Raja Sarkab
Marmaya aturira
inggih amba darbe kaul
yen Sarkab wus dados rencang.
11. Kaul kawula ing wingi
sadaya kaseksenana
kawula pendhet badhonge
gumyak sagung para raja
wuh iku lamun akal
Raja Sarkab amituhu
lah enya Ki Umarmaya.
12. Ingsun ingkang angluwari
ing sakehe kaulira
iya badhongingsun kiye
apan ajine sayuta
intene karo belah
jumerute pitulikur
mirah nilane sawidak.
13. Raja Sarkab angling malih
yen sira aja kaula
pasthi ingsun datan aweh
angur anjaluka reyal
patang kethi sun lila
dene wajibe wong kaul
wenang uga ngluwarana.
14. Marmaya latah dennya ngling
iya ta nora kayaa
cangkem kudu kacelenthot
sangsaya sru gujengira
sagunging para nata
dene kena den balilu
pangrasane tetemenan.
15. Pan lajeng kasukan sami
nutug denira bojana
ing pukul kalih bubare
Wong Agung kondur ngadhatyan
methuk Retna Muninggar
lan Sekar Kadhaton methuk
tunduk samya ngraup pada.
16. Dhatengaken oneng sami
ya ta kawarnaa enjang
muni tengara kendhang gong
gumuruh kang bala kuswa
miwah kang para raja
ngirabaken barisipun
wus aglar ing pabarisan.
17. Miwah mungsuh wus miranti
barise tepung kalangan
Wong Agung Jayeng Palugon
wus nitih Sekarduwijan
mangsah ing rananggana
sesumbar anguwuh musuh
payo ingsun papagena.
18. Wruhanira ingsun Amir
turase dipati Mekah
Suraya Jayeng Palugon
lesing jagad pramudita
kasuk kaonang-onang
sinembah ing para ratu
sewu kang ratu wadana.
19. Kang tinitah ing Hyang Widhi
anggempur danawa ditya
buta ing Jabalkab kabeh
tumpes wil diyu raksasa
kang wus sinebut lanang
payo endi para ratu
peksa sudira wasesa.
20. Bahman tumungkul prihatin
umangsah Raja Bardiyan
nitih dipangga binarong
kinerakab sapengandhap
kadya bajo lar merak
lir gajah ijo dinulu
sapraptane rananggana.
21. Salukun sikeping jurit
pan sampun ayun-ayunan
sang Jayengmurti tanya lon
sapa aranmu narendra
lan ngendi kuthanira
Sri naranata sumaur
ya ingsun Raja Bardiyan.
22. Kuthaningsun ing Kudari
ratu lelananging jagad
dening praptaningsun kene
iya ambabarang aprang
sira kang ingsun śedya
dumeh apa ta sireku
ngasoraken para raja.
23. Baya kemat sira iki
dene ta nora gedheya
boyong ratu gedhe-gedhe
tur padha ratu prakosa
kabanda dening sira
nanging padha ratu cubluk
dene kena sira banda.
24. Sira durung oleh tandhing
ratu kang padha gegala
ingkang kaya jenengingong
payo sira lekasana
apa kang aneng sira
sun cicipane gadamu
ingsun arsa ngrasanana.
25. Ngandika Sang Jayengmurti
heh Bardiyan wruhanira
iya dudu caraningong
ing prang andhingini gada
balik sira dhingina
yen uwis ganep ping telu
ingsun males marang sira.
26. Gumuyu nateng Kudari
yen uwis sun gitik sira
dadi ngong tan wruh rasane
marang ing panggadanira
sira mangsa mindhoa
katiban pepukulingsun
pasthi rata lawan lemah.
27. Wong Agung Menak nauri
lah mara sira gadaa
kudu mengko mati awor
lan lemah wus takdiring Hyang
aywa ta walangdriya
Bardyan latah sumaur
kudu amekasi sira.
28. Basa gadaningsun iki
bobote sewu kati mas
sira endhek cilik maneh
lan tungganganira kuda
pasthi anggandra pira
ingsun agung tur aluhur
lan tungganganingsun gajah.
29. Wong Agung ngandika aris
lah aja kakehan polah
nuli leksanana age
Raja Bardiyan sru ngucap
lah iya prayitna
sarwi ngundha gadanipun
alok senggak asru gada.
30. Katadhahan ing panangkis
tan osik ing astanira
Wong Agung Jayengpalugon
winales parisanira
nanging datan ginada
sinogok saking ing ngayun
pinadal Bardiyan kontal.
31. Wus tiba saking ing esthi
gajahe nulya ginada
maledug sumyur pan awor
lan lemah Raja Bardiyan
tangi arsa anggada
wus rinebut gadanipun
Wong Agung alon ngandika.
32. Kudhunga parismu wesi
Bardiyan sira sun gada
lawan gadanira dhewe.
sigra kudhung bandabaya
sira Raja Bardiyan
Wong Agung sigra amupuh
ingantep panggadanira.
33. Sumyur parisanireki
anempuh sirah Bardiyan
ajur lan parise awor
pejahe Raja Bardiyan
surak bala ing Ngarab
rajeng Dinawar andulu
lawan sang Raja Parisdan.
34. Raja Puldriyan samya ngling
heh ta sang Bathara Hirman
tan kena tinandhing prange
bebayani raja Arab
linawan prang tunggulan
apened yen ginarubuh
prang tandhing tan wonten nangga.
35. Bala Sarkab lan Kudari
ing Kulsum lan ing Dinawar
pan akathah punggawane
prajuritipun akathah
kabeh arsa kiwula
dene ratunipun lampus
miwah ta ingkang binanda.
36. Sayekti arsa belani
sentananing para raja
kalamun wus ana pakon
Bathara Hirman ngandika
inggih ta langkung karsa
sang Raja Puldriyan gupuh
Raja Sulbi lan Parisdan.
37. Parentahe pra dipati
kang ratune kapracondhang
ngumuka bareng lan ingong
sadaya matur sandika
wau sang Kakungingrat
anguwuh aminta mungsuh
adangu tanana mangsah.
38. Obahing mungsuh katawis
oreg barise golongan
satriya myang punggawane
samya nitihi turangga
Wong Agung ngawe bala
payo barenga tumanduk
anumpes kang mungsuh bangga.
39. Nora arsa aprang tandhing
si lanat arsa prang gebyah
bala Ngarab sadayane
satriya lan para nata
sigra nitihi samya
kabeh tetungganganipun
tanana nedya mundura.
III Perang Gebyah
Durma
1. Sareng nganduk pareng surak pareng mangsah
lir rebah kang wiyati
sagung para nata
satriya myang punggawa
ingkang wahana kudesthi
senuk lan bihal
balekdaba lan kuldi.
2. Kadya gunung rungkad ingkang alas-alas
campuh robing jaladri
jagad prakampita
ruhara pabaratan
pra samya gunge kang baris
kadya akasa
tangkeb kalawan bumi.
3. Lindhu awor prajurit kang aneng liman
prawira pitung kethi
kuda pitung yuta
dharate pitung bara
yen prawira munggeng esthi
kang pitung yuta
pitung bara turanggi..
4. Yen prawira kang nitih gajah sawendra
sagulma kang turanggi
dharate sakirna
sawendra sewu wendra
sagulma sakirna kethi
wala huaklam
Allah kang ngudaneni.
5. Ngawikani wewilangane kang aprang
bala Islam lan Kapir
ramening ngayuda
miwah kathahing wadya
duk prang Bakdiyatar nguni
apan tikelan
akathah kang puniki.
6. Kang kinarya tetunggule bala Ngarab
kang mangka anjenengi
bathara taruna
Prabu Kobat Sarehas
pangayape satus kethi
kabayaning prang
Raden Umaryunani
7. Ingkang mangka pangirid Sang Kakungingrat
pira-pira para ji
lir samodra bena
mungsuh tetunggulira
sira prabu nyakrawati
Sang Prabu Hirman
dene kang bebayani.
8. Sira raja Puldriyan lawan Parisdan
Bahman raja pangirid
tempuhing ngayuda
gajah apepuletan
turangga tempuh wor angrik
pan pira-pira
sagunge kang pepati.
9. Pesating kang jemparing pan kadya jawah
tempuhing pedhang tamsir
kariciking cacap
kepruke alugora
reke kang lelayu sebit
kapyuking kantar
tempuh wor mangulabi.
10. Goraning rok ramene kadya kiyamat
ruge kang pasir wukir
bubul kadya belah
bantala ngambak-ambak
girindra yayah kagiri
angombak-ombak
sumebar kilat thathit.
11. Surem-surem surat soroting baskara
lebu mulek-muleki
maliketi kisma
racak-racak punang rah
maruta kadya nyarubi
lebu lawan rah
lesus meses mulesi.
12. Para nata samya ngawaki sadaya
Lamdahur pamuknya glis
lan punggawanira
pra dipati ing Selan
sakethi akere wesi
gajah dandanan
kang samya den titihi.
13. Kuda pitung kethi para ratu Selan
kuda peperang sami
kadya liman meta
Lamdahur pamukira
tan wruh antuke pepati
pamedhangira
kadya ngrampasi pacing.
102
14. Kadya nacah timun ingkang munggeng tegal
pan kadya ambabadi
gedhang pagedhangan
Tamtanus sabalanya
rumeksa ing Maryunani
kuda dandanan
patang leksa prajurit.
15. Kekulambi baruti peremas waja
para mantri Yunani
sikep lembing cacap
duduk iber-iberan
angeramaken ing jurit
pyak pyuk anacap
anduduk angakahi.
16. Kadya nacah ulam loh prajurit Yunan
lir ngidak cacing luwing
ngiles-iles rayap
Sri Sayid Ibnu Ngumar
ratu pepitu ngayengi
sami nyanyuta
wadyane ratu siji.
17. Andanbilis Ancanbilis Ganjimanda
lawan Ambilaaji
Gaji Amonggora
Gorauktur taruna
pamuke angobrak-abrik
krura mabyangan
sagung para prajurit.
18. Raden Ibnujara putra Parangteja
patang leksa prajurit
miwah Umarjaman
Kohkarib raja putra
Banarungsid lan Pringadi
sugih prawira
raja putra Serandil.
19. Datan keni winuwus kehing wadya Byah
myang sagunging para ji
mungsuh seserayan
ratu kang angreh raja
Puldriyan Parisdan Sulbi
tanpa wilangan
balane angebeki.
20. Pamukira tempuh prang tabah-tabahan
tan wrin manggih pepati
riwuting paprangan
prahara haru-hara
karubiru borak-barik
gajah gelasah
kuda kedadak mati.
21. Kadya tambak bangkening turangga liman
bihal senuk lan kuldi
memreng balekdaba
unta lan adal-adal
andaka makethi-kethi
mayuta-yuta
angrob samodra getih.
22. Ngiwat-ngiwut pamuke Sang Kakungingrat
yayah andaka kanin
luwesing turangga
nenggih Sekarduwijan
pamedhange ngowak-awik
ngrampas amapas
murdaning pra dipati.
23. Pira-pira pepati timbun matambah
dening Sang Jayengmurti
sadina tan kena
uwal kang bandayuda
maksih ungkih liru titih
arok wiletan
malah wus prapteng wengi.
24. Sangsaya sru pamuke mungsuh lan rowang
pati gagap-gagapi
bala kang katrajang
kambah kabilulungan
wau ta ingkang winarni
Tunggule Hirman
pusaka ing Medayin.
25. Saking Prabu Sarehas nalikanira
tapa aneng jaladri
sajroning kong gedhah
mentas nulya akarya
tunggul prabawa kasektin
yen dalu padhang
kadya padhanging sasi.
26. Salamine yen raina ingulesan
pinandhi den songsongi
winor upacara.
yen datan ana karya
awan nora den ungkebi
saking ulesnya
tunggul iku kekasih.
27. Kang satunggil duk Raden Kobat Sarehas
ingadekken narpati
kang eyang miy arsa
anulya kinintunan
tunggul pusaka satunggil
Kobat Sarehas
wus pinaringan waris.
28. Marang eyangira Bathara Nusirwan
satunggil neng Medayin
sinung Raden Hirman
sasele kang pusaka
binabar tunggulnya aglis
Sang Prabu Hirman
kadya padhanging sasi
29. Wonten kawan atus cengkal padhangira
barag kang wadya kapir
dening tunggulira
Prabu Hirman prabawa
wus sasat padhanging sasi
kagyat wong Ngarab
Sang Prabu Kobatsari.
30. Ingaturan dening mantrine gegawan
saking ibunireki
wong Medayin kawak
pun Seder namanira
dhuh gusti Sang Prabu Pekik
narpati jaka
abdine tur upaksi.
31. Prabu Hirman amasang tunggul wasiyat
mila padhang puniki
paduka masanga
ingkang tunggul wasiyat
tetulung sagunging dasih
pun paman Hirman
sami lan paduka ji.
32. Pan sajodhonipun kagungan paduka
tuwan babara aglis
sigra kinen babar
acahya andakara
sumilak padhang lir sasi
ping kawan welas
enggar wong Ngarab wuri.
IV. Wong Agung kabranan
Pangkur
1. Wadya kang keles ing prang
samya ngungsi padhanging tunggul sami
jejel ingkang maksih emut
ingkang ngungsi pepadhang
ingkang sampun lali pangamuke wuru
tan wruh ing peteng lan padhang
saking wit dhokohing jurit.
2. Saya sru pangamukira
pan Wong Agung wuru madyaning jurit
gumoh bojo pulang marus
kiyu mar astanira
saking kathah denira mateni mungsuh
mulur-mulur grananira
ilu medal saking lathi.
3. Makuthanira kagiwang
mengleng nendra ngantuk luhur turanggi
bajo teles dening marus
tumuruh mring kekapa
Jayengmurti sanget wuru datan emut
ing purwa madya wasana
ler kidul wetan tan uning.
4. Kasorotan ing pepadhang
Raja Bahman miyat Sang Jayengmurti
lamun sanget wuru marus
Umarmaya kapisah
Raja Bahman tedhak saking kudanipun
sarwi ngempit pedhangira
medal ing wurine Amir.
5. Wus celak sigra amedhang
saking wuri nginggil talingan keni
kagyat Wong Agung anjumbul
Bahman sampun lumajar
ngusap sirah kokotos rahira nembur
Wong Agung angungak-ungak
kang amedhang tan kaeksi.
6. Bahman sigra palayunya
niba tangi tiba kasandung bindi
kabentus ing gajah lampus
kena ing gadhing bowak
dadya ngrempong ling-alingan gajah lampus
sarwi miyat solahira
kanine sang Jayengmurti.
7. Ambeneraken makutha
kinukuhken sinindhet den taleni
ngandika mring kudanipun
Sekardiyu den enggal
wetokena saking baris kene ingsun
anjungkel sang Kakungingrat
kantaka luhur turanggi.
8. Sekardiyu gya umesat
nander medal saking jabaning baris
Sang Raja Bahman andulu
Wong Agung solahira
Panjungkele neng kuda tinarka lampus
mangkat sarwi kujengkangan
alok Ambyah wus ngemasi.
9. Gumyah sagung wadya bala
lamun Jayengmurti kalok ngemasi
Marmaya kagyat angrungu
julalatan manengah
angulati Wong Agung datan ketemu
angolak-alik bebathang
adangu datan kapanggih.
10. Dangu-dangu manggih tapak
Sekardiyu tinitik sampun mijil
saking jroning baris agung
yata prapteng raina
luwar sami kang aprang sampun akumpul
ing balane sowang-sowang
tan ana carub kang baris.
11. Wong Ngarab tan manjing kitha
dening gustinira dereng pinanggih
sami sungkawa kalangkung
sagunging kang turangga
binathilan tinugelan buntutipun
pratandhane bala Ngarab
kalamun sanget prihatin.
12. Sami ngrubung Umarmaya
tinangisan Umarmaya sru angling
lagi durung tetep iku
iya aloking mengsah
Jayengmurti tinarka yen uwis lampus
sun rurah sajroning bathang
layone datan pinanggih.
13. Kasaru ing praptanira
wadya Ngarab kang kantun kang den irid
enjang praptanira jujug
Wong Agung Parangteja
lan Marmadi panggih lan Umarmayeku
miwah sagung para raja
lajeng bantoni prihatin.
14. Wong Agung ing Parangteja
sabalane kuda wus den bathili
wong Ngarab sukanireku
praptane Raden Maktal
prihatine. Wong Agung dereng pinanggih
Adipati Tasikwaja
pangandikanira aris.
15. Heh Yayimas Parangteja
lah kariya tunggunen baris iki
ladenana mungsuh iku
ing aprang sawatara
ingsun arsa ngupaya rakanireku
tapake Sekarduwijan
arsa sun turut sun titik.
16. Sagunging kang para raja
marang Umarmaya samya ngabekti
sigra mesat Marmaya wus
ing wuri agung aprang
saben ari wong Ngarab tetunggulipun
Wong Agung ing Parangteja
kuneng gantya kang ginendhis.
V. Wong Agung dipun upakara dening Sahsiyar
Dandhanggula
1. Panandere turangganira Mir
sawetune saking ing paprangan
kalantur tebih tibane
manjing marang wana gung
wonten margi terusan alit
bingung Sekarduwijan
marga lit tinurut
anjog ing Bukit Surukan
wukir alit ana sendhange sawiji
wening ilining toya.
2. Sekarduwijan ningali warih
marganira anabrang wawangan
turangga kendel angombe
wong Agung maksih kukuh
asta kancing pan datan eling
tuwuk Sekarduwijan
apan arsa laju
nabrang wangan ngampat marga
wukir alit kaplorod Sang Jayengmurti
tiba angalang wangan.
3. Lir binebeg kang toya tan mili
ilining toya saking kalaban
angluberi sarirane
toya awarni marus
turanggane maksih nenggani
jetung Sekarduwijan
neng dagan atunggu
ya ta ingkang winursita
wonten dhukuh sangandhaping wukir alit
dhukuh Mendhong Surukan.
4. Wonten wismane amung sawiji
randha miskin Ni Umi Sahsiyar
satunggil jalu sutane
karyane angon wedhus
mung pepitu wedhusireki
langkung ing miskinira
randha kawlas ayun
sira Ki Jaka Sahsiyar
ing nalika wanci tengange anggiring
wedhusipun ginawa.
5. Prapteng wangan kagyat aningali
dening toyaning wangan mili rah
Sahsiyar ngungun ing tyase
mrenahken wedhusipun
Ki Sahsiyar arsa udani
kang karya mili erah
Sahsiyar mandhuwur
kagyat ningali wong rebah
ngalang wangan mentas aprang nandhang kanin
turanggane atengga.
6. Ki Sahsiyar sigra marepeki
ngiling-ilingi wadananira
mawa cahya kekuwunge
Sahsiyar ngling ing kalbu
baya raja kang tatu iki
mentas amangun aprang
kantakane tatu
raja ing ngendi ta baya
baya aprang lan balane Jayengmurti
sawusnya ngartikeng tyas.
7. Sun gawane mulih wisma mami
sun tambanane lamun warasa
ing tembe ana pedahe
pamalese maring sun
yekti ana ing tembe ngakir
dene yen banjur pejah
iya nora wurung
duweke kaduwe mring wang
dene iya sun kubur ingsun resiki
dandanane akathah;
8. Ki Sahsiyar pan niyatireki
pan amangun karya kabecikan
ing batin kenceng niyate
sigra mrepeki gupuh
pinggangira cinandhak aglis
apah arsa den angkat
ginendhong kasaru
Sekarduwi mara mendhak
ambangingih Sahsiyar kendel anolih
aningali turangga.
9. Ki Sahsiyar kendel aningali
kuda iki pan idheping jalma
teka mangkene solahe
kudu ngrewangi junjung
kinuwatan ingangkat malih
kuda mendhak ing lemah
Sahsiyar agupuh
rekasa panjunjungira
inginggahken marang gigiring turanggi
apan sampun kaentas.
10. Binekta mantuk wismanireki
prapteng wisma apan wus pinarnah
ing kanthil bale jabane
biyangira amuwus
kulup sapa kagawa iki
Sahsiyar aturira
punika wong tatu
tiba ngalang aneng wangan
ngong watara ibu puniki narpati
utawa sinatriya.
11. Mentas aprang ketaton puniki
praptanipun ing ngriki binekta
inggih dhateng turanggane
amemelas satuhu
mila arsa kula jampeni
pinten banggi yen saras
wontena sihipun
iya kulup sakarsanta
dadi ingsun kewala kang angon kambing
sira pan lagi tengga.
12. Kudanira neng ngulon nunggoni
Ki Sahsiyar lunga ngambil tamba
sagegem tinambakake
sigra bineket sampun
kang tatamba lawan jejarit
nulya busananira
rinucatan sampun
winasuh kang taber erah
ingisisan kaprajuritan sinandhing
mangkana Ki Sahsiyar.
13. Sekardiyu pan arsa giniring
sira iku lungaa marana
marang pasuketan akeh
turangga datan purun
den agagi lawan gegitik
sigra Sekarduwijan
buka netranipun
nenggih kang wonten ing jaja
pandelenge kadya netrane raseksi
macicil gilar-gilar.
14. Ki Sahsiar dharodhog ningali
langkung hebat iki jaran apa
teka mangkono solahe
lah iya sakarepmu
kuda tunggu gustinireki
mangkana cinarita
jangkep pitung dalu
yen sore ibune prapta
lamun enjing kesahira angon kambing
sawusnya pitung dina.
15. Engetira ri Sang Jayengmurti
Ki Sahsiyar nuju neng kebonan
Wong Agung buka netrane
kadya saking aturu
kagyat ngusap kaninireki
nulya lajeng alenggah
Wong Agung angungun
waune aneng paprangan
iki teka alinggih ana ing kanthil
tur wisma lit dhedhekah.
16. Sekardiyu wruh gustine linggih
muni thakur-thakur weh isarat
kadya angundhang swarane
Sahsiyar duk angrungu
kuda muni anulya mulih
dene wus pitung dina
tan ana angrungu
mung mangkya turangga munya
sapraptane Wong Agung kapanggih linggih
Sahsiyar marek nembah.
17. Sarwi tumungkul sirahireki
Sang Jayengmurti alon ngandika
heh wong anom apa lire
tingkahira maring sun
lawan sapa namanireki
Sahsiyar matur nembah
pun Sahsiyar ulun
kula tiyang angen menda
wastanipun bukit Surukan puniki
amba wong kawlas arsa.
18. Katur sadaya solahireki
amiwiti prapta ing wekasan
nalika duk pambektane
saking wangan ing dangu
ya ta mesem Sang Jayengmurti
heh sira tetepena
pakaryanireku
kangelanira maring wang
pasthi ana pamalesireng Hyang Widdhi
wong karya kabecikan.
19. Nora ana wong agawe becik
winalesa lawan siya-siya
apan wus ana dalile
becik amanggih ayu
heh Sahsiyar sun utang urip
aja ta walang driya
den sabar karuhun
ingsun durung pati bagas
lamun ana wedhusira salah siji
gawekna bubur surba.
20. Dimene seger sarira mami
nulya Sahsiyar andhekep menda
lajeng denira nembeleh
sigra ingolah bubur
surba mateng katur Sang Amir
sigra denira dhahar
antuk pitung suru
Wong Agung anulya nendra
sakarine bubure wus den lorodi
ulame dhinendhengan.
21. Enjangira Wong Agung lingnya ris
Sahsiyar yen maksih wedhusira
olahena bubur maneh
Sahsiyar nembah matur
darbek kula namung satunggil
pun ibu maksih gadhah
nenem kathahipun
Wong Agung kagyat ngandika
yen mangkono undangen ibunireki
panggiha lawan ingwang.
22. Ki Sahsiyar sigra amarani
ing ibune wus prapta ing wisma
ingirid prapteng ngarsane
Wong Agung ngandika rum
heh Sang Umi Sahsiyar nenggih
anedha dukanira
ingsun ngambil biyung
parlu sira mulasara
aturnya lon heh babo babo nak mami
mugi kalampahana.
23. Karsanira babo ngambil bibi
dene langkung saking sudra papa
tan pantes awor ing akeh
luwih karsanireku
langkung nistha inggih pun bibi
pan saking karsanira
babo putraningsun
Wong Agung alon lingira
pira kehe ta bibi kambingireki
matur nenem punika.
24. Lah ta bibi wehena ing mami
gawekena bibi bubur surba
anyar siji sadinane
ingsun lironi besuk
kambing siji sapuluh benjing
kambing pepitu iya
dadi pitung puluh
nyai randha aturira
yen makaten pun bibi weruhna mangkin
ing nama pakenira.
25. Supayane kambing nenem nuli
sun aturaken ing pakenira
Wong Agung mesem ature
ya bibi araningsun
Sayid Sami sanake sami
Wong Agung Jayengrana
ingkang angadhatun
aneng ing Kaos nagara
satriyane bibi tegese wak mami
gegawan saking Ngarab.
26. Lega tyase ni randha miyarsi
osiking tyas pan iki santana
Wong Agung angreh ing kene
kalana Jayengsatru
setya tuhu asih ing dasih
apura marteng jagad
wewatekanipun
nyai randha sigra kesah
wedhusipun kenem binekta pra sami
katur ing ngarsanira.
27. Lah ta anakingsun Sayid Sami
tampanana kambing nenem iya
ing sakarsanira mangke
alon denira muwus
iya bibi tarima mami
Sahsiyar olahena
bubur surba ingsun
siji-siji sadinanya
dimen seger Sahsiyar sarira mami
Sahsiyar danasmara.
VI. Umarmaya madosi Wong Agung
Asmaradana
1. Sahsiyar pan saben enjing
maragad menda satunggal
ingolah bubur surbane
dhinahar marang Wong Menak
enjang malih maragad
sawegira kawan dalu
nyai randha alon mojar.
2. Anakingsun Sayid Sami
adhahara kukuluban
mene ingsun kulubake
eletana dhahar menda
sira Wong mentas lara
manawa kaget nakingsun
abecik den uda-uda.
3. Angling Raden Sayid Sami
lah bibi sakarsanira
dimene enggal enthenge
gih bibi sariraningwang
mangkana pinareman
saben-saben wanci surub
apan inguyup-uyupan.
4. Kanine wus mingkem sami
Sarira pan meh tenggarang
nyai randha lon wuwuse
Sayid Sami sutaningwang
becik ameng-amenga
marang sajabaning wangun
sira mulata akasa.
5. Iya Raden Sayid Sami
aja kawewel tyasira
ambantoni ing enthenge
ya babo sariranira
watek wruh ing pepadhang
Wong Agung mesem anurut
ngenggar-enggar aneng latar.
6. Heh sutengsun Sayid Sami
yen wis bisa marang latar
nuli undhakna mring kebon
sayekti sangsaya rikat
nyawa Sariranira
bibi selot-selotipun
kang sarira maksih anggal.
7. Sutaningsun Sayid Sami
kudanira abanana
dimen memangan mring kebon
miwah jaban padhukuhan
enggoning suket kathah
laminira gerah iku
iya durung mangan-mangan.
8. Pijer tunggu ing sireki
lah ta nyawa jaran apa
iya jarwanana ingong
durung ana jroning praja
kang mirib kudanira
ingsun nyawa durung ngrungu
turangga grahita jalma.
9. Angling Raden Sayid Sami
bibi punika gadhuhan
kudane Jayengpalugon
pan inggih anaking ditya
saking gunung Jabalkab
ibune peri puniku
manthuk-manthuk nyai randha.
10. Sangsaya kandel tyasneki
denira ngaken atmaja
nuju kalih aneng kebon
bebisik mring anakira
kulup dhedhayohira
nyata santanane tuhu
mring Wong Agung Kakuningrat.
11. Dene turanggane iki
ujare iku gadhuhan
saking si Jayengpalugon
pan iya anaking ditya
kuda saking Jabalkab
den becik sungkemireku
batine nyata bendara.
12. Gujeng Raden Sayid Sami
wuwusen Ki Umarmaya
kalaut-laut lampahe
manjing marang wana wasa
mulat lor kidul wetan
Ki Umarmaya andulu
ana marga teterusan.
13. Tan adangu cuthel malih
anjetung Ki Umarmaya
sarwi ambanda astane
angantuk-ngantuk lumampah
nemah Ki Umarmaya
sukur mati sukur idhup
adangu dennya lumampah.
14. Kabentus ing kayu tangi
anjumbul Sang Tasikwaja
kendel mulat ngalor ngulon
ana marga teterusan
limit tilasnya kambah
anulya ningali banyu
wangan wening saking sendhang.
15. Tinurut amanggih ardi
ardi peputhuk kewala
ana marga beser-beser
ngampat wukir alit ika
wau Sang Tasikwaja
ayun wruh wekasanipun
ing wukir alit punika.
16. Prapta imbange kang wukir
katingalan ana wisma
siji lamat-lamat katon
karange maksih bebabal
tanggung durung tumruna
sajabaning pageripun
ana turangga memangan.
17. Umarmaya gya mrepaki
mata kapen kaya-kaya
angadhem-adhemi tyase
pinareriga kuda ika
kaya Sekarduwijan
Sekarduwijan andulu
ana janma siji prapta.
18. Kendel denira abukti
mulat sujalma kang prapta
yen Umarmaya yektine
gya muni Sekarduwijan
mapag marang Marmaya
banting-banting sirahipun
binantingaken ing lemah.
19. Cumeplong tyas Marmayeki
yen estu Sekarduwijan
turangga lumaku muleh
nolah-nolih lampahira
ngejepi Umarmaya
Ki Umarmaya tut pungkur
wurine Sekarduwijan.
10. Prapteng wisma berik-berik
muni pun Sekarduwijan
kadya weh sarat unine
yen prapta pun Umarmaya
kalihe kagyat mulat
Marmaya gupuh lumayu
amengkul pada karuna.
21. Wong Agung sigra nedhaki
angrangkul marang Marmaya
peluk-pineluk asuwe
sawusnya tata alenggah
Dipati Tasikwaja
medalken dhaharan sampun
saking kandhi kang sarwendah.
22. Anulya sami binukti
asuka Sang Kakungingrat
kadya riyaya pamine
salamine aneng ngarga
tan ana pepanganan
praptane Umarmayeku
kambon panganan nagara.
23. Umarmaya matur aris
suwawi nunten kondura
apan sagung para katong
sami kalangkung sungkawa
sinatru sekul ulam
toya tan mangsuk ing gulu
andina-dina karuna.
Miwah ta sang rajaputri
kalihe diweng karuna
Muninggar Sekar Kedhaton
tan tolih tadhah anendra
Wong Agung angandika
ingsun kakang maksih lesu
sira bae kang dhingina.Wartanana kang para ji
apa misih rame aprang
Sang Tasikwaja ature
inggih maksih saben dina
rame abanda yuda
dereng wonten mendhanipun
bantuneng mengsah gung prapta.Nanging rayi Tuwan prapti
yayimas ing Parangteja
kang Ungaran sabalane
wadya ingkang saking Mekah
sagung kang para nata
mila wonten asrepipun
mengsah sami darbe taha.Wong Agung ngandika malih
lah uwis kakang den enggal
matura ing yayi karo
Muninggar Sekar Kedhatyan
amit Ki Umarmaya
sigra nampel wentisipun
mesat tumruna lampahnya.
- Sinom
- Ing marga datan winarna
lampahe Marmaya prapti
pasamuwan bala tantra
lagya yun-ayunan jurit
Umarmaya sesirig
kagyat sagung para ratu
rinubung Umarmaya
pra samya tetaken warti
Marmaya ngling pan maksih ana agesang.
- Aneng gunung alit kana
ing Mandhang Surukan nenggih
kanine pan wus waluya
kari lesune kang maksih
ya ta sagung para ji
tangara pangluwar wuyung
juru kedhang sadaya
salin panabuhe sami
pratandhane yen mari prihatinira.
- Wus ayem dening pawarta
Umarmaya muwus aris
heh sagunging para nata
satriya miwah bupati
Sapa arsa udani
ing gusti sakarepipun
iya padha mangkata
ingsun ingkang tunggu baris
sigra Raden Maryunani nitih kuda.
Umangkat sabalanira
kang samya nitih turanggi
Lamdahur wus nitih liman
miwah sagunging para ji
gumredeg rebut dhingin
wau Ki Umarmayeku
sampun manjing kadhatyan
panggih rajaputri kalih
katur lamun kang raka aneng Surukan.Gumeder sajroning pura
kang samya nahen prihatin
mengakaken lawang suka
Retna Muninggar lingnya ris
heh yayi putri Mesir
payo nuli age nusul
marang Bukit Surukan
aja na kang nitih esthi
ingsun nitih liman bae dimen enggal.Busekan samekta budhal
Rajaputri Muninggarim
pinelak dipangganira
miwah rajaputri Mesir
wus samya nitih esthi
parekan lan inyanipun
sadaya nitih kuda
Muninggar pawonganeki
kawan ewu sadaya anitih kuda.Wau ta kang kawuwusa
sagung kang samya ngriyini
ingkang para putra lawan
para ratu sampun prapti
bebungasing wanadri
nanging sakiduling gunung
alit enggening dhekah
gumuruh turangga esthi
Ki Sahsiyar lan ibune samya maras.
Duk praptanira Marmaya
Sahsiyar anuju sepi
lah ibune kakerapa
jejanganan anyaosi
kuluban Sayid Sami
mangkya prapta gupuh-gupuh
ni randha prapteng ngarsa
dhuh sutengong Sayid Sami
ana baris marene tanpa wilangan.Manawa ta iku mengsah
angling Raden Sayid Sami
bibi kadi dede mengsah
mokal uninga ing ngriki
ewa mekoten bibi
inggih sapuluh-sapuluh
kalamun tuhu mengsah
ing pundi gene gumingsir
lara pati mangsa kena singgahana.Ni randha alon lingira
heh Sahsiar anak mami
atungguwa kakangira
Sahsiyar ngadhep tan tebih
wau kang prapta dingin
Maryunani lan Lamdahur
lawan Sang rajeng Yunan
miwah Prabu Umarmadi
sakadange andhingini praptanira.Manjing jro marek tur sembah
samya ngraup pada nangis
gumuruh kang para raja
miwah Raden Maryunani
sawusira ngabekti
samya nebih dennya lungguh
dheku kang para raja
tan dangu gumrah ing jawi
praptanira Muninggar Sekar Kadhatyan.
Wus tedhak saking dipangga
sira rajaputri kalih
gurawalan manjing wisma
nungkemi pada sru anjrit
kathah sesambatneki
sang rajaputri Medayun
miwah sesambatira
sira rajaputri Mesir
nyai randha gegetun kaya matiya.Dene ta sewu tan nyana
yen puniku Jayengmurti
pangakune pan satriya
satriyane Jayengmurti
arane Sayid Sami
iki jebule ngendhukur
Wong Agung Kakungingrat
bisa temen angalingi
nyai randha kekes rumab ajrih perak.Miwah sira Ki Sahsiyar
anjenger tan bisa angling
kamitenggeng solahira
sangsaya gung ratu prapti
gantya sami ngujungi
Sahsiyar lan ibunipun
kesah-kesah tan kena
kinen tetepa alinggih
parek munggeng ngarsane Sang Kakungingrat.Ngungkuraken para raja
Wong Agung ngandika aris
heh sagunging para nata
ingsun iki utang urip
marang Sahsiyar iki
iya sun aku sadulur
ibune si Sahsiyar
iya ingsun aku bibi
aweweha padha sakuwasanira.
Miwah yayi karo sira
mangkono parentah mami
Retna Muninggar ngandika
bibi tutugena ugi
gonira gawe becik
ingsun milu ngaku biyung
andheku nini randha
angling rajaputni Mesir
iya ingsun bibi mily ngaku biyang.Sang putri kalih utusan
miwah sagunging para ji
pra samya ngambil barana
utusane raja putri
ingkang prapta rumiyin
dinar pitung atus pikul
pan pitung puluh yuta
paparinge Muninggarin
putri Mesir paring patang puluh yuta.Kajawi wastra busana
peparing saking sang putri
miwah inten lan pakaja
mutyara nila widuri
utusane para ji
ana prapta ana durung
nenggih kang sampun prapta
paringe ratu pangarsi
pan anyatus wong estri kalawan priya.Kalawan sanjatanira
leskar kang saking para ji
kajawi kang rajabrana
turangga unta lan kuldi
lawan kang angon sami
peparinge para ratu
nalika pitung dina
cinacah leskarireki
apan sampun kawan leksa kawan nambang.
Wong Agung alon ngandika
Sahsiyar sun karya mantri
den kadi mantri sadaya
mangkana tan kendel prapti
sagung para narpati
ing wuri andina rawuh
ingkang tan kena ngundhang.
parandene samya prapti
yayah kadya anadari gustinira.Ana nyalawe nyadasa
leskar jalu lan pawestri
tanapi kang rajabrana
tan pegat andina prapti
sinungsung ing para ji
mas retna busana luhung
miwah kapraboning prang
myang dandananing nagari
kadya ngimpi Sahsiyar lan ibunira.Duk ing pitung dina engkas
cinacah sampun sakethi
Sahsiyar kawulanira
kawula jalu lan estri
rajabrana anggili
tinumpuk angundhung-undhung
Wong Agung angandika
mring sagung para narpati
si Sahsiyar leskare sangsaya katah.Pan ing mengko si Sahsiyar
sun adegaken bupati
ana ing Bukit Surukan
leskare pan wus sakethi
ing pitung dina malih
pisungsunging para ratu
sangsaya tumpa-tumpa
malah ingkang pra dipati
lan satriya sadaya dhatengken nadar.
Antara sapuluh dina
pitung dina kaping kalih
cinacah malih kang prapta
sampun antuk kawan kethi
lan wolung leksa malih
wolung ewu wolung atus
brana matumpa-tumpa
dandanan karya nagari
Ki Sahsiyar sampun ingadegken raja.Yen upami tinimbanga
cinaritakaken nenggih
dening kang alul carita
ing Bukit Surukan mangkin
lawan nagari Tarkis
katimbanga arjanipun
nanging donya kapara
kathah ing Surukan ugi
apan sampun masang kaparabon Sahsiyar.Saking gunging kanugrahan
nira Sang Surayengbumi
ibune sinung peparab
anenggih Umi Sultani
lire Umi Sultani
pan tegese ratu ibu
arja sami sawulan
Mendhang Surukan nagari
sangkep sampet sabusananne ngayuda.
Yen upama tinimbanga
Prabu Sahsiyar donyaki
kalawan ratu adagang
patang puluh para aji
lamine dennya grami
iya patang puluh tahun
pan maksih kathah uga
donyani Sahsiyar nenggih
karatone pan sedheng -sedheng sadaya.Nora pati yen kariya
nora pati angungkuli
lawan para ratu kathah
abebala patang kethi
ingkang warna prajurit
wolung leksa wolung ewu
kasrusra jagad raya
yen ana wong angon kambing
wus kinarya raja mring Sang Kakungingrat.Nagrine Bukit Surukan
mangkana Sang Jayengmurti
pisungsunge para raja
wus arang kang samya prapti
Wong Agung Jayengmurti
paring wedhus pitung puluh
lawan kang angon pisan
lan arta pitung yuteki
jurubeya ingone akarya kitha.Manjing ratu sinudara
mring Wong Agung Jayengmurti
lungguhe Prabu Sahsiyar
apan ta nora sumiwi
yen ora den timbali
kinadang-kadang ingugung
ratu isen wijohan
palowanu den paringi
wus mangkana pamit risang Kakungingrat.
31. Kondur mring Kaos nagara
sawadya bala umiring
ing marga datan winarna
ing pabarisan wus prapti
wau kang garwa kalih
kinen lajeng angadhatun
Wong Agung mring paprangan
lan para ratu wus panggih
ingkang samya kinen tunggu pabarisan.
32. Ngabekti angraup pada.
mangkana Sang Jayengmurti
munggeng ing tarub wangunan
siniweng para narpati
gunem masalah jurit
matur ingkang para ratu
Gusti bantuning mengsah
dereng pegat ingkang prapti
srayanipun Jobin lawan Raja Bahman.
33. Miwah ta rayi paduka
sarayane kathah prapti
inggih Sang Bathara Hirman
Wong Agung ngandika aris
ing mengko karsa mami
sakehing kang para ratu
iya salina gelar
gelara Sulupiyatin.
paran kono yayimas ing Parangteja.
34. Miwah kakang Tasikwaja
lan sutangong Maryunani
myang para ratu pangarsa
sadaya samya tinari
gelar Sulupiyatin
pepanthane pinartelu
lamun mangsah dadiya
gelar Arbangupiyatin
yen aliyan ngasokken ing wadyanira.
35. Agelara Asnapiat
yen mangsah Sulupiyatin
Arbangu kamsatupiat
Sabtuhu Sabngupiyatin
dene ingkang nindhihi
papanthane baris iku
Yayimas Parangteja
Marmaya Umaryunani
yen martelu wong telu iku kawasa.
36. Yen dadi Arbangupiyat
manjinga Prabu Serandil
yen dadi Kamsatupiat
manjinga Prabu Marmadi
yen Sabtahupiyatin
manjing yayi Tamtanus
poma den eling padha
Sulupiat dadi wiwit
Maktal Maryunani katiga Marmaya.
37. Yen mranem Sang Prabu Yunan
kang kawasa angreh baris
sampun mupakat sadaya
sagung kang para narpati
Sulu kinarya dhingin
para ratu pinartelu
Marmaya Raden Maktal
katiga Umaryunani
pan kaduman ratu ngalih ewu sowang.
38. Kang nunggil Ki Umarmaya
nenggih Sang Prabu Kohkarib
kang nunggil Rahaden Maktal
Prabu Lamdahur Serandil
kang nunggil Maryunani
sira Sang Prabu Tamtanus
yen mangsah sami mangsah
tigang pantha samya malih
amet para ratu ngalih ewu sowang.
39. Tunggul ingkang samya risak
sadaya wus den salini
ratu kang nenem punika
juru pamiseseng jurit
kanem Umaryunani
kang binage para ratu
kabeh wus sinung tandha
aju undure kang baris
satriyane miwah punggawane samya.
40. Marmaya pratandhanira
yen buwang topongireki
barise nulya amecah
pratandhane Maryunani
yen buwang duduk nenggih
pamacahe barisipun
Wong Agung Parangteja
yen tunggule den palintir
pan ing kono jangjine kang baris mecah.
41. Dene mungsuh kang den arah
wus samya sinagi-bagi
Dyan Maktal Prabu Hirman
Umarmaya prabu Jobin
Raden Umaryunani
Bahman pan bubuhanipun
pan wus dadya sadaya
sakathahe kang pinikir
prapteng dalu wong Agung lajing kasukan.
42. Kuneng wau winursita
Raja Bahman ratu Jobin
Puldriyan Sulbi Parisdan
miwah sagunging narpati
sadaya wus miyarsi
praptane sang Jayengpupuh
saking Bukit Surukan
ratu Jabin lingira ris
lamun benjang medal ginarubuh ing prang.
43. Wong Arab kunane iya
tan kena linawan tandhing
yen ora lawan cinidra
iya adate bilahi
prang Bakdiyatar nguni
ugi prang Pademis kang wus
bilaine ya mangkana
becik cinidra ing jurit
apa dene Raja Bahman Prabu Hirman.
44. Ing dalu datan winarna
ya ta kawuwusa enjing
muni tengaraning yuda
kendhang gong gurnang lan beri
teteg mawanti-wanti
Wong Arab barise metu
kadya samodra bena
belabar datanpa tepi
amberanang kadya girindra pawaka.
45. Wong Agung sampun alenggah
ing wijohan palowani
Bathara Kobat Sarehas
lungyeng ing ampuran rukmi
banjeng para narpati
akapang kalangan tepung
wau Sang Prabu Hirman
lan Bahman Parisdan Jobin
Raja Sulbi Puldriyan lajeng kekirab.
46. Wus pepak kapraboning prang
ing papan sampun miranti
wong kapir tanpa wilangan
tengara gumuruh atri
kadya belah kang bumi
gora reh guntur-gumuntur
mungsuh kalawan rowang
mempeng kasuran pra sami
pangajape ing prang tan nedya mundura.
VIII. Kalisahak pejah wonten ing paprangan
Durma
1. Wus andadi baris Arab gelarira
nenggih Sulupiyatin
sampun amartiga
Marmaya Raden Maktal
tiga Raden Maryunani
panggenanira
Wong Agung Jayengmurti.
2. Ing wurine satriya ing Parangteja
sagung para putra ji
ngayab Sri Bathara
Prabu Kobat Sarehas
wurining rama geneki
wusnya mangkana
mungsuh duk aningali.
3. Samya cingak de wong Arab karya gelar
nenggih Sulupiyatin
dadya kasalepak
arsa animbangana
Wong Agung parentah aglis
age mangsaha
iya trajangen dhingin.
4. Nora antuk duraka nyuda prawira
wong cidra den dhingini
sigra bala Ngarab
kabeh prajuritira
anitih turangga esthi
barang titihan
kabeh wus den titihi.
5. Umarmaya Maryunani Raden Maktal
pareng dennya ngabani
sigra sareng mangsah
samya nyamethi kuda
para ratu angawaki
sapunggawanya
satriya para mantri.
6. Tri gumuruh surak pareng dennya nunjang
barise wadya Kapir
kagum gugup mangsah
sawusnya tempuh ing prang
Rahaden Maktal nulya glis
tunggule sigra
pratandha wus pinuntir.
7. Wus umangsah Lamdahur sabalanira
Raden Umaryunani
duduk wus binuwang
Tamtanus sigra mecah
angering angirid baris
Dyan Umarmaya
ngulukken topong aglis.
8. Umarmadi wus mecah gegamanira
ngelar wus angelebi
barise Wong Arab
nangkebi mamrih papan
busekan ramening jurit
kadya prahara
ruhara mobat-mabit.
9. Lindhu awor mabyungan arebut papan
nebah-nebah kabalik
sagung para raja
satriya myang punggawa
numpes mengsah nganan ngering
ngambah angidak
pati sungsun atindhih.
10. Gora riwut siwat-siwut kang sesawat
palencuting jemparing
larape kang pedhang
sumirating baskara
tanpa rungyan ing ngajurit
mawur liweran
kuwur kawuran sami.
11. Ramening prang kadya belah kang akasa
pratiwi gonjang-ganjing
rag-reg kang parbata
yayah lir gumuntura
saking ramening ngajurit
rok-ruket samya
busekan silih ungkih.
12. Lali kadang gusti lali ing kawula
kawula lali gusti
anak lali bapa
bapa lali ing anak
gumrah sambating akanin
turangga liman
peluk akeh ngemasi.
13. Bala Ngarab kadya krunaning reksasa
ditya sayuta kethi
kontrak mamrih mangsa
angamah samodreng rah
Raja Puldriyan ngemasi
sang rajeng Selan
ingkang marwaseng bindi.
14. Raden Maktal anenggih ing yudanira
nenggih ratu sinekti
Sang Raja Parisdan
rame pedhang-pinedhang
baya wus karseng Hyang Widi
pakaryaning prang
rusuh gagap-gagapi.
15. Carub awor parandene nora ana
ingkang marengi ungkih
sikep lan punggawa
mantri lan para raja
apanggih kadya tinandhing
raja lan raja.
mantri pra samya mantri.
16. Nora jarag parandene kang satriya
sami satriya panggih
raja sami raja
wau ta kang ayuda
amedhang anitir-nitir
Raja Parisdan
tinangkis tan ngenani.
17. Atetanya Wong Agung ing Parangteja
wong apa sira iki
rusuh yudanira
ratu apa satriya
Raja Parisdan nahuri
pan ingsun raja
Kulsum kadhaton mami.
18. Sira iki ratu apa ta satriya
Raden Maktal nahuri
aranana raja
iya pan ingsun raja
sira aranana mami
lamun satriya
iya satriya mami.
19. Kuthaningsun Ngalabani Sang Parisdan
asru denira angling
payo umalesa
sigra Rahaden Maktal
Parisdan pinedhang aglis
parise sigar
rantas sirahe palih.
20. Anrus marang jaja weteng aneratas
kakapaning turanggi
tugel kudanira
Raja Parisdan sigar
Marmaya kagyat ningali
rajeng Dinawar
nenggih datan kaeksi.
21. Pira-pira prajurit Arab kang pejah
dening sang rajeng Sulbi
narpati Dinawar
sigra Ki Umarmaya
amasang topongira glis
saking Ngajerak
sasaat tan kaeksi.
22. Narik kanjar rajeng Dinawar tinigas
pedhot jangganireki
sigra Umarmaya
angamuk lawan kanjar
jer kapir sira miwiti
aprang siliban
mengko ingsun malesi.
23. Rasakena sira motangi maringwang
Marmaya mobat-mabot
ngamuk sarta kanjar
apan datan katingal
pira-pira kang ngemasi
dening Marmaya.
para ratu dipati.
24. Datan kena rinehken gunging pepejah
tan kena yen binudi
mung walla huaklam
Allah kang luwih wikan
ngawruhi gunging pepati
kang mungsuh dhadhal
sakarine kang mati.
25. Raja Hirman dhingini palayunira
lawan sang ratu Jobin
Bahman wurinira
Dyan Maryunani mulat
gya ngebat kuda mututi
Sang Raja Bahman.
sigra nabet turanggi.
26. Pan anginthar sinander untap-untapan
Raden Umaryunani
kasandhung ing Bestak
lemes den idak-idak
Raden tan arsa mateni
mring patih Bestak
mung Bahman ingkang pinrih.
27. Saparane Raja Bahman dipun ambat
kalingan katon malih
sinander anilab
yen kang ngalingi raja
miwah satriya bupati
sinabet pedhang
wong cilik den liwati.
28. Pan samarga keh kacandhak balanira
Raden Umaryunani
sanadyan satriya
yen nungkul inguripan
kang umiring Maryunani
para satriya
samarga memateni.
29. Kang anungkul jaluk urip inguripan
pra samya den boyongi
ing samarga-marga
wong Ngarab abebandhang
Hirman lawan ratu Jobin
neng ngarsa tebah
awor lawan wadya lit.
30. Amung Raja Bahman ingungset kalintang
mring Raden Maryunani
wau duk katingal
tebih tur lamat-lamat
Kalisahak cinamethi
satebihira
Bahman wus den caleki.
31. Pan kacandhak inguwuh Sang Raja Bahman
heh raja apa anjing
sira iku Bahman
dene agawe polah
nora tanggon ing ngajurit
payo mandhega
pan sarwi den lancangi.
32. Raja Bahman mandheg sarwi narik pedhang
wadyane kang tut wuri
ana kalih dasa
pisah anebih samya
Bahman amedhang sira glis
wus tinadhahan
lawan parise wesi.
33. Pan katangkis pamedhange Raja Bahman
sigra winales aglis
parisane sigar
rantas guluning kuda
tugel turangga ngemasi
sang Raja Bahman
tibanira kuwalik.
34. Dharakalan tangi narajang amedhang
sukune kang turanggi
Kalisahak rantas
samana pejahira
dyan malumpat Maryunani
nututi Bahman
sinabet saking wuri
35. Wontisiro kang tengen pedot pinedhang
Bahman nibo anangis
tan kena lumampah
wentise siji pègat
Dyan Maryunani nulya glis
mangsuli kuda
pan sarwi den tangisi.
36. Wadyanira Maryunani kathah prapta
Raden pijer anangis
enget nulya mara
ing gene Raja Bahman
sukune pinedhang malih
kang kering pegat
Raja Bahaman amempis.
37. Lah mangkono Bahman iku karepira
mati salah siranjing
tan wruh kabecikan
marang wong tuwaningwang
tinigas murdanireki
kinen ngaturna
marang kang rama aglis.
38. Duk lumampah wadya ingkang bekta sirah
kang rama selak prapti
nusul ingkang putra
kathah kang para nata
kendel tumedhak Sang Amir
saking turangga
seseban sawadyeki.
39. Ingkang samya prajurit munggeng turangga
wau murdanireki
Bahman tiningalan
Wong Agung angandika
eman temen ratu iki
agung prakosa
cacade kurang budi.
40. Nora nana pangandel kurang micara
miwah turangga iki
ya si Kalisahak
dene nora kayaa
tetinggale luhur mami
pan Nabi Iskak
ngendi antuk ngulati.
41. Pan Wong Agung karuna nangisi kuda
wus kinen ambeciki
winot ing bandhosa
pinetak ing nagara
sarta kinen anyungkupi
sampun binekta
marang Kaos nagari.
42. Yata wau sagunging prajurit Arab
satriya pra dipati
ing aprang kang samya
anglud bebujung mengsah
ingkang lelakon salingsir
miwah sadina
akeh antuk pepati.
43. Lawan akeh kang samya antuk jarahan
boyongan kang ngaurip
myang kang antuk sirah
ing raja lan satriya
punggawa kang den tigasi
katur sadaya
mring kang angraras ati.
Mijil
1. Kuneng risang Amiril Mukminin sawadya pra katong wus kapanggih kang bebujung kabeh Raja Hirman miwah ratu Jobin ngungsi ing Kaswiri Sang Raja Sanjahur.
2. Sang Jayengmurti sawadyaneki kondur marang Kaos sukan-sukan sawadya puniki kathahing pepati myang dohing pambujung.
3. Ing nagri Kaos wus tentrem malih tanana pakewoh mengsah sampun tebih panggenane dennya ngungsi mring nagri Kaswiri Hirman ratu Jobin kuneng kang winuwus.
4. Kadya ingkang carita mangsuli nalika kataton aneng Bukit Surukan enggene saben dalu kinemit ing ejin jin Ngajerak sami
yen dalu atugur.</poem> [ 149 ]
5. Nanging tanana ingkang ngawruhi
wonten jin sawiyos
ingkang mantuk marang negarane
tur uninga mring gustinireki
Sang Prabu Sapiri
yen putra Sang Prabu.
6. Manggih pataka madyaning jurit
pan inggih kataton
pan kapisah lan balane kabeh
Retna Dewi Ismaya miyarsi
miwah Kuraisin
sungkawa kalangkung.
7. Pamit kang eyang sarta buneki
pan arsa tetinjo
mring kang rama umiring ibune
retna prabu sigra angundhangi
kerig kang wadya jin
punggawa keh tumut.
8. Sadatsatir lan patih Sanasil
ambekta pra katong
myang bebektan badhe tuk-antuke
sagung wowohan kang adi-adi
samya den dhulangi
pirang-pirang panggul.
9. Kira-kira warataa benjing
sawadya pra katong
ana ejin rong yuta cacahe
kang ambekta wowohan pra sami
sigra Nata Dewi
atengara umung.
10. Sangkep sakapraboning ngajurit
tan pae lawan wong
solah tingkahing lumaku gawe
wadyanira Dewi Kuraisim
kang binekta sami
lan balaning ibu.
11. Pan satus yuta bala Kuresin
kang paman kang among
Raden Sadatsatir panutane
balaning ibu patih Sanasil
ingkang angemongi
tanpa wilis agung.
12. Dewi Ismaya marek ngabekti
ing rama sang katong
myang kang wayah ngujung mring eyange
nateng Ngajrak angandika aris
Ismaya nak mami
akeh becikipun.
13. Sira tinjo mring rakanta Amir
lawan putuningong
padha suka amulat cahyane
pan iya mawa kitmat sawiji
lakinira Amir
ing jagad pinunjul.
14. Putra wayah sawusnya ngabekti
saha bala bodhol
munggeng singangsana retna gene
ingiberaken para putri jin
parayangan peri
kang samya amikul.
15. Pira-pira pangayap putri jin
angubengi golong
punggawane pan adoh enggene
wuri ngarsa pan samya atebih
kang amangku baris
ing gegaman agung.
16. Salawe yuta ingkang umiring
wadyane jin wadon
kang tan kena tebih ing lampahe
mawa tedhuh dhedhep ing wiyati
lepasing lumaris
Surukan jinujug.
17. Ana wadya kang matur upaksi
kang rama wus bodhol
kondur mring nagri Kaos prang rame
kang ngrawati duk gerah neng ngriki
anak randha miskin
wus kinarya ratu.
18. Prabu Sahsiyar nagri puniki
pawukiran kaot
mangkya sampun dadya praja gedhe
Sang dyah nimbali patih Sanasil
wus prapta ing ngarsi
Sang Retna lingnya rum.
19. Bapa patih lumakua dhingin
marang nagri Kaos
tur uninga praptaningsun kiye
lan putrane nini Kuraisin
arsa marek ugi
mring sariranipun.
20. Apa iya ingsun den timbali
marang nagri Kaos
iya apa Wong Agung karsane
kyana patih sandika wotsari
mesat saking ngarsi
lajeng lampahipun.
21. Kyana Patih Sanasil wus prapti
enjang nagri Kaos
Wong Agung duk siniweng balane
para raja aglar munggeng ngarsi
prawira prajurit
punggawa gung-agung
22. Dumarojog Kya Patih Sanasil
neng kering alunggoh
datan ana ngawruhi wong akeh
munggeng soring wijohan mas adi
buka saratnya glis
nembah nguswa suku.
23. Kagyat Wong Agung mesem anolih
kurmat sarwi anjog
ing sakala saking panggonane
gupuh matur wau Kyana patih
sampun-sampun gusti
kajarwa pukulun.
24. Amba ingutus rayi Sang Dewi
lan putra Sang Sinom
inggih arsa ngabekti kalihe
mangkya saweg kendel aneng margi
punapa karsa Mir
ngantosi pukulun.
25. Ya ta Wong Agung ngandika aris
mengko karsaningong
yayi Dewi sun undang marene
lan putrane nini Kuraisin
nanging ingsun lagi
nyaosi gonipun.
26. Sabarena patang dina ugi
sun karya pakuwon
pan ing kene mentas perang rame
lagi akeh bangke yekti amis
sun kone ngresiki
karya tarub agung.
27. Ejin datan kena mambu amis
temah ting kaloyong
pan ing jaban kutha jembar gone
lah matura marang Yayi Dewi
Kya Patih Sanasil
nembah ngasmara kung.
Asmaradana
1. Wus mesat patih Sanasil
Sang Jayengmurti ngandika
marang sagung para katong
heh ta kabeh wruhanira
ana jin badhe prapta
Yayi Ismaya kang rawuh
iya gawa putraningwang.
2. Nini Retna Kuraisin
atentinjo marang ingwang
tanpa wilangan balane
para ratu jin Ngajerak
ngiring Yayi Ismaya
heh sakehing para ratu
akaryaa pasanggrahan.
3. Tilas pakuwone kapir
jaban kutha papan jembar
rereged singgahna kabeh
bangkene larungen samya
iya marang bengawan
dene kang tetarub agung
rengganen busananana.
Sangkelat miwah taluki
kuning dadu ijo abang
sutra-sutra lan malihe
sagunging kang para nata
karyaa sowang-sowang
lan padha mutera gupuh
pepethetan kembang-kembang.
5. Den abanjeng urut margi
sajroning tarub sadaya
sesaka kinembang kabeh
sukaning jim parayangan
marang wewangi padha
sandika kang para ratu
ature nuwun sapangat.
6. Ing Gusti Paduka Amir
anuwun berkah paduka
yen kenginga sapandulon
sadayarsa ningalana
dhateng jin kang minulya
Wong Agung mesem lingnya rum
ingsa Allah kaya kena.
7. Sun jaluk ing Yayi Dewi
manawa kapareng iya
sigra sagung para katong
budhal samya nambut karya
marang jawine kitha
gumuruh sabalanipun
karya teratag wangunan.
8. Wau ta Sang Jayengmurti
sampun kondur angandhatyan
warta ing para garwane
yen badhe arsa tamiyan
putri jin ing Ngajerak
kang garwa samya mituhu
asaos rakit sugata.
9. Wau kang anambut kardi
sakathahe para raja
ing tigang dina urmate
samekta sakalirira
pethetan kembang-kembang
asri anurut tetarub
saben sasaka kinembang.
10. Miwah tetuwyhan jawi
toya munggeng ing jong mirah
gedhah seta gedhah ijo
wungu dadu isi toya
ngubengi pasamuwan
singangsana saka sewu
abra palingsir dipangga.
11. Makethi laras kumitir
asewa raga kumala
arerawis sutra jene
sutra jo tetirah abang
asri ing wangunira
tuhu tan kena winuwus
renggane kang pasanggrahan.
12. Warnanen patih Sanasil
wau nalika dinuta
katur sasolah-solahe
yen kang raka esmu suka
bingar katareng netya
jawining kitha pukulun
saos pakuwon rinengga.
13. Sukeng tyas sang Raja Putri
mangkana jangkeping dina
sang Raja Putri budhale
jujug taratag wangunan
prapta suka tumingal
wadya jin peri andulu
pakuwon kinembang-kembang.
14. Wus tata sagung wadya jin
Wong Agung ngundhangi bala
sagunging kang para katong
sawadyane ingundhangan
sami ngangge kamulyan
sartane geganda arum
wus samekta budhalira.
15. Kinantha lampahing baris
sagunging kang para raja
agolong tan kena awor
yayah akasa kumala
pratiwi kembang-kembang
wadya jin samya dedulu
lampahe kang para nata.
16. Kadya trunaning jaladri
cingak wadya jin kang mulat
kathahe kang para katong
miwah asrining busana
setengah ana ngucap
marmane Wong Agung iku
tan karasan neng Jabalkab.
17. Samene gunge wadya ji
lan asih ing balanira
marang sagung para katong
samana wus amet papan
bala angering nganan
baris jro pacara sampun
muntab lir giri pawaka.
18. Wong Agung aneng turanggi
sinongsongan tunggul naga
asri gumuruh swarane
wadya jin wus ingundhangan
kang samya ngawang-awang
sadaya kinen tumurun
wus celak Sang Kakungingrat.
19. Wong Agung tedhak tumuli
lajeng manjing jro taratag
wau ta sang putri karo
Dewi Ismaya umangsah
nembah angraup pada
Nata Dewi sigra tundhuk
amengkul padaning rama.
20. Rinangkul aganti-ganti
kang garwa lawan kang putra
pra samya suka kalihe
pinethuk sewu kamulyan
Sadatsatir manembah
rinangkul lungayanipun
lah yayi sira lungguha.
21. Dewi Ismaya turnya ris
pukulun rama paduka
weling atur panglayade
duk tuwan anandhang brana
aneng Bukit Surukan
punika miyarsanipun
inggih rama padukendra.
22. Iya yayi nuwun mami
sih palimarma Sang Nata
wis yayi lungguha age
aneng singangsana terna
Sang Putri nembah lenggah
kang putra neng keringipun
sigra Umarmaya prapta.
23. Wus angangge sarwa kuning
umatur ngrepepeh mendhak
sagunge kang para katong
inggih anuwun sapangat
mesem Sang Kakungingrat
heh yayi sanak-sanakmu
sagunge kang para raja.
24. Padha jejaluk ing mami
kenaa salah paningal
lawan balanira kabeh
lamun ana lilanira
kang garwa matur nembah
inggih wonten saratipun
yen estu arsa umiyat.
25. Sampun gepok sampun jawil
upami jawil gepoka
inggih nunten boten katon
nunten tuwan undhangana
sagunge bala manungsa
Wong Agung mesem lingnya rum.
marang Arya Tasikwaja.
26. Kakang undhangna para ji
delinge yayi Ismaya
iya aja na anggepok
anjawil miwah dumuka
mring jin bala Ngaierak
dening kewala andulu
yayi Dewi mengko lila.
27. Sandika aturireki
mundur Arya Tasikwaja
angundhangi para katong
sadaya wus ingaweran
parentahe Sang Retna
Ismayawati puniku
kinen dedulu kewala.
28. Sandika sagung para ji
inggih mung nuwun sapangat
keniya mung sapandulon
rempeg ture para raja
Wong Agung angandika
heh yayi sanak-sanakmu
mituhu parentahira.
29. Dyan Retna Ismayawati
parentah ing balanira
padha bukaken tutupe
dingding jala ing manungga
aneng soring netra
sakehe kang para ratu
maraa mring para raja.
30. Kang punggawa mring bupati
satriya marang satriya
mantri padha mantri kabeh
sigra samya lumaksana
sagung bala Ngajerak
ngusap talapukanipun
mring sagung bala manungsa.
31. Nulya sagunging narpati
satriya lawan punggawa
miwah mantri sadayane
byar kadi tangi anendra
wadya jin katingalan
sapantha sajuru-juru
para ratu jin sadaya,
32. Satunggal upacara sri
tan pae lawan manungsa
nanging kaot kekuwunge
cahyane pating paluncar
kadya konang sategal
geng alit darbe kekuwung
pan wus karsane Hyang Suksma.
33. Makluk jin badan rokani
cahyane sinungan beda
gedhe cilik lanang wadon
samya murub cahyanira
wau pawonganira
Nata Dewi lan kang ibu
jin peri wonten saleksa.
34. Sadaya eram ningali
sagunging kang para nata
cahya jin pating pancorot
lawan asrining busana
beda lawan manungsa
Wong Agung nimbali sunu
lan wayah wus prapteng ngarsa.
35. Rahaden Umaryunani
lan Prabu Kobat Sarehas
myang raja taruna Kaos
katiga wus prapteng ngarsa
pekik-pekik tur cahya
alon ngandika Wong Agung
heh wong anom ngabektiya.
XI. Wadya jin dipun suba-suba
Sinom
1. Kabeh marang ibunira
Yayi Dewi Smayawati
padha ngalapa sapangat M
ibunira putrining jin
sutangong Maryunani
sira dhingina kang sepuh
sigra mangsah sumembah
Wong Agung ngandika aris
yeku Yayi kang pembarep sutanira.
2. Ya patutaning supena
Yayi Dewi Putri Mesir
mundur wusnya Umaryunan
ngandika Ismayawati
heh nini Kuraisin
Maryunani kakangamu
payo mas ngabektiya
mangsah Retna Kuraisin
apranata ing raka Rahaden Yunan.
3. Sang Prabu-Kobat Sarehas
mangsah ing ibu ngabekti
lajeng ngabekti ing raka
Nata Dewi Kuraisin
rajeng Kaos ngabekti
mring eyang Sang Murtiningrum
mundur ing sawusira
lajeng ngabekti ing bibi
samya ngungun mulat cethi jin sadaya.
4. Akeh pita ginupita
sagung jin parekan peri
iku para putra Arab
angluwihi putrining jin
pekik-pekik nelahi
amawa cahya sitangsu
sigra Dewi Ismaya
amanci busana adi
tuk antuke saking nagari Ngajerak.
5. Kang putra katiga wayah
pinaring pangadeg sami
busana samya wurwendah
tenunan para putri jin
putra wayah wus tampi
nembah samya sukanipun
kang katur mring kang raka
sanes badhe para rabi
angandika Wong Agung Surayeng jagad.
6. Iya Yayi ngong tarima
kang marang ingsun pribadi
kang marang yayi Muninggar
miwah Yayi putri Mesir
pancenana pribadi.
pan iku utaminipun
mengko yen sira panggya
inggih leres turireki
yata wau sagung para raja-raja.
7. Utusan kang ngrubung samya
marang Patih Asanasil
sadaya pra samya nadar
amrih sukane Kya Patih
bingung Patih Sanasil
kang tampa kamulyan agung
dene tuwan kawilang
tetulung ing gusti Amir
duk sangsaya aneng ing wukir Jabalkab,.
8. Kya Patih Sanasil mojar
sanak-sanak kang para ji
sadaya kang samya nadar
kabeh ngong tarima ugi
manira angluwari
mring sagunging para ratu
sampun sumelang susah
saderenge sawusneki
insa Allah manira wus anarima.
9 Kagyat Kusuma Ismaya
miyat ing Patih Sanasil
rinubung ing para nata
Wong Agung ngandika aris
mapan Patih Sanasil
kinaulan para ratu
mesem Retna Ismaya
miwah sira Nata Dewi
nulya budhal sadaya marang jro kitha.
10. Sapraptanira ing pura
methuk raja putri kalih
Muninggar Sekar Kadhatyan
langkung dennya ngacarani
tata pra samya linggih
neng padmasana mas murub
taritis nawa retna
jumerut nila widuri
Kuraisin ngabekti ing ibunira.
11. Muninggar Sekar Kedhatyan
ngungun denira ningali
Ismaya marang Muninggar
langkung resepireng galih
marang putri Medayin
nalikanira andulu
ing putra Prabu Rara
pinandeng Ni Kuraisin
sarwi mesem Kusuma Retna Muninggar.
12. Kengis waja sumarana
kadya tumetesing gendhis
anglengger tyasira mulat
kumenyut sagung cethi jin
kumesar tyas muriring
Retna Ismaya andulu
trenyuh ing nalanira
sakala ngidung parasi
neng ngarsane kang raka Sang Kakungingrat.
13. Mangkana ing kidungira
nangak un putri Medayin
aslalubnipul kujiman
tegese kidungireki
warnane putri iki
ngungkuli sakaliripun
kabeh isining jagad
putrine pra ratuning jin
kaungkulan respati Retna Muninggar.
14. Putrine Raja Nusirwan
aeng temen aneng bumi
dening ta kaliwat-liwat
suwarnane putri iki
sanadyan widadari
anyethiya kabeh patut
sesotyeng jagadraya
yeki musthikaning bumi
langkung resep Kusuma Dewi Ismaya.
15. Sadaya tuk-antukira
kang raja kaputrening jin
katur mring Retna Muninggar
satunggil mring putri Mesir
langkung dennya nor asih
dennya nampeni pisungsung
sarwi mesem sasmita
kenyut tyas Ismayawati
ragan-ragan lam-lamen mring marunira.
16. Retna Muninggar sasmita
ingkang pepundhutan mijil
aglar warnaning sugata
kinembang kembang cara jin
Marmaya den timbali
prapta nġandika Wong Agung
ing jaba ladenana
Yayimas lan Paman Patih
anadhaha lawan sagung para raja.
17. Sigra medal Sang Dipatya
angladosi kang tetami
Kya Patih Sanasil sira
miwah Raden Sadatsatir
asri kenid barduwin
jenewer wragang lan anggur
manis kalawan adas
kinawruhan sukaning jin
mung inuman tan pati ing nadhahira.
18. Ambanjeng rame kasukan
ing jawi ing jro tulya sri
pya boga mawarna-warna
isining donya mepeki
samya sukaning galih
wadya jin Ngajerak dulu
myang para ratu Arab
suka mulat ing wadya jin
jinaring tyas kalihe nekakken suka.
19. Miwah ing jro samya suka
panadhahing para putri
reseping Retna Muninggar
adangu larih-linarih
tanana nadhah nangsi
mung inuman kang lumintu
lawan kang nyenyamikan
tinasturi marbuk minging
apa dene kang samya ulat wirayat.
20. Ing nalika aluwaran
makuwon sagung bala jin
kawan dalu limang dina
tan pegat raina wengi
kasukan neng jro puri
bojana nutug-anutug
langkung sih uparengga
ing jro kalawan ing jawi
pan angenting sugata isining donya
21. Wowohan saking Jabalkab
praptane ing saben ari
nalika Retna Ismaya
aneng ing Kaos nagari
gilir sagung wadya jin
angirid wowohan agung
nikmat langkung mupangat
para nata angrasani
kang wowohan adi-adi ing Jabalkab.
22. Miwah gunging uparengga
sugatanira Sang Putri
anelasaken pratingkah
Retna Dewi Muninggarim
lan Rajaputri Mesir
tuwin sagung para ratu
nganakaken tanana
isining donya sakalir
angupaya prapta ing Kaos nagara.
23. Sagunging oleh-olehan
samya kinen marbuk minging
kinasturi ganda wadi
wowohan cinelem sami
mrih sukane wadya jin
lamiya dennya mretamu
sira Dewi Ismaya
karamening siyang latri
lawan Retna Muninggar Sekar Kedhatyan.
24, Tuwin sagung para putra
tanana pegat saari
nembrama bekti ibunya
ing Dewi Ismayawati
langkung sukanireki
miyat marang para sunu
dene pekik sadaya
miwah cahya trahing nabi
angungkuli lan satriya jin sadaya.
25. Malah agung mijil sabda
Kusuma Ismayawati
kekuwunge putra Arab
kadange Ni Kuraisin
ngungkuli putraning jin
apan lir Bagendha Yusup
kang duwe kebagusan
saparoning donya iki
kang saparo dinum marang wong sajagad.
26. Dene ujaring wirayat
sabagusing manungseki
pan nora bisa memadha
lan kebagusaning ejin
putra Rab angungkuli
putra jin kekuwungipun
mangkana cinarita
Ni Dewi Ismayawati
pitung dina aneng ing Kaos nagara.
27. Punggawa jin saben dina
sumiwi ing Jayengmurti
umiring Sang Rajaputra
nenggih Raden Sadatsatir
lawan Patih Sanasil
samya rame-rame runtut
lan para ratu Arab
suka-suka siyang latri
langkung suka tyasira kang wadyabala.
28. Busana saking Ngajerak
kang liya mring putra-putri
binage mring para nata
langkung samya sukaneki
sawusnya mangkaneki
nalika ing pitung dalu
pamit marang kang raka
Ni Dewi Ismayawati
arsa kondur marang Nagari Ngajerak:
29. Miwah wau ingkang putra
Nata Dewi Kuraisin
tur sembah marang kang rama
arsa mantuk nuwun pamit
miwah kang ibu kalih
tuwin marang kadangipun
nulya sang Rajaputra
Sadatsatir nembah amit
tuwin Patih Sanasil amit manembah.
30. Mundur saking jroning pura
sigra napak ing wiyati
wus sirna tan katingalan
sakathahe kang wadya jin.
satus yuta tan keksi
wus awor ing langit biru
ngungun Sang Kakungingrat
tuwin sagunging para ji
alam-alamen tongtonen ing tamunira.
31. Pra samya ngungun tumenga
tan wus ucapen ing sedhih
yata Wong Agung ngandika
ana ngendi ratu Jobin
kalawan yayi aji
Bathara Hirman gonipun
apa ta wus muliha
marang Nagari Medayin
sigra matur Sang Dipati Tasikwaja.
32. Kawula miyarsa warta
wonten Nagari Kaswiri
Raja Sanjahur punika.
kang den ungsi angukuhi
gya Raden Maryunani
mring kang rama nembah matur
yen suwawi ing karsa
kawula nunten nututi
angandika yen mangkono karsanira.
33. Sapa ta kang sira gawa
miliha para narpati
liya pamanira Yunan
mangsa pisaha sireki
matur Umaryunani
amba mung nuwun rong puluh
liya pun paman Yunan
ing Kobar lan Umarmadi
lan pun paman Sang Nateng Rum kalih pisan.
34. Lan abdi tuwan ing Buldan
Andanbilis Anjan bilis
kadang kasapta sadaya
lan putra tuwan pun adhi
rajaputra Serandil
Pirngadi kawula suwun
Lamdahur nambung sabda
angger sampun pindho kardi
rayi tuwan mangsa pisaha lan dika.
35. Heh Pirngadi amiliha
wadyanira kang para ji
si Raja Alam ing Gedhah
Suratistaham Surati
ing Minangkabo nenggih
ya si Diwangkara prabu
iku padha wong tuwa
Sepanyol lan raja Inggris
lan ing Prasman wis iku bae prayoga.
36. Sampun samya ingundhangan
samekta sagung prajurit
enjangira nulya budhal
anglurug marang Kaswiri
gaman lir prawatagni
putra Serandil panganjur
taruna widigdaya
sira Rahaden Pirngadi
aprakosa wus ambanda ripu raja.
37. Wus ingeston gunanira
marang Sang Surayengbumi
pepintoning kaprawiran
lan kang raka Banarungsid
angluwihi kang rayi
Pirngadi prawiranipun
mila ngambil atmaja
dening Sang Surayengbumi
titi tatag tinempuhaken ing karya.
38. Ing marga tan winuwusa
wus prapteng Nagri Kaswiri
geger oter sanagara
miyarsa baris nututi
Rajaputra Pirngadi
kang mangka manggaleng pupuh
senapatining lampah
raja putra Maryunani
abusekan pra samya menedi kutha.
39. Angrangkepi kapurancang
anjerokken laren sami
praptane gegaman Ngarab
angepung kitha ngubengi
jejel kitha Kaswiri
awor wong ngili supenuh
bentet tanpa linggaran
mila laren den rangkepi
jinembarken kapitu wus ngisen toya.
40. Kederan ing bala Arab
sira Raden Maryunani
dhatengi tunggul panantang
marang Sang Rajeng Kaswiri
kinen metuwa jurit
yen sira ngukuhi tuhu
marang kang ngungsi sira
yen sira tan wani jurit
angaturna ratu Jobin Raja Hirman.
41. Praptane tunggul panantang
marang Sang Prabu Kaswiri
sewu susah ngesah sayah
aribeng manahireki
metu prang nora wani
angesrahena tan purun
marang Jobin lan Hirman
dening karoban wadyeki
mring kang ngungsi datan purun anundhunga.
42. Dadya anemah kabetah
angekep jroning kitheki
mung samya angunci lawang
saketheng kang angemiti
sadaya den wuwuhi
mangkana lami kinepung
dening kang bala Arab
wonten takdiring Hyang Widdhi
kuldi wulung prapta manjing pabarisan.
43. Pabarisane wong Ngarab
ginusah mengkal nyepaki
nora kena ingadhangan
anyakot bebujung jalmi
wong kathah den parani
geger dening kuldi wulung
samya gumuyu suka
sato reh ngayar-anyari
saenggene kang kuldi ngamuk manengah.
44. Ginitik milar tan kena
kebat lumpatira sarwi
angerah nujah amengkal
nolih sarwi kirig-kirig
mele-mele mucicil
nguler kilan jambul-jambul
binujung tan kacandhak
wangsul mubeng nengah malih
kang anggusah pra samya gumuyu latah.
45. Dangu-dangu keh kacurnan
tinujah ing kuldi langking
tuwin pinengkal kinerah
dadya katur ing para ji
dudu wadine nenggih
tingkahe kang kuldi wulung
katur ing senapatya
Raden Arya Maryunani
mundhut kuda kaprabon yuda kenaka.
XII. Raden Maryunani kagodha ing kuldi
Pangkur
1. Rahaden wus nitih kuda
ngikal duduk kudane cinamethi
rikat kang turangga mamprung
prapta gene wong kathah
paparentah Maryunani ing wadya gung
padha suraka kewala
sun ujane kuldi iki.
2. Wadya gung surak gumerah
sigra mangsah Raden Umaryunani
kuldi sinander dinuduk
milar mumbul angiwa
prapta saking tengen kang kuldi anubruk
tinangkis parise kontal
tiniban towok tan keni.
3. Kuldi sinander kinalang
tinarajang milar manengen aglis
prapta saking kering nubruk
tinadhahan cinandhak
sukunira arsa binanting marucut
binujung pinrih cinandhak
milar jawining wadya lit.
4. Rahaden sangsaya duka
sinarempeng nilap manjing wanadri
Raden panandere mangu
sakedhap tan katingal
dangu-dangu katon punang kuldi wulung
sengar-senger lincak-lincak
saksana sinander malih.
5. Mamprung kudanira radyan
kuldi kesit sumripit kadi thathit
yen alon pambujungipun
kuldi tirih lampahnya
yen sinander ambunder panyanderipun
sadangunira mangkana
saparanira den ungsir.
6. Raden tanarsa kondura
lamun kuldi datan kacandhak mangkin
saparane kuldi tinut
sinander nilap-nilap
ingandhegan milu mandheg kuldinipun
Raden ageng nepsunira
estu takdiring Hyang Widdhi.
7. Dungkap sasore denira
ambeburu kuldi pan dereng keni
malah diwangkara surup
kuldi wus tan katingal
sipeng wana Raden bujung kidang sampun
antuk satunggil binakar
dhinahar lan kudaneki.
8. Jinuju daginging kidang
tanpa sare sadalu merem melik
munggeng soring mandera gung
enjing anitih kuda
nedya wangsul marang gene wadyanipun
awatara saonjotan
kuldi wingi katon malih.
9. Malang megung aneng marga
gya sinander mring Raden Maryunani
pinati pangerapipun
kuldi milar mring arga
tinutatan kudanya angrangkul gunung
prapteng puncak lampahira
kuldi ilang tan kaeksi.
10. Raden langkung ngungun ing tyas
icalipun kuldi neng luhur wukir
saking ing kuda tumurun
gunung iring jinajah
Maryunani sami nuntun kudanipun
mulat ana pager kutha..
anggandheng tirise asri.
11. Lor kulon saking ing arga
Raden ngunandika iki prajadi
pantes ana ratunipun
milu ing endi baya
lamun milu Kaswiri banjur sun gepak
emane ingsun kapisah
iya lan punggawa mami.
12. Ewa mangkana sun arsa
wruh arane kang madeg prabu iki
Rahaden sigra tumurun
marang wukir kang rata
prapteng ngandhap anitihi kudanipun
pan arsa mrepeki kitha
kayungyun asrining tiris.
13. Kawarnaa Dewi Raja
wus sakenjing ameng-ameng ing jawi
aneng saluhuring panggung
lan sagunging parekan
datan mawi satunggil punggawa kakung
mung tigang atus watara
munggeng soring panggung sami.
14. Salawe kang tumut minggah
Raden saya ngaler lampahireki
sira wau Retna Prabu
sakenjing neng panggungan
anon kuda gebyar-gebyar alelaku
kagyat denira ngandika
yayi patih sapa iki.
15. Panduluningsun satriya
saking ngendi tanpa rowang prapteki
ing dangu-dangu kadulu
kagyat amurwadipa
datan samar yen Maryunani kang rawuh
heh yayimas kapatihan
apan iki Maryunani.
16. Semune iku kesasar
lah papagen turana manjing puri
Retna Kasidah wot santun
sigra dennya tumedhak
Retna Prabu mahoni busananipun
tyasira akepyar-kepyar
pangungune pitung wukir.
17. Saking panggung wus tumedhak
munggeng kori kitha Sang Rajaputri
wau ta ingkang ingutus
Sang Retna Patih lawan
parekane kang binekta mung pepitu
prapta ngarsanira radyan
kagyat anestri marani.
18. Prapteng ngarsaning turangga
medhak nembah matur Sang Retna Patih
gusti kawula ingutus
dhateng ibu paduka
pan paduka angger ngaturan tumanduk
Raden tyasira wus uwas
iki ta praja ing ngendi.
19. Retna Patih matur nembah
inggih gusti nagari ing Pirkari
dene kang umadeg prabu
prenah ibu paduka
Prabu Dewi Kalajohar namanipun
kang bibi rayi paduka
sundhulane Prabu Jobin.
20. Raden tedhak sarwi mojar
apa ikikuthane kangjeng bibi
ingsun sapisan wus pangguh
aneng Kaos nagara
dyan lumampah kerid Retna Patih sampun
prapta ngarsa kori kitha
agupuh Sang Raja Dewi.
21. Methuk marang rajaputra
sareng tundhuk mendhak Sang Maryunani
apan arsa awot santun
cinandhak astanira
dhuh wong Agung babo sampun awot santun
ngilangken murwating jagad
ambengkas sarining bumi.
22. Dyan Maryunani turira
mangka yekti jer paduka pun bibi
wajib nembah marasepuh
Raja Dewi lingira
adhuh boten sarwi narik astanipun
kinanthi pineksa-peksa
dadya nut binekteng puri.
23. Prapta kang methuk jempana
wus anitih wau Sang Raja Dewi
Raden pineksa pan sampun
nanging tyasira lamba
tinampanan ing sihira marang mantu
tan nyana yen darbe karsa
kang bibi anawan krami.
24. Retna Prabu areweyan
keketege awor karinget mijil
wus prapteng kadhatonipun
tedhak saking jempana
lunggyeng made kencana lelemek babut
sinembrameng pamucangan
wira putra Maryunani.
25. Raja Dewi Kalajohar
asasmita pepundhutan gya mijil
Retna Patih munggeng ngayun
ngladosaken panjang mas
ataretes nawa retna angenguwung
Retna Prabu Kalajohar
sumrikut solahireki.
26. Araga-raga parekan
wusnya tata lajeng denira bukti
eca panadhahireku
Sang wiratama putra
dennya tata tanana rasaning kalbu
Raja Dewi datan eca
denira geng nahen wingit.
27. Birahi mring rajaputra
miwah sagung parekan para cethi
saput pandulunya ngungun
dennya dereng tumingal
baya iki panukmane Nabi Yusup
punjul manungsa sajagad
tana mirib Maryunani.
28. Wus nutug denira nadhah
linorodan ambeng inuman prapti
anggur merah anggur biru
kenid barduwin adas
lajeng samya nutug denira anginum
gelas salaka sinotyan
her surya miwah her thathit.
29. Sarbat kilang maya reka
munggeng layan maningkem manik wilis
Maryunani sukeng kalbu
sayah amanggih arja
tan reringa mung cipta mratuwanipun
dening bibine kang garwa
mila tyas tan walangati.
30. Raja Dewi lot tetanya
paran ingkang tinilar neng nagari
punapa sami rahayu
inggih rayi paduka
miwah dene putri dika kaki prabu
gih Ki Sayid Ibnu Ngumar
punapa sami basuki.
31. Lan paran wartaning aprang
rama dika pun kakang Prabu Jobin
wonten ing pundi genipun
lawan rama paduka
Bagendha Mir punapa ta sampun rawuh
kang mangun rengganing kitha
Kuparman dene alami.
32. Ing wingking wonten prawira
wira putra Maryunani nauri
inggih lami rawuhipun
dene enggening mengsah
Panembahan Jobin pan angungsi sampun
lawan Sang Bathara Hirman
angungsi dhateng Kaswiri.
33. Milane kawula prapta
inggih bibi ngungsi dhateng Kaswiri
kalih dasa para ratu
lan bala pitung yuta
kemput kitha Kswiri kawula kepung
marikinipun kasasar
ambujeng kuldi duk wingi.
34. Ical ing ardi punika
mila dadya wiyogane kang galih
mesem sira retna prabu
getas anyendal tingal
anglelarak ing liringing narpasunu
ketas-ketes tibeng imba
nanging Raden Maryunani.
35. Tan anggraita tyas lamba
dening bibi mokal salah ing kapti
mangkana wus prapteng surup
Retna Prabu siyaga
sawatara wus miranti tepasipun
nengna sasaosanira
sare Raden Maryunani.
36. Narpa putra ingancaran
asareya nanging tan arsa guling
'dadya sinaosan sampun
kathah kang nyenyamikan
kinejepan anebih pawonganipun
Nata Dewi eca lenggah
lawan raden raras ati.
XIII. Raden Maryunani kepanggih Dewi Kalajohar
mijil
1. Retna Prabu mesem tetanya ris
dhuh sang prawira nom
kula tanya sayekti-yektine
ibu paduka putri Medayin
dereng abebisik
mring dika wong agung.
2. Anauri Raden Maryunani
Bibi dereng ingong
prakawis kang pundi bebisike
kangjeng ibu putri ing Medayin
timbalan punapi
inggih dereng dhawuh.
3. Retna Prabu kagagas ing galih
pamuwusira lon
dhuh wong agung punapa asile
akekelir sabarang prakawis`
yen sampun kinapti
sae gothak-gathuk.
4. Duk kawula babantu ing jurit
mring nagari Kaos
inggih kala aprang ing tembene
bala Arab cinidra ing jurit
Bahman Jobin balik
kawit murweng pupuh.
5. Sawusnya prang kawula umanjing
kadhaton ing Kaos
marek ibu paduka wiyose
panggih Rajaputri Muninggarim
kawula bebisik
ing kapti umatur.
6. Pan kawula sayekti nedya mrih
kagarwa sang anom
kaya ngapa jer sampun niyate
nora cegah wong mamaru bibi
kang tetep tan keni
wong maru sadulur.
7. Mung kenane yen sampun ngemasi
ngarang ngulu gentos
nora kena yen padha uripe
mungguh maru bibi tetep keni
datan walang ati
tutug jibar-jibur.
8. Malah sugih putra jalu estri
pan oyod arondon
inggih kaken-kaken ninen-ninen
dreman anak nyapih anusoni
tanana kang mati
tumrecel dumlundung.
9. Ingkang lanang padha pekik-pekik
kabeh madeg katong
ingkang estri samya yu warnane
tur padha krama ratu sinekti
peputu narpati
abebuyut ratu.
10. Pan mekaten satoane ugi
kawula wus takon
para nujum salawe wecane
anak putu kabeh madeg aji
canggah wareng sami
grepak gantung siwur.
11. Kabeh padha amengku prajadi
cinetha nakingong
pitulikir wolulas lanange
mung sesanga kang mijil pawestri
tanana kang mati
kabeh dumalundung.
12. Duk miyarsa Raden Maryunani
karnane sumedhot
lir katiban gandhik wardayane
dhuh puniku datan sae Bibi
anguthuh kaeksi
awon tingalipun.
13. Pan angangseg lingnya Raja Dewi
sinten ngucap awon
pan wong bodho puniku namane
ingkang kaprah angarani becik
wong arabi bibi
luput lara bubul.
14. Kalis lamur miwah lara mengi
ayan miwah encok
ngeres linu wungkuk miwah dengkek
nora kena ing lara panastis
sampun walang galih
lestari rahayu.
15. Sajatine kawula wus lami
anahen wirangrong
pitung tahun lamine ing mangke
duk kawula tetinjo ing nguni
mring Kaos nagari
kala adegipun.
16. Kaki Prabu Ibnu Ngumar Sayid
kambah geng wirangrong
yayah dadi pejah tanpa kanin giyuh malah mangkin kabyatan geng wuyung.
17. Mangke paduka prapta pribadi marang prajaningong Hyang Latawal Hujwa pitulunge praptaning don babo arsa nampik dene enak-enik gumampang-gumampung.
18. Pan temu pek wus prapta ing ngriki mangsa kena lumoh ngendi ana ing wong nulak ing seh jamak usada marani agring niyaya tan sipi kalamun dhedhukun.
19. Nora arsa nirepaken agring marasaken nglamong iba-iba gedhene dosane Retna Prabu tan deraneng kapti sigra dennya guling munggeng pangkonipun.
20. Kawlasana Wong Agung wak mami kadurusan nglamong mati ngarang yekti datan wande mengkod-mengkod Raden Maryunani mangke-mangke bibi sampun gupuh-gupuh.
21. Mugi den aemut Tuwan Bibi dulunen wakingong pan kawula putra dika dhewe lamun ameksa paduka Bibi ngantosa rumiyin utusana gupuh.
</poem> [ 186 ]22. Kula tantun wong atuwa dhingin
tebih negri Kaos
ingkang wonten ing Kaswiri bae
ingkang sampun celak saking ngriki
paduka aturi
pun Paman Tamtanus.
23. Lawan inggih Sang Nateng Kohkarib
badhe kula taros
yen wus rembag gampil masalahe
pan kawula dremi anglampahi
sayekti mrih idin
jurunge wong sepuh.
24. Sami dika aturi mariki
lan wadya saparo
kang saparo tenggaa barise
Yayi rajaputra ing Serandil
kang angreha baris
ing sapungkuripun.
25. Maksih tugur angepung Kaswiri
sigra Retna Katong
patihira ingutus lampahe
mring Kaswiri tinuduh ngaturi
Sang Rajeng Kohkarib
lan Prabu Tamtanus.
26. Retna Kasidah ngundhangi dasih
ambekta kaprabon
nanging wadya kang wahana bae
satus turangga prajurit estri
pitung atus malih
kuda wadya kakung.
27. Kuneng kang budhal marang Kaswiri
wau sang lir sinom
pitung dalu cinatur lamine
praptanira Raden Maryunani
siyang pantaratri
reh padudon kayun.
28. Retna Prabu angungkih tan polih
dennya mrih prang popor
Maryunani apengkuh barise
ripu ringkih jumangkah ngakahi
sinreg datan kongkih
Maryunani pengkuh.
29. Saben dalu Sang Retna dennya mrih
nanging tan antuk don
yen raina samya tata sareh
yata wonten kawuwusa malih
jro kitha Pirkari
wonten isinipun.
30. Prajurit luwih angleluwihi
sumbageng palugon
wus Kasebut ing jajahan gedhe
pira-pira pra ratu kajodhi
namaning prajurit
Sarsaban pinunjul.
31. Prenah paman mring Sang Raja Dewi
miwah rajeng Kaos
ratu Jobin samya pulunane
mila Kaos keringan ing bumi
sinembah para ji
saking pamanipun.
32. Jembaraken jajahan para ji
digdayane katog
patang atus tahun ing umure
gadanipun ageng kaya galih
ing asem kinardi
gotong kalih atus.
33. Winewer wesi kalawan rukmi
sinasotya abyor
datan ana nangga gegitike
duk samana Sarsaban Pirkari
miyarsa pawarti
yen pulunanipun.
34. Gumyaking warta wus awor resmi
lawan retna katong
Maryunani wor pasareyane
tan wruh ing yekti yen durung keni
Sarsaban nimbali
kalih putranipun.
35. Raden Danayah kang sepuh prapti
Danamah kang anom
kalih munggeng ngarsane ramane
prawira Sarsaban angling aris
lah cekelen aglis
satriya bek rusuh.
36. Iku polahe si Maryunani
nguthuh si bebethoh
sakawenang-wenang tenagane
bosen anak bibi den ramuhi
tanana kinering
ambeke kumlungkung.
37. Patenane ya den angemasi
manawa tetakon
bapakane krodhaa ing tembe
ingsun ingkang anglawani jurit
pan nora dosani
mateni wong nguthuh.
38. Aja dumeh yen trahing sinekti
yen wong ambek rusoh
sirna datan ana derajate
putra kalih sareng awot sari
sakaprabon jurit
arsa ngrampas madu.
XIV. Kaden Maryunani pejah cinidra
Dhandhanggula
1. Kawuwusa risang prabu estri
Kalajohar pinarak kaliyan
munggeng ing mutyara made
tinatirah jumerut
adhadharan manginum sami
lawan sang wira putra
terap cethi ngayun
Sang Retna Prabu kalintang
nahen wingit dennya tan kapadhan kapti
nglong jiwa lir tidharsa.
2. Rerep sagung mrih tibaning riris
tangeh dangu ngudaya nanggulang
tau angrampas wiyogane
sasana martanipun
silar silak tekang wiyati
arungan ing maruta
ambengkas sumawur
yayah sindura laela
Bajrapati mawanta raras wiyadi
sirep atmajayeng prang.
3. Yayah wimbuh angin manaputi
peteng kapeteking ampak-ampak
manawung ima tawenge
mawangkawa ngenguwung
sindura lan natar ngratoni
ring wong mangayu baya
mangembang tumembung
mangrampung tambahing driya
mawurahan mangres yayah ing wiyadi
wiyoga nuragengrat.
4. Lagya eca imbal wacaneki
Raja Dewi lan Sang Wiraputra
kasaru wau praptane
raden kalih jumujug
kagyat narpa Sang Raja Dewi
yayi karo na paran
asigra lakumu
Raden Danayah turira
heh kakangbok kula kinen amejahi
dhateng Sang Wiraputra.
5. Dosanipun nguthuh ngrerusuhi
Nata Dewi sru wacananira
mangkono paman karsane
pan iku saking ingsun
dudu saking Sang Maryunani
benere patenana
iya awakingsun
Maryunani mesem mojar
mangke Bibi paduka kendel rumiyin
dimen nutugken karsa.
6. Raden kalih sigra marepeki
nganan ngering samya nyandhak asta
anyendhal sareng sedyane
tan osik dennya lungguh
wanti-wanti denira narik
sasat anarik arga
datan mantra keguh
anyikep datan kawawa
kinipatken malesat wus den tututi
ginoco kalihira.
7. Ginoco ing asta kanan kering
sareng kalenger gumuling kadya
palastreng siti kalihe
dangu tanana emut
dupi emut sami anglilir
Jumajeng gurawalan
prapteng ramanipun
katur ing sasolahira
stu gumujeng wong anom tiwasireki
kurange budinira.
8. Lamun sira lusa saking ririh
kaya nora luput suta Ambyah
pasthi yen bisa ketalen
yen sun cekela iku
kapirare dadi wakmami
besuk bae yen prapta
iya ramanipun
iku sun ajake aprang
yen ngubengi anake laku tan yukti
sun tangguh padha tuwa.
9. Wus mangkana Sarsaban Pirkari
langkung dennya rentenge tyasira
ing tingkahe pulunane
kuneng malih winuwus
retna patih lampahnya prapti
ing Kaswiri nagara
kang abaris tugur
geger miranti prayitna
praptanira gegaman saking ing wuri
pitung atus turangga.
10. Wus apanggih lan nateng Kohkarib
miwah Tamtanus Retna Kasidah
nembungaken timbalane
Sang Wiranarpa sunu
Maryunani aneng Pirkari
sapalih ingandikan
ingkang para ratu
sapalih tetep barisa
rajaputra Serandil Kaden Pirngadi
wuri kinen misesa.
11. Samya ngungun ratu kang miyarsi
dene arsa mangkat ngupadosa
Maryunani ing icale
mangkyana wartanipun
nateng Yunan nateng Kohkarib
sigra tengara budhal
lan sawadyanipun
kerid ing Retna Kasidah
tan kawarna ing marga prapteng Pirkari
makuwon panangkilan.
12. Ambalabar balane ngebeki
para ratu lajeng marang pura
panggih kalawan gustine
Sang Atmajayeng sunu
nateng Yunan angrangkul aglis
miwah Marmadi raja
ngungun samya ngrangkul
Retna Prabu anambrama
lawan atur kamulyan lawan pisalin
mring sdgung raja prapta.
13. Mentah mateng sugatanya milir
sinagurah sagung wadyanira
tuwuk tur eca manahe
langkung resep andulu
para ratu ing Raja Dewi
dangu wus ingaturan
mring pakuwonipun
amakuwon siti bentar
prabu katri ing Ngerum Yunan Kohkarib
dening sagung narendra.
14. Ngalun-alun jejel nganan ngering
Sang Wiraputra pan datan kena
medal awor lan balane
kineker neng kadhatun
datan pegat awawan kapti
pan dereng sinembadan
karsane sang ayu
mangkana sang Dewi Raja
gubel marang Prabu Tamtanus marmadi
mriha tyasira radyan.
Nglampahana ing karsa sang putri
asiha mring kang branta angarang
nuruta tyase tinampen
dennya mawongan tuhu
owel sang dyah lamun tinampik
krama bekta nagara
lan prajurit punjul
mangkana Marmadi tyasnya
dadya sagah maripih ing Maryunani
mrih lega nurutana.Duk samana ing dina sawiji
Umarmadi panggih Wiraputra
pinaripih mrih lunture
punapa awonipun
mayuh bibi ing kukum keni
lamun garwa paduka
ing wuri tan asung
inggih sampun kongsi gagal
tibanana sakedhap talak rejangi
owel puniki gagal.Ayu dahat rajestri prajurit
tyas legawa belaba ing wadya
tur amangku praja dhewe
kadigdayan prang putus
Maryunani sendhu nauri
heh ingsun datan arsa
laku kang kadyeku
cekak budi budi mamak
tanpa guna amayuh anak lan bibi
dudu trahing prawira
Endi cacad ingsun ing ngaurip
bapa Arab ibu Mesir ingwang
nora rupak jajahane
pagene teka nguthuh
kaya nora bisa ngulati
cacad bibi den alap
manawa sineku
ratu anempuh wewirang
Umarmadi gumujeng wruh raden runtik
sinamur ing sembrana.Inggih sampun yen boten kadugi
bok inggiha sinandhing kewala
sampun sanget mesakake
wong kasmaran kalangkung
boten mawi dipun langgati
Maryunani wuwusnya
manawa sireku
nora wedi ing Pangeran
dene iku paman Prabu ing Yunani
nora dreng kaya sira.Sira iku akeh den wewehi
marang bibi Sang Narpatiputra
teka wong den rubuhake
mundur niru sireku
kangjeng uwa ing Pulangwesi
karem tampa reruba
saya sru gumuyu
rembage tanpa dadiya
Maryunani ingaturan mring kang bibi
manjing ing pura nadhah.Praptaeng pura wus samya abukti
tan lyan pamrihe narpati kenya
tinurutana karsane
nanging sang narpasunu
datan obah binosah-basih
mung bibi ambeking tyas
tan kenjik winadung
pambekane prabu kenya
duk samana nuju ing dina sawiji
risang atmajayeng prang.
22. Sireping cethi raden aguling
Raja Dewi prapta wus busana
nutug denira pepaes
miyat Sang Jayengsunu
langkung eca denira guling
Raja Dewi tumingal
tansah ronteng kalbu
dharesel tumut anendra
angapithing marang Raden Maryunani
pineluk ingkang jangga.
23. Duk samana Radyan Maryunani
langkung kagyat wungu dennya nendra
tabtaban maras galihe
wit tan nyana sawastu
lamun ingkang bibi nekani
drenging driya asmara
wus tan keneng luput
kewran tyas Sang Rajaputra
Maryunani pangucape ngasih-asih
bibi kawula arsa.
24. Atetoya ing sakedhik bibi
mangke yen wus sumangga ing karsa
angladosi sarirane
nanging Sang Wirengsunu
ing batine ngapus-apusi
sang Raja Dewi eca
sinemayan wau
tan wruh ujar kamandaka
dadya kendho uwal panyikepira ris
lenggah amenggah-menggah.
25. Wus tatambekannya Maryunani
kesah marang patirtan tetoya
tan antara ing praptane
Sang Atmajayengsunu
jaga-jaga awira-wiri
Raja Dewi lingira
raden dene dangu
nauri Sang Wiraputra
mangke bibi dereng sampun wangeneki
gen kula jaga-jaga.
26. Raja Dewi sigra amarani
sarwi bekta jenewer pamungkas
pan sampun linarihake
winantuk kaping pitu
raden sayah anulya guling
Sang retna prabu Kala
Johar maksih tunggu
munggeng ngiringane kanan
ngunandika wong iki memanas ati
tan nurut karsaningwang.
27. Angur aja uman pisan iki
ingsun kalawan si Aluljahar
sang dyah nekani runtike
sru tan pinadhan kayun
Raja Dewi metak ing kapti
angur sun lenyepena
Maryunani iki
iya saking ngalam donga
Nata Dewi narik jambiyanira glis
kalumpengen tyasira.
28. Vinamakken ing jangganireki
Maryunani pagas kapisanan
Sang retna sru kaduwunge
nulya njrit alok pandung
ubek katri sajroning puri
kang munggeng siti bentar